Jalanan di kota Zhongcheng [1] terlihat ramai seperti biasanya. Begitu banyak orang berlalu-lalang, entah sedang menjalankan tugas mereka atau hanya berjalan-jalan melihat keramaian.
Tawa dan senyuman anak-anak kecil yang bermain riang terdengar nyaring di telinga. Bisa dilihat beberapa pemuda-pemudi saling melemparkan senyuman dan lirikan penuh arti. Tak lupa juga teriakan para pedagang yang mencoba menjual dagangan mereka menambah ramainya suasana jalanan kota.
Tiba-tiba, suara garing ketukan sepatu kuda dengan jalanan berbatu yang diiringi oleh suara roda kereta membuat semua orang menoleh.
“Lihat! Itu adalah rombongan kereta kuda keluarga Huang.” Seorang pejalan kaki menunjuk ke arah rombongan kereta yang diiringi beberapa prajurit berkuda di depan dan belakang.
Terlihat tiga kereta yang diiringi oleh sepuluh prajurit berkuda, puluhan prajurit berjalan, dan beberapa pelayan. Semua pejalan kaki langsung menyingkir dari jalan tengah dan memberikan jalan pada rombongan tersebut. Simbol yang tertera di kereta kuda itu jelas-jelas menunjukkan kalau kereta itu adalah milik keluarga Huang.
Ada beberapa orang yang terlihat bingung. “Kenapa rombongan itu mengarah ke gerbang kota?” tanya seorang pria yang sedang duduk di kedai pinggir jalan.
Pemilik kedai kecil yang sedang sibuk memijat adonan mienya berhenti sesaat untuk menjawab pertanyaan tamunya itu. “Ah, Anda tidak tahu? Hari ini adalah hari pulangnya Jenderal Besar Huang Qinghao ke ibukota. Sekitar satu minggu yang lalu, sudah ada berita kalau sang Jenderal akhirnya memenangkan perang dengan dengan suku Sihan. Sepertinya, mereka bersiap menyambut para pasukan itu.”
Di dalam kereta, Miaoling melihat Junyi dan Hanrong sedang bermain. Hanrong terlihat merengut selagi Junyi terlihat tenang. Setelah beberapa saat, Junyi melirik ekspresi Hanrong yang seperti ingin menangis.
Ketika Junyi melihat hal itu, dia langsung berkata, “Ah, aku menyerah. Aku melakukan kesalahan. Kak Hanrong, kau terlalu hebat.”
Mendengar hal itu, ekspresi Hanrong langsung berubah. Ekspresinya terlihat begitu senang, matanya berbinar dengan begitu lucu. Walaupun dia tidak tahu kesalahan apa yang Junyi buat, tapi di benak polosnya, yang penting dia menang.
“Wah! Aku menang!” ujar Hanrong. “Kakak! Kau lihat, kan? Aku menang!” Hanrong berteriak girang dan terlihat bangga akan kemenangannya.
Miaoling tersenyum dan melirik Junyi sekilas, sebuah senyuman tipis terlukis di wajah bocah kecil itu. Melihat hal itu, Miaoling menggelengkan kepalanya.
“Junyi, Hanrong, dalam waktu dua hari, Kakak mau kalian menyalin strategi Ci Yun [2] sebanyak lima kali.”
Begitu Miaoling mengucapkan hal tersebut, Hanrong dan Junyi langsung terbelalak, tidak mengerti. “Ah? Kenapa?!” tanya Hanrong dengan tidak senang. Walaupun Junyi juga tidak terima, tapi dia hanya merengut dan tidak berani melawan ucapan Miaoling.
“Pahami strategi Ci Yun selagi kalian menyalin, kalian akan mengerti kenapa aku menyuruh kalian melakukan hal ini,” jelas Miaoling masih tersenyum.
Dengan wajah setengah marah dan setengah ingin menangis, Hanrong langsung melipat kedua tangannya. “Aku tidak suka dengan Kak Miaoling lagi.”
Ucapan Hanrong membuat Junyi sedikit terbelalak. Kemudian, dia menarik-narik lengan baju Hanrong kecil. “Kakak, tidak boleh berkata seperti itu.”
