NovelToon NovelToon

Phoenix Reborn

Bab 1 Kembali ke Masa Lalu

Angin berhembus kencang menghasilkan suara gemerisik daun yang bising. Awan hitam bergulung di langit diiringi dengan kilatan cahaya yang menyambar ke segala arah. Di bawah pemandangan mencekam itu, berdirilah sebuah gedung tua dengan beberapa sisi atapnya yang berlubang menunjukkan kurangnya perawatan.

Istana Dingin, itulah nama gedung tersebut, sebuah tempat di mana para selir yang melanggar peraturan istana dibuang sebagai ganjarannya. Tidak diizinkan untuk mati, tapi tidak diberikan kesempatan untuk sepenuhnya hidup. Sebuah bentuk hukuman yang bahkan lebih buruk dibandingkan kematian.

"Lindungi Yang Mulia!" teriak seorang jenderal dengan garang, membuat sejumlah prajurit bergegas mengelilingi sang Putra Langit.

Ya, Putra Langit, panggilan bagi sang kaisar, pemimpin kerajaan.

Semua mata tengah mengarah kepada dahi seorang prajurit malang yang terbaring di atas tanah, menatapnya dengan takut dan ngeri. Reaksi yang masuk akal melihat sebuah belati tak berhati bersemayam di antara kedua alis prajurit tersebut.

Darah segar mulai mengalir keluar dari luka yang terbentuk akibat belati, membuat para prajurit mengalihkan pandangan kepada arah datangnya senjata itu.

"W-wanita itu!"

Seorang wanita berdiri tepat di pintu masuk gedung Istana Dingin dengan pakaiannya yang lusuh termakan usia. Dari wajahnya, terlihat kalau usia wanita itu baru mencapai seperempat abad. Wajahnya terlihat muda, tapi pancaran matanya terlihat lelah, seperti seseorang yang sudah lanjut usia.

Di saat sang kaisar masih sibuk memandangi mayat prajurit tak bernyawa itu, teriakan lantang terdengar dari arah pintu masuk Istana Dingin, "Ah!"

Suara kain robek dan daging terkoyak diiringi dengan erangan rendah seorang wanita. Hal tersebut membuat sang kaisar menoleh dan terbelalak ketika mendapati dua bilah pedang telah menembus tubuh wanita lusuh itu.

Mata wanita itu melotot dengan begitu mengerikan, membuat bola matanya seakan ingin melompat keluar dari soketnya. Dia terlihat tak menyangka akan menerima serangan seperti itu.

Ketika pedang yang menembus tubuhnya ditarik keluar tanpa belas kasihan, wanita itu mengerang kesakitan dan terjatuh lemas ke tanah. Sosoknya yang terjatuh mengizinkan semua orang untuk menatap sesosok wanita lain di belakangnya.

"Permaisuri, menjauhlah dari wanita itu!" teriak salah seorang prajurit, menyadarkan semua orang dari keterkejutan mereka.

Wanita dengan gaun yang dihiasi sulaman burung Feniks agung itu berlari keluar dari dalam gedung Istana Dingin. Sesuai panggilan yang disematkan untuknya, wanita itu ialah permaisuri kerajaan tersebut, istri sah dari sang kaisar.

“Kaisar!” Permaisuri berteriak dengan nada tinggi. “Aku takut sekali ….” Wanita itu menangis dan menenggelamkan wajahnya ke dalam pelukan kaisar, bersikap begitu manja dan membuat hati pria itu! terenyuh.

“W-Wushuang, kau tidak apa-apa?” tanya sang kaisar dengan lembut kepada permaisurinya itu. Akan tetapi, dengan cepat, mata kaisar kembali melirik wanita yang tergeletak di tanah itu.

Dengan tubuh yang bersimbah darah, wanita itu menengadahkan kepalanya untuk menatap kedua sosok agung tersebut. Melihat pria dan wanita dengan status tertinggi di kerajaan Shi saling bersanding di hadapannya, entah kenapa wanita itu memunculkan ekspresi terluka.

Dengan sisa tenaga yang dia miliki, wanita lusuh itu berteriak nyaring, “Huang Wushuang, Wang Chengliu … langit melihat semua yang telah kalian lakukan!”

Seakan mendukung ucapan wanita tersebut, suara gemuruh dan kilatan halilintar menyambar ke berbagai arah dengan ganas. Semua orang yang mendengar teriakan wanita itu bisa merasakan bulu di tubuh mereka meremang.

Mata wanita itu bertemu dengan sang kaisar, dan pancaran matanya sedikit melembut untuk sesaat. Akan tetapi, dalam sekejap pandangan itu dipenuhi dengan api kebencian.

