Handle pintu dari luar bergerak.
Bapak yang mendengar suara itu segera bangkit.
Dahi Daeng mengkerut saat melihat wajah istrinya sembab.
"Ai, kata Dokter kamu sudah bisa pulang!"
Ai langsug ingin turun dari ranjang. Daeng yang melihat hal itu pun, langsung mendekati ranjang istrinya. Untuk membantu istrinya. Akan tetapi niat baik, Captain ditolak mentah-mentah oleh Ai. Gadis itu malah berpegangan lengan kak Ayyas. Agar bisa turun dari ranjang.
Daeng hanya mampu menghela nafas berat. Istrinya tidak mau disentuh olehnya.
"Captain! Tolong jaga Ai! Bapak tidak bisa ikut nganter kalian ke rumah! Soalnya ada rapat dadakan di balai desa!" ujar Bapak dengan senyum terpaksa.
"Tidak apa-apa Pak! InsyaAllah Daen bisa jagain Ai!" jawabnya menatap istrinya, yang berpaling darinya.
...***...
Kedua pasangan itu keluar dari rumah sakit. Ai berjalan dibelakang suaminya. Setelah sampai di dekat mobil, Daeng pun membukakan pintu mobil untuk istrinya.
Akan tetapi Ai tak bergeming, gadis itu tetap berdiri di samping pintu mobil bagian penumpang.
"Masuklah!" tuturnya lembut, sambil menatap istrinya.
Ai menggeleng tidak bersuara.
Nampaknya kesabaran Daeng terus diuji. Dengan sikap istrinya yang remaja.
"Aida mau duduk di kursi penumpang?" Nadanya begitu lembut. Daeng mencoba untuk memahami istrinya.
Ai mengangguk pelan, tak berniat untuk memandang wajah suaminya. Atau menjawabi pertanyaan Daeng dengan suaranya.
Daeng pun menutup pintu mobil bagian depan. Lelaki itu menekan tarikan pintu mobil, yang biasanya terbuka otomatis.
"Masuklah!" ujarnya.
Ai pun langsung masuk mobil, pintu mobil pun tertutup sendiri.
Lain halnya dengan lelaki diluar sana, yang sering mengancam istrinya. Daeng tidak, lelaki itu hanya ingin istrinya nyaman saat berada bersamanya.
Daeng segera masuk mobil bagian kemudi. Captain menengok kebelakang, menatap Ai. Gadis itu menatap luaran mobil.
"Ai pakai seat belt nya! Meskipun kamu duduk di belakang. Alangkah baiknya mematuhi peraturan dan ini juga untuk keselamatanmu!" Daeng menasehati.
Ai segera menarik seat belt, akan tetapi gadis itu nampak kesusahan. Bukan karena nggak punya mobil jadi nggak bisa. Akan tetapi dia grogi karena Daeng menatapnya.
"Bisa enggak?" Daeng ingin berpindah dari kursi kemudi. Kebagian kursi penumpang. Guna membantu istrinya yang kesusahan.
"Tidak usah! Kakak fokus saja ke depan! Ai akan berusaha!" jawabnya pelan.
Daeng hanya tersenyum, Ai memang gadis yang tak tersentuh pikirnya.
Daeng pun memakai seat belt, kemudian menyalakan mesin mobilnya.
Daen menatap istrinya dari kaca kecil. Ternyata istrinya sudah memakai seat belt dengan benar.
Captain mengendarai mobilnya, tidak seperti biasanya dengan kecepatan tinggi.
Tidak ada pembicaraan dari keduanya. Membuat Daeng memilih menyalakan audio mobil.
...Aku hanya memanggilmu Ayah.
...
Jika aku kehilangan arah.
...Aku hanya mengingatmu Ayah.
...
Jika aku telah jauh darimu mu.
Nampaknya lagu yang Daeng putar, berhasil membuat tangis istrinya pecah. Gadis itupun mencengkram pegangan kursi. Seakan tak kuat lagi menahan kesedihan yang ada dalam hatinya. Lagu ini mengingatkan dia, saat tadi dirumah sakit. Saat Bapak hanya diam mendengar ucapannya. Saat kaki Bapak, lemas seakan tak kuat lagi. Menahan tubuhnya sendiri. Yang paling menyedihkan adalah saat Bapak merasa bersalah dengan apa yang terjadi pada putrinya. Membuat paruh baya itu mengucapkan maaf kepada putrinya.
"Bapakkkk Ai! Minta maaf haaaa ...hiks ...haaa!" Gadis itu kembali menangis.
Daeng terkejut saat mendengar istrinya menangis. Lelaki itu menepikan mobilnya.
"Ai, kenapa kamu?" Daeng nampak khawatir, lelaki itu mematikan audio dahulu. Sebelum membuka seat belt, dan berpindah ke bagian belakang kemudi.
"Bapakkkk maafin Ai!" Gadis itu menangis dengan mata terpejam.