Hanrong langsung menepiskan tangan Junyi dengan kasar. “Memangnya, kau pikir kau siapa sampai bisa sembarangan melarangku?!” Tangan Hanrong terangkat dan bersiap untuk memukul Junyi.
“Huang Hanrong!” Miaoling memanggil nama Hanrong dengan nada membentak membuat bocah itu membeku. ‘Jingx**iang sudah terlalu memanjakannya sampai tidak tahu aturan seperti ini!’
Miaoling melotot ke arah Hanrong seperti ingin segera menerkamnya. Meiliang yang sedari tadi hanya memperhatikan kejadian di depannya dengan sebuah senyuman langsung kebingungan.
Sedari dulu, semua orang di kediaman Huang selalu memanjakan Hanrong, begitu pula dengan Miaoling. Setiap kesalahan yang Hanrong buat hanya akan ditepiskan dengan alasan ‘dia masih anak kecil’. Akan tetapi, sepertinya, sekarang Miaoling berniat membenarkan kesalahan itu.
Walaupun Meiliang tahu kalau Miaoling berniat baik, tapi pancaran mata gadis itu terlihat begitu mengerikan. Meiliang pun tersenyum tipis dan berusaha menenangkannya. “Miaoling, jangan terbawa emosi.”
Di sisi lain, tubuh Hanrong bergetar karena takut dengan ekspresi wajah kakaknya. Hanrong tidak sempat memikirkan kesalahan apa yang dia perbuat sampai kakaknya marah sedemikian rupa. Di dalam benaknya, Hanrong hanya merasa takut kepada Miaoling.
Dalam sekejap, Miaoling tersenyum. “Apakah kalian pernah mendengar cerita tentang ‘dua anak saudagar kaya’?” tanya Miaoling kepada kedua adiknya.
Hanrong yang tadinya ketakutan langsung menggelengkan kepalanya dengan bingung begitu mendengar pertanyaan Miaoling. Sama seperti kakaknya, Junyi juga menggelengkan kepala, tidak tahu cerita yang Miaoling bicarakan.
Miaoling pun mulai menceritakan tentang seorang saudagar kaya yang memiliki dua anak lelaki. Anak pertama adalah seorang pekerja keras. Walaupun tahu sang Ayah memiliki banyak uang, tapi dia tetap bekerja di ladang setiap harinya. Di sisi lain, anak yang paling kecil sangat dimanja dan dia pun lebih senang berpesta dan menghabiskan uang.
Suatu hari, anak kedua datang kepada sang Ayah untuk meminta uang. Akan tetapi, pada saat itu, sang Ayah sedang mengalami kesulitan uang sehingga dia tidak memberikan sepeser uang pun kepada anaknya. Anak itu marah besar dan beralih kepada sang Kakak. Walaupun adiknya memiliki sikap buruk, sang Kakak sangat menyayangi sang adik dan memanjakannya. Dengan uang yang dia dapatkan dari hasil kerja kerasnya, sang Kakak memberikan uang kepada adiknya.
Hal itu terus berulang sampai akhirnya sang Kakak tidak lagi memiliki simpanan. Berpikir kalau sang Kakak enggan memberinya uang dan bukan karena tidak punya, sang Adik marah besar dan keduanya pun bertengkar hebat. Sang Ayah yang mendengar hal ini juga marah dan mengusir sang Adik keluar dari rumah.
Setelah dia diusir, sang Adik membawa semua harta benda yang dia miliki dan terus berfoya-foya. Berpikir kalau dia adalah anak seorang kaya, semua orang mendekatinya hanya untuk mendapatkan keuntungan dari sang Adik. Tentu saja, sang Adik tidak menyadari hal ini dan malah memberikan uang kepada ‘teman-teman’nya itu.
Satu minggu lamanya dia berpesta tanpa henti sampai akhirnya dia tersadar kalau harta benda yang dia miliki telah habis untuk membiayai pesta-pesta yang dia adakan. Ketika dia meminta tolong kepada orang-orang yang menemaninya berpesta dan dia anggap sebagai ‘teman’, teman-temannya itu enggan menolongnya. Melihat sang Adik tidak lagi ada gunanya, mereka tidak lagi berteman dengannya. Dalam satu minggu, sang Adik jatuh menjadi orang miskin.