“Wang Chengliu … aku menyesal telah mencintaimu!" geram wanita lusuh itu. "Di kehidupan berikutnya—!” Belum sempat menyelesaikan ucapannya, dia mulai terbatuk dan tersedak oleh darahnya sendiri. “Di kehidupan berikutnya, aku, Huang Miaoling, akan membalas semuanya!”

Seakan telah menggunakan seluruh tenaga yang dia miliki, tubuh Huang Miaoling ambruk ke depan. Di saat yang sama, terdengar raungan dari langit, memberikan kesan kalau para dewa sedang menyuarakan kepedihan dan kesengsaraan yang dirasakan wanita tersebut.

Napas Huang Miaoling terengah-engah, lelah berusaha memerangi rasa sakit yang menyelimuti jiwa dan raganya. Pandangannya perlahan membuyar akibat air mata dan kesadaran yang semakin lama semakin sulit dipertahankan.

Satu sosok muncul secara samar di benaknya, dan hati wanita itu pun mengerat. ‘Maaf, aku tak lagi kuat menunggu ….’ Selagi menghembuskan napas terakhir, wanita itu berbisik kembali di dalam hatinya, 'Tidak rela ... sungguh aku tidak rela ....'

***

Gadis yang sedang tertidur itu mengerutkan keningnya, bola mata yang berada di balik kelopaknya itu terus bergerak-gerak. Bulir-bulir keringat yang terbentuk di dahi perlahan menuruni pelipisnya.

Tiba-tiba, mata gadis itu terbuka lebar, memamerkan matanya yang bulat berwarna sehitam malam. Gadis itu dengan cepat terduduk, napasnya terengah-engah. Tangannya terus memegangi dadanya yang terasa sedikit sesak.

Setelah kesadarannya pulih, tangan gadis itu turun menyentuh perutnya. Matanya membesar mendapati keadaannya yang baik-baik saja. Kemudian, dia beralih menyentuh punggungnya … tidak ada masalah.

‘Aku … masih hidup?’

Gadis itu menyentuh wajahnya, terasa begitu lembut dan kenyal. Ketika dia melirik tangannya, gadis itu tersentak melihat jari-jari lentiknya digantikan oleh jari-jari yang sedikit lebih pendek. Kuku-kuku yang seharusnya kotor terlihat begitu bersih dan terawat.

Tanpa berpikir lebih lama, pandangan gadis itu langsung menyapu ruangan tempatnya berada. Pemandangan di dalam ruangan tersebut begitu familiar, begitu pula aroma wewangian kemenyan yang menyelimuti ruangan.

Sang gadis memiringkan kepalanya, merasa sangat familier dengan tempatnya berada. "Tempat ini ...."

Tiba-tiba, mata gadis itu tertumpu pada lukisan yang berada di dinding. Lukisan bunga anggrek itu terlihat begitu indah. Di pojok kanan bawah lukisan tersebut terdapat tiga karakter yang begitu familiar.

“Huang … Miao … Ling.” Itu adalah namanya.

Miaoling berdiri dari ranjangnya dengan hati-hati, mengantisipasi rasa sakit yang akan langsung menyerang tubuhnya. Akan tetapi, semuanya normal. Tidak ada rasa sakit, dia bisa berdiri tegak dan menggerakkan seluruh anggota tubuhnya dengan baik.

Dengan langkah kecil penuh ekspektasi, Miaoling menghampiri cermin kaca yang berada di meja riasnya. Di saat pantulan wajahnya muncul, kedua mata Miaoling terbelalak. Wajahnya berubah menjadi sangat muda, seakan-akan waktu telah berputar kembali ke beberapa tahun yang lalu.

Tangannya dengan hati-hati mengelus wajahnya. Kemudian, dia mencubit pipinya dengan kencang. “Ah!” pekiknya kecil karena rasa sakit. ‘Bukan mimpi …. Aku … aku telah kembali ke masa lalu!?’

Bab 2 Pengkhianatan

Wajah seorang gadis yang berumur sekitar enam belasan terpampang di cermin yang berada di atas meja. Bola mata bulat yang berwarna hitam terlihat sama seperti rambut lebat yang panjangnya mencapai pinggang. Kulitnya yang terlihat sedikit terbakar matahari menunjukkan kalau gadis ini lebih sering berada di luar rumah dibandingkan di dalam kamar.

Walau usianya terlihat muda, pancaran matanya terlihat begitu dewasa, seakan dia telah melalui begitu banyak masalah dalam hidupnya. Sebuah tekad penuh arti terlihat membara dari ekspresi tegasnya.

