"Aaa ...Aaa ...Aaa!" Ai berteriak sambil menyingkap selimutnya. Gadis itu ingin turun dari ranjang.
Sontak saja Daeng langsung berlari mendekati ranjang Ai.
"Ai-Ai kenapa kamu?"
Ai langsung mencopot selang infus. Gadis itu menggeleng ketakutan. Teringat saat Daeng menciumnya.
"Bapakkkk!" panggilnya sambil mojok di sudut dinding.
Daeng melangkahkan kakinya ingin mendekati istrinya. Akan tetapi langkahnya terhenti saat Ai, berteriak.
"Jangan mendekat hiks!" Ai sudah menangis.
Daeng pun diam ditempat, dia tidak mau membuat gadis itu semakin tertekan.
"Bapak mana! Bapak mana! Hiks ... Bapak mana? Kenapa enggak ada disini huaaaaa!" Gadis itu mencekam ujung baju pasiennya, takut.
"Bapak dirumah Papa! Nanti kesini, Sayang!"
Ai yang mendengar dirinya dipanggil Sayang. Semakin takut.
"Aku bukan Sayangmu! Bukan! Haaaa!" Ai menggeleng tidak mau dipanggil Sayang.
"Ya sudah! Ayo balik ranjang!" Daeng menata ranjang pasien yang awut-awutan.
Disaat Daeng merapikan ranjang, Ai langsung berlari keluar kamar.
Cekklek!
Daeng menengokkan kepalanya kearah pintu. Matanya melebar saat melihat istrinya lari terbirit-birit.
"Aida!" Panggil Daeng, mengejar istrinya.
Ai menengokkan kepalanya kebelakang. Akan tetapi kakinya terus berlari.
"Ai! Jangan lari, kamu masih sakit!" Daen terus mengejar istrinya.
Ai segera masuk kedalam lift, berharap lift tertutup. Pintu lift itu sedikit lagi tertutup. Akan tetapi lift kembali terbuka, saat telapak tangan lebar. Berhasil menyetopnya.
Ai gadis yang tidak pernah berinteraksi dengan orang lain. Dia nampak takut, jika hanya berduaan dengan lelaki.
"Ai! Ayo, kembali! Jangan takut!" Daeng mengulurkan tangannya kearah Ai.
Gadis itu menggeleng tidak mau.
"Mas janji nggak akan berbuat yang tidak Ai, sukai!" Daeng bicara lembut nan sabar.
Ai menutup telinganya, saat Daeng memanggil dirinya dengan panggilan Mas. Berasa Ai, diposisikan sebagai seorang istri saja pikirnya.
"Nggak mau!" Ai menggeleng cepat.
"Ai! Kamu mau kita berduaan di dalam lift. Atau mau keluar dan kembali ke kamar!" Daeng memberikan pilihan, untuk istrinya.
Ai, langsung keluar dari lift. Daripada didalam lift dengan lelaki yang kurang ajar dengannya. Mending dihidarin!
Ai langsung berlari meninggalkan Daeng. Dan berharap dia bisa mengunci Daeng dari dalam. Daeng segera mensejajarkan langkahnya dengan Ai.
Saat Ai ingin menutup pintu, Daeng segera menahannya.
"Kak Daen! Ai nggak mau berduaan sama Kakak!" Ai mendorong pintu, Daen tidak diperbolehkan masuk.
"Kita tidak berduaan Sayang!" Berusaha menahan pintu dengan tubuhnya agar bisa masuk.
"Ai! Nggak Sayangnya Kakak! Haaaa! Ai jijik huaaaaa," ujar Ai yang merasa geli dengan panggilan Daeng.
"Okey, Mas! Enggak akan memanggil Sayang! Tapi Ai, izinkan Mas masuk!"
"Kakak bukan Mas! Ai, bukan istrinya siapa-siapa! Ai masih lajang! Ya kan Kak? Ai masih lajang?" tanyanya dengan mata yang basah karena air mata. Gadis itu belum bisa menerima kenyataan yang terjadi sekarang.
Daeng mengusap wajahnya kasar, bagaimana istrinya se childish ini.
"Dulu saat aku kecil, aku lihat teman-teman. Sedang bermain nikah-nikahan! Ada yang jadi Bapaknya, ada yang jadi saksinya. Ada mempelainya, terus ucap ijab-kabul. Tapi kenapa, mereka tidak tinggal serumah. Dan sekarang mereka juga pada kuliah. Dan punya pacar! Berarti Kakak! Juga bukan suamiku!" Ai berusaha menipis semuanya. Bahwa pernikahan tadi malam hanya sebuah mainan. Buktinya tidak ada acara mewah atau plan jauh-jauh hari.