“Menurut kalian, siapa yang salah dalam cerita ini?” tanya Miaoling kepada kedua adiknya.
Junyi berkata dengan ragu, “Aku rasa … sang Adik yang salah.”
“Kenapa?”
“Uh … dia tidak tahu kesulitan ayah dan kakaknya, tapi dia marah kepada mereka dan berpikir keduanya tidak mau memberinya uang. Selain itu, kenapa dia tidak mencari uang sendiri?” Junyi terlihat sedikit kesal dengan karakter sang Adik. Ekspresi tidak sukanya yang lucu membuat Miaoling dan Meiliang terkekeh.
Miaoling tidak mengangguk dan tidak menggeleng, dia melirik Hanrong. “Bagaimana menurutmu, Hanrong?” tanya Miaoling.
“Menurutku, yang salah adalah mereka yang memanjakannya,” jawab Hanrong yang diikuti dengan senyuman Miaoling. “Kalau saja keduanya tidak memanjakannya dari awal, mungkin sifat sang Adik tidak akan menjadi seburuk itu.
Oh! Oh! Selain itu, bukankah mereka keluarga? Kenapa mereka tidak menceritakan mengenai kesulitan mereka kepada sang Adik? Kalau mereka memberitahu sang Adik mengenai masalah mereka, siapa tahu sang Adik tidak akan marah dan bertindak semena-mena seperti itu,” lanjut Hanrong dengan penasaran.
Ucapan ini membuat alis Miaoling sedikit berkedut. Cerita saudagar kaya dan kedua anak itu sebenarnya didasari oleh kehidupan Miaoling sebelumnya. Mengingat bagaimana sang Ayah dan kakak-kakaknya begitu memanjakannya, membelanya mati-matian agar dia bisa menikahi Wang Chengliu. Pada akhirnya, semua perjuangan yang mengatasnamakan kasih sayang itu sama saja dengan menggali peti mati untuk Miaoling.
Miaoling tidak ingin hal yang sama terjadi kepada Hanrong dan Junyi.
Sebelum Miaoling sempat menjelaskan, Junyi tiba-tiba berkata dengan suara rendah, “Terkadang, seseorang tidak bisa dengan leluasa menceritakan kesulitannya ….” Sadar kalau dirinya baru saja bergumam cukup keras untuk didengar semua orang, Junyi terbelalak dan langsung menunduk dengan malu.
‘Kesulitan ….’ Miaoling berbisik dalam hatinya. ‘Ya, b**enar …. Takut kalau kenyataan sebenarnya akan menyakiti perasaan seseorang yang mereka sayangi. Demi menghindari hal tersebut dan membiarkan keinginan orang yang mereka sayangi terpenuhi, mereka lebih rela disakiti sebagai gantinya.’
Benak Miaoling berputar pada kejadian di mana dia mengetahui kalau reputasi ayahnya hancur karena tindakannya, dipermalukan berkali-kali di Persidangan Istana oleh para menteri lainnya. Itu merupakan siksaan yang sangat berat untuk pria yang penuh harga diri seperti Huang Qinghao. Akan tetapi, demi putrinya … demi Miaoling, dia rela bertahan.
“Jawaban kalian … tidak ada yang salah.” Miaoling menatap kedua adiknya. Kemudian, setelah beberapa saat, dia berkata, “Apa yang kalian pelajari dari cerita ini?”
Hanrong dan Junyi saling menatap satu sama lain dengan bingung. Setelah beberapa saat, keduanya menganggukkan kepala mereka, sudah mendapatkan jawaban.
“Jangan egois. Kalau seseorang tidak melakukan hal yang kita inginkan, kita tidak boleh langsung menyalahkan mereka. Kita harus mencari tahu alasan sebenarnya mereka tidak melakukan hal tersebut,” jawab Hanrong.
“Kalau seseorang yang kita sayangi berbuat salah, kita harus membenarkan kesalahan mereka dan bukan menutupi kesalahan itu. Begitu?” tanya Junyi yang sedikit kurang yakin dengan jawabannya.
Jawaban kedua adiknya membuat Miaoling mengangguk puas. “Dengan begini, apakah kalian tahu kesalahan yang kalian perbuat?”