"Huang Miaoling, kau sungguh kembali?" tanya gadis itu kepada dirinya sendiri.

Miaoling menutup matanya, mencoba memutar ingatan sebelum kematiannya. Kening gadis itu berkerut, sulit untuk mengingat ingatan manis. Hanya ada kepahitan dalam benaknya.

Huang Miaoling, anak ketiga dan putri pertama jenderal besar kerajaan Shi, Huang Qinghao. Ibunya bernama Wei Ningxin, putri pertama dari menteri keuangan, Wei Xinhao.

Selain ibunya, ayah Miaoling memiliki seorang selir yang bernama Jingxiang. Dari kedua istrinya, Huang Qinghao memiliki enam anak, empat laki-laki dan dua perempuan.

Setelah kepulangan sang Ayah dari medan perang di tahun ke-158 Dinasti Shi, Miaoling dijodohkan oleh sang Permaisuri dengan pangeran mahkota kerajaan Shi, Wang Zhengyi. Akan tetapi, pada saat itu, Miaoling telah memiliki perasaan dengan pangeran keenam, Wang Chengliu.

Tipikal seorang putri manja, Miaoling meminta ayahnya untuk membatalkan perjodohan tersebut tanpa memikirkan akibatnya. Perjodohan itu memang dibatalkan, tapi dengan sebuah ganjaran. Hancurnya reputasi sang Menteri Pertahanan, Huang Qinghao. Tentu saja, Miaoling tidak pernah mengetahui semua hal yang diderita ayahnya sebelum semuanya terlambat.

Dua tahun sejak perubahan perjodohan itu, Huang Miaoling menikah dengan Wang Chengliu. Sebuah pernikahan yang begitu diidam-idamkan oleh seorang gadis polos dan naif. Tidak pernah dia duga, kalau pernikahan itu … adalah pintu menuju neraka.

"Wang Chengliu ...," geram Huang Miaoling seraya mengepalkan tangannya.

Wang Chengliu adalah seorang pangeran yang penuh dengan ambisi. Beruntung, dia juga memiliki keahlian untuk mengimbangi ambisinya tersebut. Tidak hanya itu, dia memiliki seorang istri yang dengan sepenuh hati mendukungnya.

Seorang istri yang merupakan putri kesayangan sang Jenderal Besar, adik dari sang Menteri Pertahanan, dan cucu dari sang Menteri Keuangan.

Bukankah wanita itu sebuah permata?

Langkah demi langkah, Miaoling mendukung dan memperhatikan Wang Chengliu menjadi orang paling berkuasa di kerajaan Shi. Pada akhirnya, Wang Chengliu menjadi seorang kaisar, pria yang menduduki takhta naga, posisi yang diinginkan semua orang.

"Kebodohan, sungguh sebuah kebodohan!" maki Miaoling kepada dirinya sendiri.

Miaoling teringat saat-saat di mana begitu banyak partai oposisi yang mencoba menjatuhkan Chengliu dan menggulingkan pemerintahannya. Di saat itu, Miaolinglah yang maju ke barisan paling depan, memimpin pasukan dan menjatuhkan para musuh demi suaminya. Sebagai seorang putri dari jenderal besar, tidak mengherankan kalau gadis itu memiliki keahlian bela diri yang mencengangkan, begitu berbeda dengan wanita lain yang hanya tahu cara menyulam dan menjahit.

Setelah berhasil memperkuat kedudukan Chengliu sebagai seorang kaisar, keadaan di kerajaan pun stabil. Miaoling yang pada saat itu memiliki status sebagai seorang permaisuri, mendapatkan sebuah kabar kalau sebagai seorang kaisar, Chengliu harus mengambil selir. Sebagai permaisuri dan penguasa Istana Belakang [1], Miaoling harus bertanggung jawab akan hal ini.

Selain hadiah dari berbagai kerajaan lain, salah satu orang yang dikirimkan untuk menjadi selir sang Kaisar tak lain adalah adiknya sendiri, Huang Wushuang. Wushuang mengaku kalau itu adalah keinginannya sendiri, keinginan untuk menemani sang Kakak, takut kalau sang Kakak akan kesepian di istana yang begitu luas.

Sebagai seseorang yang naif, Miaoling pun mendukung segala sesuatu yang Wushuang lakukan, bahkan kalau hal itu menyangkut berbagi kasih sayang sang Suami dengan adiknya sendiri. Siapa yang mengira, adik yang sangat dia sayangi itu … akan menyerangnya dari belakang.

