Phoenix Reborn
Angin berhembus kencang menghasilkan suara gemerisik daun yang bising. Awan hitam bergulung di langit diiringi dengan kilatan cahaya yang menyambar ke segala arah. Di bawah pemandangan mencekam itu, berdirilah sebuah gedung tua dengan beberapa sisi atapnya yang berlubang menunjukkan kurangnya perawatan.
Istana Dingin, itulah nama gedung tersebut, sebuah tempat di mana para selir yang melanggar peraturan istana dibuang sebagai ganjarannya. Tidak diizinkan untuk mati, tapi tidak diberikan kesempatan untuk sepenuhnya hidup. Sebuah bentuk hukuman yang bahkan lebih buruk dibandingkan kematian.
"Lindungi Yang Mulia!" teriak seorang jenderal dengan garang, membuat sejumlah prajurit bergegas mengelilingi sang Putra Langit.
Ya, Putra Langit, panggilan bagi sang kaisar, pemimpin kerajaan.
Semua mata tengah mengarah kepada dahi seorang prajurit malang yang terbaring di atas tanah, menatapnya dengan takut dan ngeri. Reaksi yang masuk akal melihat sebuah belati tak berhati bersemayam di antara kedua alis prajurit tersebut.
Darah segar mulai mengalir keluar dari luka yang terbentuk akibat belati, membuat para prajurit mengalihkan pandangan kepada arah datangnya senjata itu.
"W-wanita itu!"
Seorang wanita berdiri tepat di pintu masuk gedung Istana Dingin dengan pakaiannya yang lusuh termakan usia. Dari wajahnya, terlihat kalau usia wanita itu baru mencapai seperempat abad. Wajahnya terlihat muda, tapi pancaran matanya terlihat lelah, seperti seseorang yang sudah lanjut usia.
Di saat sang kaisar masih sibuk memandangi mayat prajurit tak bernyawa itu, teriakan lantang terdengar dari arah pintu masuk Istana Dingin, "Ah!"
Suara kain robek dan daging terkoyak diiringi dengan erangan rendah seorang wanita. Hal tersebut membuat sang kaisar menoleh dan terbelalak ketika mendapati dua bilah pedang telah menembus tubuh wanita lusuh itu.
Mata wanita itu melotot dengan begitu mengerikan, membuat bola matanya seakan ingin melompat keluar dari soketnya. Dia terlihat tak menyangka akan menerima serangan seperti itu.
Ketika pedang yang menembus tubuhnya ditarik keluar tanpa belas kasihan, wanita itu mengerang kesakitan dan terjatuh lemas ke tanah. Sosoknya yang terjatuh mengizinkan semua orang untuk menatap sesosok wanita lain di belakangnya.
"Permaisuri, menjauhlah dari wanita itu!" teriak salah seorang prajurit, menyadarkan semua orang dari keterkejutan mereka.
Wanita dengan gaun yang dihiasi sulaman burung Feniks agung itu berlari keluar dari dalam gedung Istana Dingin. Sesuai panggilan yang disematkan untuknya, wanita itu ialah permaisuri kerajaan tersebut, istri sah dari sang kaisar.
“Kaisar!” Permaisuri berteriak dengan nada tinggi. “Aku takut sekali ….” Wanita itu menangis dan menenggelamkan wajahnya ke dalam pelukan kaisar, bersikap begitu manja dan membuat hati pria itu! terenyuh.
“W-Wushuang, kau tidak apa-apa?” tanya sang kaisar dengan lembut kepada permaisurinya itu. Akan tetapi, dengan cepat, mata kaisar kembali melirik wanita yang tergeletak di tanah itu.
Dengan tubuh yang bersimbah darah, wanita itu menengadahkan kepalanya untuk menatap kedua sosok agung tersebut. Melihat pria dan wanita dengan status tertinggi di kerajaan Shi saling bersanding di hadapannya, entah kenapa wanita itu memunculkan ekspresi terluka.
Dengan sisa tenaga yang dia miliki, wanita lusuh itu berteriak nyaring, “Huang Wushuang, Wang Chengliu … langit melihat semua yang telah kalian lakukan!”
Seakan mendukung ucapan wanita tersebut, suara gemuruh dan kilatan halilintar menyambar ke berbagai arah dengan ganas. Semua orang yang mendengar teriakan wanita itu bisa merasakan bulu di tubuh mereka meremang.