Hanrong terdiam, sedikit kesulitan menghubungan satu hal dan hal lainnya. Di sisi lain, Junyi terlihat enggan mengatakan isi hatinya. Kereta tersebut hening untuk waktu yang cukup lama sebelum akhirnya sebuah suara memecah keheningan. “Kak Hanrong, aku ingin meminta maaf.”
Hanrong menoleh ke arah Junyi dengan kaget. “Hah? Kenapa?” tanyanya bingung.
“Aku … aku membohongimu tadi.” Junyi mengerutkan keningnya. “Ketika kita bermain … sebenarnya … sebenarnya, aku tidak melakukan kesalahan apa-apa. Aku berpura-pura telah berbuat salah agar kalah darimu.”
Hanrong memiringkan kepalanya. “Kenapa?”
Tanpa berani menatap mata Hanrong secara langsung, Junyi melanjutkan, “Aku lihat kau kesulitan dan ekspresi wajahmu tidak senang …. Oleh karena itu, aku … aku memutuskan untuk mengalah.”
Mendengar penjelasan Junyi membuat Hanrong terbelalak, tidak menyangka kalau adiknya bisa berpikiran seperti itu. Dia pun terdiam dan menatap wajah adik kecilnya dalam-dalam. Semakin diperhatikan, Hanrong merasa kalau adik kecilnya itu terlihat begitu kasihan.
Hanrong menatap tangan Junyi yang dibungkus perban akibat terkena teh panas tadi. Lalu, dia juga teringat ketika Jingxiang hampir saja memukul adiknya itu. Hanrong baru tersadar betapa Jingxiang selalu bersikap begitu kasar kepada Junyi, begitu pula pelayan-pelayan lain.
Kalau bukan karena Miaoling yang tadi menyuruh Junyi untuk menukar pakaiannya, Hanrong yakin kalau adiknya itu akan keluar dengan pakaian lusuh seperti biasanya. Semakin lama, Hanrong tersadar kalau selama ini … hidup Junyi tidak mudah.
Tiba-tiba, mata Hanrong berkaca-kaca. Kemudian, dia memeluk Junyi. “Maaf, Junyi! Maaf! Aku juga salah! Aku tidak seharusnya bersikap kasar padamu.”
Hanrong sadar kalau Junyi melakukan hal itu karena rasa sayang. Ketika Junyi memperingatkannya mengenai sikapnya yang tidak sopan kepada Miaoling, Hanrong malah marah dan berniat untuk memukul adik kecilnya itu. Hati Hanrong merasa malu dan sakit, tidak menyangka dirinya tidak sadar akan kebaikan hati adiknya.
Kaget dengan perubahan sikap kakaknya, Junyi juga mulai menangis. Miaoling dan Meiliang melirik satu sama lain. Kemudian, keduanya tersenyum, senang melihat kedua kakak-beradik itu bisa saling menyayangi seperti ini.
______
[1] Zhongcheng (中城): ibukota kerajaan Shi
[2] Ci Yun: Buku strategi random yang berasal dari otak Author. (Oops)
______
A/N: Nihao, Readers! Chapter kali ini bisa kalian anggap sebagai chapter fillers sebenarnya. Authors cuma mau membawa kalian lebih dekat dengan karakter sampingan kita yang lucu-lucu, Huang Junyi dan Huang Hanrong. Maaf ya kalau main storyline harus ditunda satu chapter hehe.
Anyways, thank you for reading!****Don't forget to leave a comment, a vote, and share!**
Sampai ketemu di episode berikutnya.
Mau tanya sedikit, kalau kalian di posisi Miaoling ... sudah dikhianati segitu rupanya oleh pasangan kalian, apakah kalian bisa memaafkan orang tersebut kalau dia berubah? Perlu sedikit thoughts.
Jawab di kolom komen please hehe.
Makasih!
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 312 Episodes
Comments
Putri Dhamayanti
aku sih No 🤭
2024-07-29
0
🌲🌲🌲 🍎🍎🍎 🌲🌲🌲
Tuku ketan nek prapatan
balikan karo mantan
podo karo mangan jangan ngetngetan
😂😂😂😂😂😂😂😂😂😂😂😂
2023-12-17
0
Kings Walet
oh tidak,mala pengen tak hiii kaga
2023-12-05
1