Tahun ke-165, kerajaan mendapatkan kabar gembira, salah satu selir sang Kaisar telah mengandung. Selir itu adalah Huang Wushuang.

Tidak lama setelah kabar gembira itu terdengar, sebuah kabar menyedihkan menyelimuti istana.

Huang Wushuang kehilangan janinnya.

Ya, wanita itu keguguran dan semua mata pun tertuju pada … Huang Miaoling, sang Permaisuri Agung.

Berbagai macam isu pun mengitari istana dan sampai di telinga kaisar. Permaisuri iri pada adiknya. Permaisuri meracuni adiknya. Permaisuri … telah membunuh keturunan kerajaan.

Ketika isu ini merebak, sang Kaisar dipaksa menyelidiki masalah ini. Tak disangka, semua bukti tertuju pada Huang Miaoling.

Tiga hari tiga malam lamanya Miaoling menerima siksaan dalam ruang interogasi bawah tanah. Penyiksaannya itu diikuti dengan penyiksaan lain, berita kematian Qiuyue, pelayan setia Miaoling.

Tidak tega melihat majikannya tersiksa sedemikian rupa, Qiuyue rela mengakui sebuah kesalahan yang tak pernah dia lakukan. Qiuyue rela menggunakan nyawanya sebagai ganti kebebasan Miaoling.

“N—Nona, aku tahu kau tidak salah …. Aku tahu kau tidak melakukan hal tersebut. Berhati-hatilah, Nona …. Dalangnya … dalangnya adalah Nona Kelima.”

Sebagai cara untuk meminta maaf kepada Wushuang karena tidak berhasil menjaganya dengan baik, Wang Chengliu menaikkan derajatnya menjadi seorang Guifei [2]. Mengetahui kalau dalang keguguran Wushuang sebenarnya adalah gadis itu sendiri, Miaoling mencoba untuk melaporkan hal itu kepada Chengliu. Akan tetapi, alih-alih mempercayainya, Chengliu malah memakinya sebagai seorang wanita bodoh dan naif yang mempercayai ucapan seorang pelayan dibandingkan adiknya sendiri.

Ucapan Chengliu membuat Miaoling tersadar dan dengan bodohnya … meminta maaf kepada Wushuang karena telah mencurigainya. Walau telah meminta maaf kepada Wushuang, hubungan Chengliu dan Miaoling menjadi sedikit renggang setelah kejadian itu.

Di tahun ke-167, dua tahun setelah kematian Qiuyue, Miaoling akhirnya mendapatkan sebuah kabar gembira, dirinya tengah mengandung. Akan tetapi, sepertinya, para dewa benar-benar membencinya. Belum sempat kandungannya mencapai usia tiga bulan, Miaoling … keguguran.

Chengliu marah besar dan memimpin penyelidikan kasus ini. Sangat lucu, tapi semua bukti hasil penyelidikan tersebut tertuju kepada Miaoling sendiri.

Dari hasil penyelidikan tersebut, Chengliu menemukan kalau Miaoling mencoba untuk menggunakan kegugurannya untuk menjebak Wushuang. Beruntung, Chengliu menemukan kejanggalan dan tidak salah menuduh Huang Wushuang.

“Kau adalah wanita yang begitu licik dan kejam! Teganya kau menjebak adikmu sendiri!” geram Chengliu pada saat itu.

Miaoling meminta keadilan, memohon di kaki suaminya agar dia menyelidiki hal ini kembali. Alih-alih menyetujui hal tersebut, Chengliu tanpa belas kasihan menendangnya di hadapan semua orang di ruang persidangan. Tatapan jijik yang diberikan oleh Chengliu menghancurkan hati Miaoling berkeping-keping.

“Kau tidak pantas menyandang status sebagai seorang permaisuri. Huang Miaoling, mulai dari hari ini … kau akan tinggal di Istana Dingin dan statusmu tidak lebih buruk dibandingkan seorang pelayan rendahan!

Membunuh keturunan kerajaan … membunuh anakmu sendiri! Kalau bukan karena Wushuang memohon pengampunan, aku akan mengambil nyawamu sebagai ganti nyawa anakku!”

Satu tahun lamanya Miaoling tinggal di Istana Dingin. Sendirian, tanpa pelayanan. Setiap hari, para pelayan istana hanya mengirimkan satu kotak berisikan dua roti keras tak berasa yang entah sudah berapa lama usianya.

Di malam hari, angin dingin yang menyeruak masuk membuat seluruh tubuh Miaoling menggigil. Pakaiannya terlalu tipis, tapi dia tidak memiliki selimut untuk melindungi dirinya. Di hari hujan, lubang di atap Istana Dingin memberikan jalan bagi air untuk masuk dan membasahi tempat tidur, membuat Miaoling terpaksa tidur di pojokan kotor bersama tikus-tikus yang sesekali mengitari tempat tersebut.