Mata wanita itu bertemu dengan sang kaisar, dan pancaran matanya sedikit melembut untuk sesaat. Akan tetapi, dalam sekejap pandangan itu dipenuhi dengan api kebencian.
“Wang Chengliu … aku menyesal telah mencintaimu!" geram wanita lusuh itu. "Di kehidupan berikutnya—!” Belum sempat menyelesaikan ucapannya, dia mulai terbatuk dan tersedak oleh darahnya sendiri. “Di kehidupan berikutnya, aku, Huang Miaoling, akan membalas semuanya!”
Seakan telah menggunakan seluruh tenaga yang dia miliki, tubuh Huang Miaoling ambruk ke depan. Di saat yang sama, terdengar raungan dari langit, memberikan kesan kalau para dewa sedang menyuarakan kepedihan dan kesengsaraan yang dirasakan wanita tersebut.
Napas Huang Miaoling terengah-engah, lelah berusaha memerangi rasa sakit yang menyelimuti jiwa dan raganya. Pandangannya perlahan membuyar akibat air mata dan kesadaran yang semakin lama semakin sulit dipertahankan.
Satu sosok muncul secara samar di benaknya, dan hati wanita itu pun mengerat. ‘Maaf, aku tak lagi kuat menunggu ….’ Selagi menghembuskan napas terakhir, wanita itu berbisik kembali di dalam hatinya, 'Tidak rela ... sungguh aku tidak rela ....'
***
Gadis yang sedang tertidur itu mengerutkan keningnya, bola mata yang berada di balik kelopaknya itu terus bergerak-gerak. Bulir-bulir keringat yang terbentuk di dahi perlahan menuruni pelipisnya.
Tiba-tiba, mata gadis itu terbuka lebar, memamerkan matanya yang bulat berwarna sehitam malam. Gadis itu dengan cepat terduduk, napasnya terengah-engah. Tangannya terus memegangi dadanya yang terasa sedikit sesak.
Setelah kesadarannya pulih, tangan gadis itu turun menyentuh perutnya. Matanya membesar mendapati keadaannya yang baik-baik saja. Kemudian, dia beralih menyentuh punggungnya … tidak ada masalah.
‘Aku … masih hidup?’
Gadis itu menyentuh wajahnya, terasa begitu lembut dan kenyal. Ketika dia melirik tangannya, gadis itu tersentak melihat jari-jari lentiknya digantikan oleh jari-jari yang sedikit lebih pendek. Kuku-kuku yang seharusnya kotor terlihat begitu bersih dan terawat.
Tanpa berpikir lebih lama, pandangan gadis itu langsung menyapu ruangan tempatnya berada. Pemandangan di dalam ruangan tersebut begitu familiar, begitu pula aroma wewangian kemenyan yang menyelimuti ruangan.
Sang gadis memiringkan kepalanya, merasa sangat familier dengan tempatnya berada. "Tempat ini ...."
Tiba-tiba, mata gadis itu tertumpu pada lukisan yang berada di dinding. Lukisan bunga anggrek itu terlihat begitu indah. Di pojok kanan bawah lukisan tersebut terdapat tiga karakter yang begitu familiar.
“Huang … Miao … Ling.” Itu adalah namanya.
Miaoling berdiri dari ranjangnya dengan hati-hati, mengantisipasi rasa sakit yang akan langsung menyerang tubuhnya. Akan tetapi, semuanya normal. Tidak ada rasa sakit, dia bisa berdiri tegak dan menggerakkan seluruh anggota tubuhnya dengan baik.
Dengan langkah kecil penuh ekspektasi, Miaoling menghampiri cermin kaca yang berada di meja riasnya. Di saat pantulan wajahnya muncul, kedua mata Miaoling terbelalak. Wajahnya berubah menjadi sangat muda, seakan-akan waktu telah berputar kembali ke beberapa tahun yang lalu.
Tangannya dengan hati-hati mengelus wajahnya. Kemudian, dia mencubit pipinya dengan kencang. “Ah!” pekiknya kecil karena rasa sakit. ‘Bukan mimpi …. Aku … aku telah kembali ke masa lalu!?’
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 312 Episodes
Comments
aynn
Bagus
2024-06-04
0
Rose_Ni
baca untuk yg ketiga kalinya
2024-01-21
1
°nina°
aroma nya agak horor ya biasa nya wangi bunga ini malah kemenyan
2023-07-17
5