08. Penyesalan Selalu Datang Terakhir

Daeng duduk di kursi penumpang. Sedangkan Rendra duduk di samping pak supir. Enna mengelus pundak Daeng, untuk menenangkan kakaknya. Daeng memejamkan matanya dengan kepala bersandar.

"Akh ...akh!" Daeng berteriak sambil menjambak rambutnya kasar. Lelaki itu membenturkan kepalanya berulang-ulang dikursi penumpang. Mengingat bahwa statusnya kini sudah berubah. Ya, statusnya sekarang. Tidak lagi lajang tapi sudah beristri. Dan sekarang istrinya dirawat di RS.

Flashback on!

"Daeng!" Lelaki itu menarik kerah baju Daeng dari belakang.

Tanpa aba-aba papa, menarik tubuhnya menjauh dari Ai.

Bugh! Satu pukulan keras mengenai rahangnya. Membuat sudut bibir Daeng mengeluarkan darah. Lelaki itu mengelap darah dibibirnya dengan ibu jari. Bapak langsung berlari kearah Ai, yang kesusahan bernapas. Bapak mencari alat bantu pernapasan Ai. Dan ternyata alat itu ada di lemari pakaian Ai. Sedangkan mama, menutup mulutnya. Saat melihat suaminya memukul Daeng. Captain bersandar di tembok dengan nafas terengah-engah.

Bugh! Kembali papa, memukul putranya dibagian perut. Daeng tidak melakukan serangan balik. Sama saja jika dia melakukan, yang ada dapat dosa.

"P-pa Daen bisa jelasin!!" ujarnya menahan sakit yang teramat dibagian perut. Rendra yang tadi ada diambang pintu langsung menerobos masuk. Saat papa, sudah mengangkat genggaman tangannya untuk menonjok Daeng.

"Hentikan Pa! Apa Papa, mau menghabisi putra Papa ditangan Papa sendiri?" Rendra mencekal tangan papa. Sedangkan Daeng yang tadi bersandar di tembok, kini tubuh itu merosot lemas.

"Dia sudah kurang ngajar Ndra! Aku pikir tadi Ai, ketakutan karena berduaan dengannya! Ternyata Ai, berteriak karena dia mengambil kesempatan itu untuk melecehkan Ai!" Papa terlihat kesal dengan Daeng. Paruh baya itu memalingkan wajahnya, tidak mau melihat putra sulungnya.

"Pa! Percayalah Daen–" Papa segera memotong ucapan Daeng.

"Diam kau baji*ngan!" Teriak Papa.

Mama yang mendengar papa mengatai-ngatai putranya dengan kalimat tidak pantas. Hanya bisa menahan tangisnya.

...***...

Sedangkan Enna membantu Emak'e untuk duduk di kursi. Paruh baya yang tua itu, terkejut melihat cucunya sedang berciuman dengan lelaki.

"Nenek yang tenang ya? Minum dulu Nek!" Enna membantu Emak'e minum.

Emak'e menangis saat mengingat kejadian yang terjadi di kamar Ai.

"Nenek"! Jangan nangis, percayalah. Semua itu tidak seperti yang kita lihat! Aa tidak seburuk itu, Nenek!" Enna yakin jika kakaknya bukan tipe lelaki wretched. Yang minim moral.

"Nenek! Enna tinggal dulu ya?" Enna pergi ke dapur, guna mengambil air hangat. Enna masuk kedalam kamar Ai. Gadis itu menyimpan datas nakas.

"Om, obat asma Ai sudah diminumkan?" Enna bertanya.

Bapak mengangguk, matanya memancarkan ke khawatiran.

"Om, jangan khawatir Kakak ipar akan baik-baik saja. Enna juga sudah membawa air hangat. Hal ini bisa menghangatkan dada Ai dan membantu pernafasannya!" tukas Enna yang membuat Bapak tenang. Bapak menggeser tubuhnya agar Enna bisa merawat Ai.

"Aa! Hiks!" Mama menangis, Daeng langsung memeluk mamanya dan menepuk pundak mama. Guna menenangkan mama dan mengatakan jika dia baik-baik saja.

"Harusnya tadi aku tidak melakukan hal ini. Dia sudah menggeleng sebagai penolakan. Aku justru tetap bersikeras untuk melonggarkan kemejanya. Bukan sekedar melonggarkan, justru aku melepaskan kemejanya," batin Daeng.

"Saat aku memberi nafas buatan untuknya. Dia sempat menggeleng tidak mau. Bahkan saat mulut kami bersentuhan. Ai berusaha memberontak, memukul leherku."

"Akan tetapi, jika ini dilihat dari sudut pandang spectator. Justru kami terlihat sedang melakukan transaksi air liur. Seolah Ai menekan leher ku. Agar transaksinya terkonfirmasi berhasil," sesalnya.