Tahun ke-168, Miaoling mendapatkan sebuah kunjungan dari seseorang yang tidak terduga. Huang Wushuang datang dengan jubah yang memiliki sulaman Feniks agung, menunjukkan kalau wanita itu telah diangkat menjadi seorang permaisuri.

“Kakak! Bagaimana keadaanmu?” tanya Wushuang penuh dengan kepura-puraan.

Berpikir kalau adiknya berniat menyelamatkannya keluar dari Istana Dingin setelah menjadi seorang permaisuri, hati Miaoling diselimuti oleh kehangatan, penuh dengan harapan dan kegembiraan.

Bodoh, begitu bodoh ….

[1] Istana Belakang: Istana tempat para selir dan permaisuri tinggal

[2] Guifei: Posisi selir tertinggi. Posisi istri kaisar yang tertinggi setelah permaisuri.

Bab 3 Sumpah Pembalasan

Tujuan Wushuang datang ke tempat itu tidak lain untuk memamerkan gelar barunya, gelar yang satu tahun lalu merupakan gelar yang disandang oleh Miaoling. Tidak hanya itu, tujuan utama wanita itu datang mengunjungi Miaoling … adalah untuk membunuhnya.

“Wushuang! Apa salahku padamu!?” teriak Miaoling seraya memberontak dan mencoba melepaskan diri dari dua prajurit yang mencengkeram kedua lengannya. Hatinya terasa begitu sakit mendengar kebenaran yang terucap dari mulut Wushuang.

Qiuyue benar … semuanya adalah ulah Wushuang. Dalang sebenarnya dari semua musibah yang menimpa Miaoling selama ini tidak lain adalah adiknya sendiri!

“Adik? Ha ha ha!” Wushuang tertawa nyaring mendengar ucapan Miaoling. “Sebagai anak dari seorang selir, tidak ada yang pernah benar-benar menganggapku sebagai adikmu! Aku selalu yang kedua bila dibandingkan dengan dirimu! Semua usaha yang kulakukan untuk menjadi yang terbaik tetap terselimuti oleh bayang-bayang dirimu!”

Merendah, menunduk, selalu menjadi yang kedua, semua hal itu menjadi alasan kebencian menumpuk di dalam hati Wushuang. Dianugerahi panggilan ‘Peony kerajaan’? Apa gunanya? Di penghujung hari, Wushuang hanyalah anak dari seorang selir yang memiliki kedudukan lebih rendah dibandingkan Miaoling yang merupakan putri dari istri sah!

Wushuang memperhatikan wajah kakaknya itu. Dua bola mata hitam yang begitu mirip dengan sang Ayah, hidung yang mancung dan dilengkapi dengan bibir tipis setipis kelopak bunga plum. Walau debu dan lusuh menyelimuti wajahnya, tapi Wushuang tidak bisa mengelak kalau Miaoling memang cantik.

Sayang, tidak cukup cantik bila disandingkan dengan Wushuang.

Sebuah tamparan tiba-tiba mendarat di wajah Miaoling. Alih-alih mengerang kesakitan seperti yang diharapkan oleh Wushuang, Miaoling menggertakkan giginya dan melotot ke arah Wushuang. Air mata yang berkumpul di pelupuk mata Miaoling membuat matanya berkaca-kaca.

“Wushuang … apa yang pernah kulakukan padamu sampai-sampai kau melakukan hal ini kepadaku? Menghasut suamiku, membunuh anak dalam kandunganku, menghancurkan hidupku …. Aku sama sekali tidak mengerti! Aku ini kakakmu!” teriak Miaoling, hatinya terasa begitu sakit. “Apakah aku pernah berbuat jahat padamu? Jelaskan!”

Wushuang berbalik dan membelakangi Miaoling, menghadap ke arah pintu yang terbuka lebar. “Kakakku? Hah!” Wushuang tersenyum mengejek.  “Salahkan dirimu menyukai pria yang salah. Dari semua pria yang ada di dunia ini, kau malah menyukai seorang pria yang menginginkan takhta ….” Wushuang terdiam sesaat sebelum akhirnya melanjutkan. “Huang Miaoling, kedudukan permaisuri adalah milikku seorang. Kau … tidak pantas!”