"Aku belum menikah dan aku masih lajang. Statusku hanya seorang anak!" teriak Ai, yang sudah lelah dengan semua ini. Gadis itu berusaha menepis hubungannya dengan Daeng. Tapi Ai, tahu jika sekeras apapun dia menepisnya. Statusnya akan tetap mejadi istri.
Daeng hanya mampu menghela nafas panjang. Menjadi suami Ai, butuh kesabaran yang ekstra.
"Ai! Dari pada kita debat! Mending sholat subuh dulu! Mungkin nanti ada keajaiban!" Daeng berusaha menyelesaikan permasalahan yang terjadi sekarang.
"Permisi! Tadi dari pantauan CCTV! Kami melihat pasien mencopot selang infusnya! Apa itu benar?" Dokter itu berdiri di belakang Daeng.
Membuat Daeng membalikkan badannya.
Ai langsung berlari kearah ranjangnya. Gadis itu tidak sadar, jika didalam kamar pasien ada CCTV-nya. Yang bertujuan, untuk menghindari kemungkinan, baik itu tindak kejahatan dan tindakan lainnya yang berhubungan dengan kesalamatan pasien, tanpa terkecuali.
Dokter itu langsung memasang infus itu kembali.
"Saya harap kejadian ini nggak terjadi lagi kedepannya. Keadaan pasien belum sembuh total!" ujar Dokter.
...***...
Jam menunjukkan pukul setengah lima, Daeng keluar dari kamar mandi. Telinga Ai, mendengar pintu kamar mandi terbuka. Dia segera memiringkan badannya. Guna tidak melihat suaminya.
Daeng memakai kemeja putih dan celana panjang berwarna biru tua. Lelaki itu berjalan kearah sofa kemudian duduk. Ai ingin memiringkan badannya kembali, agar tidak melihat suaminya. Akan tetapi usahanya terhenti, saat Daeng bersuara.
"Jangan banyak gerak! Nanti infusnya copot lagi!" ujarnya sambil mengenakan lencana pangkat bar dengan tanda balok 4 yang biasa dikenakan Captain pilot.
Ai menatap kearah keramik, dia tidak mau menatap Daeng.
"Jangan malas makan, biar cepat sembuh!" Suaranya terdengar perhatian.
Daeng memasang dasi berwarna biru tua dilehernya.
"Nanti kalau sudah sembuh! Kamu yang pasangin dasi Mas ya?" Daeng berusaha mengajak bicara istrinya.
Ai hanya memutarkan bola matanya malas.
Kini Captain memakai ID card dibagikan saku. Daeng berdiri dari duduknya. Lelaki itu berdiri di samping Ai.
"Ai! Cepat sembuh ya!" ujar Daeng menghimpit istrinya dengan kedua tangannya. Hal itu ingin membuat Ai berteriak karena tidak nyaman. Dengan posisi Daeng sekarang. Tapi apa boleh dikata, suaranya sudah habis karena serak.
Cekklek diwaktu bersamaan pintu terbuka. Membuat Daeng mengalihkan pandangannya.
"Ma! Sudah datang!" Daeng mencium tangan mama.
"Ya, bagaimana kondisimu Ai?" Mama mengelus kepala menantunya.
Ai mengaguuk dan mengedipkan matanya. Sebagai jawabannya.
"Kenapa kamu Ai?" Mama curiga dengan menantunya.
"Suara Aida, habis Ma!" jawab Daeng sambil mencium tangan Bapak dan papa.
"Astagfirullah! Tenggorokan sakit?" Bapak bertanya kepada Ai.
Gadis itu hanya mengaguuk pelan.
"Aa, kapan balik?" Bapak duduk di sofa dekat papa.
"Mungkin dua hari kedepan, Daen baru balik Jakarta Pak! Karena perjalanan yang Daeng tempuh sekitar 16 jam!"
"Aa, nggak capek apa? Ngemudi selama itu?"
"Ada 2 pilot dan 2 co-pilot! Saat penerbangan jarak jauh! Maksimal kerja Pilot sehari tidak boleh melewati 9 jam! Oleh karena itu, saat. Segmen saya dan co-pilot saya menerbangkan! Maka Pilot dan co-pilot yang satunya lagi bisa istirahat! Tanpa terganggu." jawab Daeng sambil mengenakan jam tangan.