Daeng berjongkok di depan istrinya. Lelaki itu meraih kedua tangan Ai. Dieluslah kedua tangan istrinya dengan ibu jari.
"Kenapa kamu Ai? Kamu teringat Bapak?" Suara suaminya terdengar lirih, sungguh lelaki yang berjongkok di depannya. Sangat jarang ditemui.
"Bapakkkk! Ai mau sama Bapak! Huhuuuuu!" Bak anak kecil yang dititipkan tetangga. Menangis karena orang tuanya tak kunjung pulang dari kerja.
"Iya, nanti kita ke rumah Bapak! Sayang!" Daeng mengelus kepala Ai, dengan satu tangannya. Karena yang satu masih mengeggam tangan Ai.
"Bapak! Ai minta maaf sama Bapak! Huaaaaaa!" Gadis itu benar-benar tidak sadar. Jika suaminya memegang tangannya. Kalau pun sadar sirine Ai pasti berbunyi.
"Bapak, pasti maafin Ai! Percayalah dengan ucapan Mas!" Daeng mencium tangan istrinya.
Ai yang tadi menangis, merasa punggung tangannya seperti ada yang mencium. Gadis itu pun membuka matanya. Betapa terkejutnya, saat melihat suaminya berjongkok di depannya.
"Aaaaaaaaaa ....aaaaa!" Ai menarik tangannya dari genggaman Daeng.
Gadis itu mengusap punggung tangan yang tadi dicium Daeng ke baju.
Sirine Ai telah berbunyi membuat telinga Daeng sakit.
"K-kak Daen nga-pain disi-ni? H-harusnya mengemudi!" Gadis itu mengkeret takut.
"Em ... nggak tahu! Kenapa ya Mas ada disini? Kamu tahu? Atau jangan-jangan Mas bisa berpindah tempat sendiri!" Bibirnya tersenyum mencoba menghibur istrinya. Yang sedang bersedih.
Bukanya terhibur Ai malah tambah takut. Buktinya keduanya tangannya mengepal. Giginya bergemeretak, badannya jangan tanya. Sudah pasti bergetar.
"Kak Daen! K-kembali di-depan!" Perintahnya.
Daeng menjulurkan tangannya dipipi istrinya. Lelaki itu mengelus dengan lembut.
"Aaaaaaa ....aaaa! Jangan sentuh!" Ai memejamkan matanya. Dia benar-benar ketakutan. Apalagi tangan Daeng lebar berotot pula. Jadikan gimana gitu.
Daeng segera berpindah tempat. Kalau tatap berada didekat istrinya. Pasti sirine Ai, akan terdengar kembali.
Daeng menggeleng pelan, mengingat tingkah istri gadisnya itu.
'Baru dicium tangannya saja sudah gitu. Apalagi cium yang lain' batin Daeng menggeleng.
Istilah kan nanti jadwal malam pertama bagi mereka. Setelah menikah tiga hari. Tapi melihat kondisi Ai, yang selalu teriak-teriak. Sepertinya malam pertama ditunda. Belum diapa-apain sudah lari terbirit-birit. Sungguh malang nasib Captain.
...***...
Mobil itu berhenti didepan gerbang, rumah klasik modern.
Tin ...tin ...tin
Mamang segera berlari, dan membukakan gerbang yang terbuat dari besi.
Tiga mobil berjejer rapi kebelakang Membuat Daeng memarkirkan mobilnya di belakang.
Ai menatap sekitar, wajahnya tidak menampakkan keheranan. Yang ada dalam otaknya hanya Bapak seorang.
"Aida! Ayo keluar kita sudah sampai rumah!"
Ai yang mendengar ucapan Daeng, langsung melepaskan seat belt.
"Ayo!" ujarnya yang berdiri di samping Ai.
Ai diam tak bergeming, gadis itu menunduk.
"Sayang! Ayo masuk, mama pasti nunggu kita!" Daeng menggandeng tangan Ai.
Akan tetapi Ai, tidak mau digandeng olehnya.
"Kak Dean! Jalan dulu nanti Ai berjalan dibelakang Kakak!" ujarnya pelan.
"Assalamu'alaikum!"
"Wa'alaikumussalam!" sahut Mbok pembantu rumah.
"A Daen! MasyaAllah sudah pulang! Ini eh istrinya?"
Ai hanya menunduk, gadis itu berdiri di belakang Daeng tepat.
Daeng mengangguk pelan sambil tersenyum tipis.
"Neng kenapa nunduk terus! Mbok kan, jadinya enggak bisa lihat parasnya!"
Daeng menengok kebelakang, dan benar istrinya hanya menunduk.
Akan tetapi tangan Ai terangkat, dan mengajak Mbok salaman.
Mbok pun menerimanya, saat Mbok ingin melepaskan tangannya. Ai menahannya kemudian mencium tangan Mbok.
"Neng, eh! Ya Allah! Sopan santunnya masih ada. Nggak seperti anak remaja sekarang!" ujar Mbok yang membuat Ai membatin.