Ya, dia, Huang Wushuang … adalah wanita yang dianugerahkan panggilan ‘Peony Kerajaan Shi’, sebuah panggilan yang diberikan oleh sang Kaisar terdahulu karena kecantikannya yang tiada tara. Tidak hanya cantik, Wushuang juga merupakan wanita paling bertalenta di kerajaan Shi. Oleh karena itu, kedudukan permaisuri lebih pantas diduduki olehnya!

Di sisi lain, Huang Miaoling … siapa dia? Hanya seorang gadis yang dilahirkan oleh istri sah keluarga Huang. Tanpa perlu bekerja keras, permaisuri berniat menjodohkannya dengan Pangeran Mahkota, Wang Zhengyi. Akan tetapi, bukannya berterima kasih, dia malah beralih dan mengejar Pangeran keenam, Wang Chengliu.

Namun, sepertinya keberuntungan berada di pihak Miaoling. Wang Chengliu bukan hanya pria yang cerdas, dia juga memiliki ambisi tersembunyi. Dengan kemampuannya yang luar biasa, ditambah dengan dukungan keluarga Huang, Wang Chengliu berhasil merebut takhta dan menjadi kaisar. Sebagai istri sah Wang Chengliu, Miaoling secara otomatis menjadi … permaisuri.

Mengingat betapa mudahnya Miaoling mendapatkan kedudukan permaisuri yang dengan susah payah berusaha untuk dia dapatkan, Wushuang mengepalkan tangannya. Wanita itu tiba-tiba tersenyum mengejek. ‘Heh, tapi memang takdir berada di pihakku, kedudukan permaisuri sekarang sudah menjadi milikku.’

Setelah mendengar ucapan Wushuang, Miaoling menatapnya kosong. “Hanya … karena kau ingin menjadi seorang permaisuri?” Miaoling tidak pernah menyangka kalau adiknya akan menghancurkan hidupnya hanya karena sebuah kedudukan.

Kalau bukan karena Wang Chengliu dan ambisinya, Miaoling tidak akan pernah untuk bahkan bermimpi menjadi seorang permaisuri. Kalau bukan karena Miaoling mencintai Wang Chengliu dan membantunya, pria itu juga mungkin tidak akan pernah menjadi seorang kaisar. Kalau Wang Chengliu bukan seorang kaisar, apakah adiknya akan melakukan hal sekejam ini?

Takdir … telah mempermainkan dirinya.

Malas berdebat lebih jauh dengan Miaoling, Wushuang langsung menurunkan perintah, “Berikan Huang Miaoling pilihannya!”

Setelah Wushuang mengatakan hal tersebut, seorang kasim yang sedari tadi berada di pojok ruangan langsung menghampiri Miaoling dengan sebuah nampan kayu. Di atas nampan kayu itu terdapat dua benda, sebuah cangkir dan sebuah belati.

Kedua benda itu adalah pilihan bagi Miaoling. Mati dengan racun … atau mati dengan belati.

Kedua prajurit langsung melepaskan cengkeraman mereka terhadap Miaoling, masing-masing bersiaga sembari menyentuh pangkal pedang mereka … kalau-kalau wanita di hadapan mereka itu melakukan sesuatu yang tidak-tidak.

“A Cheng [1] tidak akan pernah memaafkanmu!”

Ucapan Miaoling langsung membuat Wushuang tertawa keras. “Ha ha ha! Apa katamu? Chengliu tidak akan pernah memaafkanku? Tidakkah kau tahu? Dia adalah orang yang paling menginginkan kematianmu!”

“Tidak mungkin! A Cheng tidak akan melakukan itu kepadaku!” Miaoling mengepalkan kedua tangannya. Entah kenapa, mulutnya terasa asam ketika mengatakan hal tersebut.

“Huang Miaoling, kau benar-benar seorang wanita bodoh. Cinta telah membutakanmu dari kenyataan sebenarnya! Keberadaanmu bagaikan duri dalam daging bagi Wang Chengliu.” Wushuang mendengus. “Seorang permaisuri yang menguasai dua per tiga kekuatan militer kerajaan dan selalu ikut campur dalam urusan pemerintahan. Bagaimana mungkin Wang Chengliu bisa sepenuhnya menguasai kerajaan Shi dengan dirimu di sisinya?

Tidak hanya itu, kau selalu bertentangan dengan keinginannya. Dengan lancang kau berani mempertanyakan setiap keputusannya di depan para menteri dan pejabat kerajaan. Kenapa kau tidak sekalian mengambil posisi kaisar?!” ujar Wushuang dengan sebuah senyuman mengejek.

Pandangan Miaoling jatuh ke lantai, hatinya menghentikan benaknya untuk mengakui hal tersebut. “A Cheng ….”