Papa tersenyum menatap sahabatnya dan putranya terlihat akrab.
"Dan ketika terbang pun bukan berarti nggak boleh istirahat. Sah-sah saja kalau kita mau istirahat. Yang penting ada satu orang lagi, bisa menjaga penerbangan itu! Dengan syarat yang sudah jelas. Bahwa equipment pesawat bekerja dengan baik. Dan si Captain nya mengizinkan untuk co-pilotnya istirahat! Atau kita juga bisa bergantian untuk istirahat. Ini boleh dilakukan!"
"Mendingan istirahat ketika lagi cruise. Daripada ngantuk ketika kita mau approach!"
"Ah ... sepertinya Daen! Harus berangkat sekarang!" Daeng berjalan kearah istrinya. Mama yang tadi duduk di samping, ranjang Ai. Memutuskan untuk meninggalkan mantunya. Memberi ruang untuk keduanya bercengkrama, sebelum perpisahan keduanya.
"Aida!" Daeng menatap istrinya dalam. Tapi Ai, membuang pandangan.
"Saya minta maaf! Karena saya tidak ada disamping mu. Saat kamu sedang terbaring sakit. Saya berharap, kamu paham dengan pekerjaan saya ini!"
Daeng menatap wajah istrinya, yang berpaling darinya.
"Aida mau titip sesuatu nggak. Mungkin saja barang atau makanan ringan?" Daeng menawari.
Akan tetapi Ai, malah memunggunginya. Hal ini tak luput dari penglihatan orang tua mereka. Bapak yang melihat putrinya, tidak menghargai menantunya. Paruh baya itu berdiri dari duduknya. Ingin mendekati Ai dan memarahinya.
Daeng menengokkan kepalanya kearah Bapak. Lelaki itu menganggukkan kepalanya. Menyuruh Bapak, untuk lebih tenang dan sabar. Tangannya mengisaratkan agar Bapak, duduk kembali. Daeng tersenyum tipis kearah Bapak. Senyuman yang sangat susah ditemukan.
Daeng mendekatkan mulutnya ditelinga istrinya.
"Kalau Mas, dinas. Terus nggak pulang lagi. Tolong diikhlaskan!"
"Dan Ai! Harus tetap melanjutkan hidup!"
Bisikkan Daeng membuat hati Ai, berdetak kencang. Seumur hidupnya, dia tidak pernah mendapatkan pamitan seperti ini.
"Ya sudah saya berangkat!" ujar Daeng mengelus kepala istrinya. Saat Daeng ingin mencium keningnya. Ai segera menarik selimut menutupi sekujur tubuhnya. Agar Daeng tidak menciumnya.
Daeng mengulum senyumannya karena sikap istrinya. Yang childish, hal ini nampaknya. Akan membuat hari-hari Captain semakin hidup.
"Ma, Pa! Bapak! Daen titip Ai! Jika kalau dinas ini. Adalah dinas terakhir dan Daen tidak pulang lagi! Tolong ikhlaskan Daen!" Bapak nampak terkejut dengan perkataan Daeng. Satu hal dalam hatinya apa ini sebuah firasat.
"Mama do'akan semoga Aa, kembali dengan selamat!" Mama memeluk putranya erat. Takut jika ini adalah hari terakhir bertemu dengan anaknya.
"Amin!" jawab Papa dan Bapak.
Ai yang mendengar mama menangis, dia merasa iba.
"Lindungi dia, ya Allah! Kasian tante Mel sama om Hanan! Pasti mereka akan sedih. Kalau kak Captain tidak pulang lagi." gumam Ai, yang tidak memikirkan nasibnya sendiri. Jika hal ini terjadi statusnya akan berubah menjadi janda suwasta. Karena status pernikahannya siri. Coba saja kalau sudah tercatat di KUA. Maka lain lagi ceritanya, dia akan mendapatkan tunjangan tiap bulan. Dengan status janda negri. Karena telah terverifikasi data nikahnya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 41 Episodes
Comments
Kaira Caem
Ai malunya kelewatan,ntar klo da tau rasa takutnya malah malu2in.🤭🤭🤭
2022-06-03
0
Anonymous
Ngakak bacanya semangat thor
2022-06-02
0
libra
semangat thor lanjut👍💪💪💪
2022-04-11
0