'Mbok nggak tahu saja, keburukan Ai. Ai nggak sebaik yang orang lain pikirkan. Jika Ai benar-benar, baik! Maka Ai tidak akan membuat Bapak menangis seperti tadi di rumah sakit. Ai minta maaf Bapak?Tapi Ai, juga masih kesal karena pernikahan dadakan ini ' Satu buliran bening itu terjatuh kembali.
"Kita masuk duluan Mbok!" ujar Daeng memegang tangan istrinya
"Kak lepasin!" Ai bicara pelan.
Terdengar gelak tawa diruang tengah. Telinga Ai pun mendengar, membuat nyalinya menciut. Sepertinya di rumah mertuanya ada tamu.
"Aa!" Enna berteriak, membuat seluruh temanya yang tadi. Nonton Drakor mengalihkan pandangannya dari televisi ke orang yang Enna panggil.
"A Capt!" Empat remaja itu memanggil Daeng berbarengan. Membuat Ai kaget, istrinya yang tadi berdiri di belakangnya. Memutuskan untuk berdiri di samping kanannya, seolah mencari perlindungan. Dari penglihatan seseorang.
"Aa ke kamar dulu En!" ujarnya sambil merengkuh tubuh istrinya.
"Aa, pesan Enna mana!" Enna berlari mengejar kakaknya.
Sedangkan teman-teman Enna, saling melempar kode. Siapa gadis yang direngkuh Captain.
"Aa, lupa En!"
"Kan Enna, mesan nya sudah jauh-jauh hari!" Enna cemberut.
"Ya maaf En, pikiran Aa enggak konsen. Karena mikirin kesehatan Ai!"
"Ck!" Enna berdecak kesal, gadis itu pun berjalan kearah teman-temannya.
...***...
"Kenapa En? Tuh mulut manyun ae?"
"Aa, ngeselin! Masa dia lupa dengan pesanan yang aku mau!"
"Pasti ada alasannya! Istilah kan lu adik kesayangannya!" sahut Ayumi.
"He'em! Benar banget Aa, emang lagi mikirin kesehatan istrinya. Oleh karena itu dia lupa!"
"Apa? Istri?"
Enna mengangguk pelan sebagai jawabannya.
"Jangan bilang, gadis tadi itu istrinya!"
"Ya jelas lah, kalau nggak istrinya masa dibawa ke kamar! Yang ada sebelum pembukaan! Aa sudah dapat tinju dari papa!" Enna tersenyum saat mengingat kejadian dikamar Ai. Seolah dia sedang ikut penggerebekan, langsung gladi resik.
"Yang benar En?" Ayumi tidak percaya.
"Iya, masa gua bohong. Ngapain nambah dosa, cari pahala saja butuh energi!"
"Wah ... saingan baru dong En!" celetuk Gita.
"Lo gila! Gua mah waras! Ngapain ngembat kakak sendiri! Lu pada patah hati kan. Ngeliat Aa, kawin. Lu nggak punya harapan lagi! Cuih!"
"Bukan gitu maksud gua! Kalau dulu Aa lu memprioritaskan lu! Sekarang beda, lu akan tersisihkan dengan kedatangan gadis itu! Percaya deh!" ujar Gita membuat Enna mendelik.
"Aa nggak gitu!"
...***...
"Masuk Ai!" ujar Daeng sambil meletakkan kopernya.
Ai tak bergeming, gadis itu masih berdiri di depan pintu kamar.
"Masuklah ini kamar mu sekarang!" Daeng membuka pintu kamar lebar.
Ai menggelengkan kepalanya, mungkin kah gadis itu takut.
"Saya janji tidak akan ngapain-ngapain kamu!" Daeng menarik tangan Ai.
Saat Daeng ingin menutup pintu kamarnya. Istrinya segera memegang pintu itu dan menggeleng kepalanya. Seolah bilang jangan ditutup.
"Kenapa Ai?"
Gadis itu menggeleng cepat, mimik wajahnya menggambarkan ketakutan.
"Jangan takut, Mas nggak akan ngapain-ngapain kamu!"
Ai ngeri jika Daeng selalu mengucapkan kata Mas.
Tidak ada jawaban dari istrinya. Daeng pun menutup pintu kamarnya.
"Ai, kamu istirahat dulu! Mas mau mandi bentar lagi dzuhur!" ujar Daeng mengambil baju ganti terlebih dahulu.
Daeng takut jika sirine istrinya berbunyi. Saat melihatnya keluar kamar mandi, hanya pakai handuk saja.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 41 Episodes
Comments
Iin Nya Riswan
lama kesel dgn sikap
Aida...
2023-02-12
0
Reneea Raymond
maaf Thor maaf banget sifat ai kok gitu ya,keterlaluan,,,,jatuh nya kayak satu kilo kurang😁😁😁,,maaf banget thorrr,,maaff, yaaaa😁
2022-04-17
2
💮Aroe🌸
keki ma sirine😂😂😂😂
2022-04-15
0