Miaoling tidak berani percaya kalau suaminya akan berpikir seperti itu. Suaminya pasti tahu … tahu kalau semua yang Miaoling lakukan … adalah untuk kebaikan Wang Chengliu dan kerajaan ini!

Akan tetapi … begitukah?

Apakah dirinya hanya sebuah duri dalam daging?

Akankah lebih baik baginya untuk pergi dari sisi Wang Chengliu?

Bisakah pria itu lebih…  bahagia?

Miaoling mengulurkan tangannya untuk meraih salah satu benda dari nampan, terlihat dia ingin meraih cangkir berisi racun. Di saat tangan Miaoling menyentuh cangkir tersebut, kedua prajurit pun sedikit menghela napas, sedikit lega melihat wanita itu tidak berniat melawan.

Mata Miaoling menatap cairan gelap di dalam cangkir. Itu … adalah kematian. Miaoling mendekatkan cangkir itu ke bibirnya, matanya tertutup.

Tiba-tiba, mata Miaoling terbuka, membuat Wushuang langsung tersentak. Pandangan wanita itu tidak terlihat seperti seseorang yang sudah menyerah. Wushuang pun langsung mengerti apa yang Miaoling ingin lakukan.

Sebelum Wushuang sempat mengatakan apapun, Miaoling langsung melemparkan isi cangkir ke arah kedua prajurit di belakangnya. Kemudian, dia meraih belati di atas nampan, mendorong kasim tersebut menjauh dari jalannya dan melesat secepat mungkin ke arah Wushuang.

Dengan belati terarah ke leher Wushuang, semua orang langsung tergagap. Dari mana datangnya tenaga wanita ini?! Tiga hari sebelumnya, Wushuang sudah menyuruh para pelayan untuk tidak memberikannya makanan sama sekali. Bagaimana mungkin Miaoling masih memiliki begitu banyak tenaga?

Kenyataannya, tidak ada dari mereka yang tahu kalau Miaoling berjuang mati-matian untuk tetap hidup tiga hari belakangan ini. Dengan daging tikus sebagai lauknya dan air dari hujan yang sesekali turun sebagai minumannya, Miaoling berhasil bertahan hidup … sampai hari ini.

“H-Huang Miaoling, K-kau—!” Wushuang langsung menutup mulutnya ketika Miaoling mendekatkan belati itu ke lehernya. Kalau wajahnya hancur, Wushuang tidak akan bisa mempertahankan posisinya sebagai seorang permaisuri.

“Perintahkan semuanya untuk menjauh! Kalau tidak, jangan salahkan aku menghancurkan wajahmu!” Miaoling tahu, wajah cantik adalah senjata paling hebat yang Wushuang miliki selain kelicikannya yang tiada tara. Tanpa wajah cantiknya, Wushuang tidak akan pernah bisa mempertahankan posisi permaisuri yang dia impikan itu.

Wushuang baru saja mendapatkan posisi ini! Dia tidak rela kehilangan kedudukannya secepat ini! Tidak … dia tidak rela kehilangan kedudukannya sebagai permaisuri sampai kapanpun! Hanya dirinya yang bisa menjadi permaisuri, hanya Huang Wushuang!

“Mundur! Semuanya mundur!” perintah Wushuang setengah berteriak. Lehernya dengan sengaja dicondongkan menjauh dari belati yang hampir menyentuh kulitnya yang mulus itu. “Huang Miaoling! Kalau kau menghancurkan wajahku, aku tidak akan membiarkanmu mati dengan mudah!”

“Heh!” Miaoling mendengus. “Kau pikir kau berada di posisi untuk mengancamku?” Setelah mengatakan itu, ekspresi Miaoling mengeras. “Bawa aku menemui A Cheng,” ucapnya. Miaoling ingin mendengar sendiri kalau pria itu benar-benar mengutus Wushuang untuk membunuhnya atau tidak.

Tiba-tiba, sebuah suara yang familiar berteriak dari arah luar ruangan. “Berhenti!”

‘Suara itu ….’ Hati Miaoling langsung melembut. Suara itu adalah suara yang tidak akan pernah dia lupakan seumur hidupnya.

Miaoling menurunkan belatinya. Dengan sebuah senyuman terlukis di wajahnya, Miaoling memutar tubuhnya untuk melihat pemilik suara tersebut.

“A Chen—!”

Belum sempat Miaoling menyelesaikan ucapannya, wanita itu langsung membeku ketika pria dengan wajah tampan itu mengarahkan sebilah pedang ke arahnya. Benci, takut, dan … jijik. Itu adalah pandangan yang diberikan oleh pria tersebut.

“A … Cheng?”