Air mata Ai meleleh saat mengingat kejadian beberapa menit lalu. Hal itu tak luput dari penglihatan Daeng.

"Aku merasa bersalah karena telah mengambil ciuman pertamanya. Gadis yang tak tersentuh oleh siapapun sebelumnya."

"Tidak ada cara lain, malam ini juga! Kau harus menikahinya!" Kata Papa membuat semua menatap kearah paruh baya beruban.

Bapak nampak terkejut dengan keputusan sahabatnya itu. Pasalnya beliau tahu, jika Daeng ingin menyelamatkan putrinya. Akan tetapi saat, beliau ingin buka suara. Om Hanan memberikan sebuah kode, hanya Bapak saja yang faham dengan kode itu.

Sontak Ai yang tadi sudah membaik, sekarang tubuhnya bergetar hebat. Tangannya mencengkram selimut. Dia nampak ketakutan, gadis itu menggeleng cepat. Akan tetapi tidak ada yang memperhatikan dirinya. Karena semua mata tertuju kearah papa Hanan. Hanya sepasang mata, yang memperhatikan reaksinya. Daeng!

Saat Daeng ingin membuka mulutnya. Papa segera memberikan statement yang tak terbantahkan.

"Tidak Ada Penolakan!" tegas Papa yang membuat semua orang diam. Bahkan mulut Daeng tertutup rapat. Setelah statement dari papa keluar.

Flashback off

"Huft!" Daeng mengeluarkan nafas dari mulut. Menyesal! Mungkin itu yang ia rasakan saat ini. Harusnya dia setuju dengan Ai, yang tidak mau diberikan nafas buatan dan dilonggarkan pakaiannya. Tapi apa! Dia tetap melakukan apa yang menurutnya benar.

"Nggak ada gunanya lagi untuk menyesal Aa! Semua sudah terjadi, ya sudah. Jalanin saja alurnya!" Rendra menengok ke belakang. Menatap wajah Daeng yang memprihatinkan. Babak-belur iya, lesu juga, ditambah rambutnya acak-acakan. Kaus compang-camping, ada bekas darah juga.

Daeng menarik napas dalam, tidak ada yang bisa dilakukan. Kecuali itu, bicara pun rasanya malas.

"Hidup itu bukan tentang kebahagiaan. Akan tetapi tentang siapa yang bisa menerima! Bukan kah itu yang selalu Aa, katakan pada kita?" Rendra mengingatkan tentang nasehat yang selalu ia berikan kepada adik-adiknya.

"Menerima disaat, suka maupun duka. Menerima kekurangan yang ada dalam diri kita. Menerima disaat kita membuat kesalahan. Dan selalu menerima apa yang telah ditetapkan untuk kita. Maka dari menerima, akan tercipta rasa syukur."

"Dan dengan bersyukur kebahagiaan menyertai kita! Itu nasehat yang selalu Aa, katakan pada kami. Intinya mau menerima!" Rendra membuat Daeng berpikir bahwa.

Lidah yang tak bertulang, mampu mengeluarkan teori, dengan mudah. Akan tetapi berbanding terbalik dengan pelaksanaan yang membutuhkan kemauan dan kekuatan ekstra.

"Aa selalu memakai cara satu ini. Saat berusaha menenangkan diri Aa!"

"In a matter of hours, everything could happened (Dalam hitungan jam, semuanya bisa berubah)

"Sama halnya dalam dunia penerbangan. Waktu di daratan cuaca mulainya bagus, cerah. Bisa berubah saat mengudara, Entah itu ada petir, hujan salju dan sebagainya. Dan sekarang ini terjadi di kehidupan Aa!"

"Ayolah Captain, aku yakin kau bisa mengatasi semua!" Rendra berusaha keras untuk membuat kakaknya baik-baik saja. Sebelum kejadian kakaknya kekunci. Dikamar gadis yang memiliki suara sirine yang khas.

"Jika waktu bisa merubah cuaca. Maka waktu pula, bisa merubah status!"

Daeng hanya diam menyandarkan kepalanya dibagian kaca mobil. Sambil menatap jalanan yang selalu ramai.

"Makanya A jangan buka sebelum waktunya" Tersenyum kecut.

Terpopuler

Comments

💮Aroe🌸

💮Aroe🌸

it's you're fault, capt😂

2022-04-10

0

💮Aroe🌸

💮Aroe🌸

istilahnya ada yg kurang, everything could happened (ini kalau kata kerja bentuk lampau)

2022-04-10

1

Asri

Asri

semoga si captain bs buat ai jd terbuka dan PD

2022-04-07

0

lihat semua
Episodes

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!