Mata Wang Chengliu melirik ke arah Wushuang yang jatuh terduduk di lantai sembari menyentuh luka goresan di lehernya yang mulai mengeluarkan darah. “Huang Miaoling! Kau adalah wanita yang sangat kejam! Mencoba membunuh adikmu sendiri …. Aku benar-benar telah salah menilaimu. Tidak seharusnya aku menikahi dirimu!”

“A Cheng, aku bisa menjelaskan—!”

Miaoling melangkah maju satu langkah, berniat menghampiri suaminya itu dan menjelaskan semuanya. Dia tidak memiliki maksud untuk melukai Wushuang, dia hanya dipojokkan dan tidak memiliki jalan lain!

“Tutup mulutmu!” Suara Wang Chengliu yang begitu keras membuat Miaoling tersentak.

Ekspresi Wang Chengliu jelas menunjukkan kalau dia tidak berniat mendengar apapun yang diucapkan Miaoling. Di mata pria itu … di mata semua orang, Miaoling adalah penjahat sebenarnya.

Di saat Miaoling dan Wang Chengliu sedang sibuk menatap satu sama lain, Wushuang melirik salah satu prajurit yang berada di belakang Wang Chengliu, wanita itu mengangguk kecil kepada prajurit tersebut. Melihat kode yang diberikan oleh Wushuang, prajurit itu pun langsung menarik belati kecil dari pinggangnya dan mulai menghampiri Wang Chengliu.

Miaoling yang pertama kali melihat hal tersebut bergegas mencoba menghentikan prajurit itu. Dengan cepat, Miaoling melemparkan belati di tangannya. Ketika belati yang dilemparkan oleh Miaoling melewati sisi wajahnya, Wang Chengliu yang masih bingung dengan apa yang sedang terjadi hanya bisa membeku di tempatnya. Dalam sekejap, belati yang dilemparkan Miaoling tertancap tepat di tengah dahi prajurit tersebut.

Melihat prajurit itu jatuh lemas tak bernyawa, tubuh Miaoling yang menegang karena khawatir kembali santai melihat suaminya aman. Di saat Chengliu sedang memperhatikan mayat prajurit itu, Miaoling bisa merasakan dua bilah besi dingin menyentuh kulitnya dan dengan cepat mengoyak dagingnya, menembus tubuhnya.

Hal terakhir yang Miaoling lihat … adalah sosok suaminya memeluk wanita lain selagi menatap dirinya seperti kotoran yang harus segera menghilang. Itu adalah akhir dari kehidupan Huang Miaoling, istri dari Wang Chengliu, Permaisuri yang Terbuang.

Mengingat kematiannya yang begitu tragis di kehidupan sebelumnya, Miaoling memukul keras meja rias yang ada di depannya. Pukulan Miaoling begitu keras hingga semua barang-barang yang ada di atas meja itu berjatuhan ke lantai.

‘Semuanya … semua orang yang telah menindasku … aku akan membalas mereka semuanya!’

Tiba-tiba, suara seorang gadis yang berasal dari luar ruangan mengagetkan Miaoling. “Nona, Nona … apakah kau baik-baik saja?”

Kepala Miaoling dengan cepat berputar menghadap pintu panel. Bayangan seorang gadis yang terbentuk akibat sinar matahari yang menyeruak masuk bisa terlihat. Suara itu … Miaoling sangat mengenalnya. Selama dua puluh dua tahun, suara itu telah menemaninya dengan setia.

Tanpa mengatakan apapun lagi, Miaoling langsung berlari kecil ke arah pintu. Jantungnya berdetak dengan begitu kencang, begitu senang, begitu girang, begitu tidak sabar.

Ketika dia membuka pintu tersebut, mata Miaoling bertemu dengan mata polos seorang gadis. Gadis itu mengenakan pakaian seorang pelayan. “Qiuyue ….”

____

[1] A Cheng: panggilan Huang Miaoling untuk suaminya. Perlu diperhatikan kalau ‘A + nama merupakan salah satu kata yang sering digunakan untuk panggilan sayang.

____

A/N: Hello Readers, ini Luke, Author dari Phoenix Reborn / 重生嫡女. Penasaran menurut kalian sejauh ini apa tanggapan kalian mengenai cerita ini? Dalam hal diksi, karakter, dll. Author excited banget untuk dengar pendapat kalian.

Also, this time, Author punya gift untuk kalian, yaitu image characters~ Yay~ Disclaimer ya, gambarnya bukan hasil gambar Author, tapi nama dan editan itu semua hasil kerja Author.

Thank you for reading this far! See you in the next chapter!

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!