Pantulan bulan di air menambah indahnya pemandangan kolam bunga teratai malam itu. Suara lantunan sitar dari dalam aula utama masih bisa terdengar secara samar. Dengan sinar lentera yang menghiasi sekitar kolam, para pemuda dan pemudi berkumpul, saling bercakap-cakap.
Kali ini, dengan niat untuk menarik calon pasangan mereka, beberapa pria muda dengan berani mulai menghampiri gadis yang menarik perhatian mereka dan berusaha untuk memulai sebuah percakapan. Senyuman manis dan rona malu pada wajah para gadis membuat darah para pria menjadi semakin mendidih.
Di saat itu, Miaoling yang pergi keluar bersama dengan Meiliang dan Jieli sedang berjalan menghampiri sisi kolam teratai yang lebih sepi.
“Kakak, Kakak Ipar, kalian pergi berjalanlah berdua. Tidak setiap kali kalian bisa mendapatkan kesempatan untuk berjalan santai di istana bersama. Selain itu, kalian sudah lama tidak menghabiskan waktu berdua.” Kemudian, sebuah senyuman jahil muncul di wajah Miaoling. “Tidakkah kalian dengar dari Yang Mulia Kaisar? Zhang Gongzhu sudah mengharapkan seorang cucu,” lanjut Miaoling.
Mendengar ucapan ini kembali diungkit, wajah Meiliang merona merah. “Miaoling! K-kau ini seorang gadis muda! B-bisa-bisanya kau berbicara dengan santai mengenai masalah ini!”
Ucapan Meiliang membuat hati Miaoling sedikit sakit. ‘Kalau saja dia tahu aku sudah hampir melahirkan seorang bayi mungil yang lucu.’ Tanpa menggubris balasan Meiliang, Miaoling menunduk dan memberi salam, “Aku akan memberikan kalian waktu berdua. Adik pamit!”
Dalam hitungan detik, gadis itu berjalan pergi meninggalkan dua sejoli itu di pinggir danau. “Lihat gadis itu! Sudah di usia menikah, tapi masih bersikap seperti seorang bocah. Hari ini aku kira dia sudah sadar akan usianya, tapi ternyata ….”
Jieli tertawa. “Dia sudah terbiasa dimanja ayah, Yade, dan juga aku. Ketika kami menyadari kesalahan kami, sudah terlambat,” jelas pria itu.
“Hmm …. Semua ini ….”
Meiliang tidak bisa melanjutkan ucapannya ketika melihat pancaran mata Jieli. Pandangan yang Jieli berikan padanya sungguh lembut, sungguh hangat.
Setelah berbulan-bulan tidak melihat istrinya, Jieli merasa kalau wanita ini semakin cantik. Di luar dandanan yang Jieli ketahui wanita itu kenakan untuknya, ada sebuah tarikan lain.
Semua orang berkata, ketika kau sedang jatuh cinta, orang yang telah mencuri hatimu itu akan terlihat jauh lebih menarik di matamu dibandingkan di mata orang lain. Apakah ini yang sedang Jieli rasakan? Sepertinya, benar … karena Jieli merasa kalau dirinya seperti sedang berada di bawah sihir.
“Jieli, jangan menatapku seperti itu,” kata Meiliang sembari menyembunyikan wajahnya di balik kipas.
Tangan Jieli dengan cepat merebut kipas yang Meiliang pegang. Ketika Meiliang lengah karena kaget, sebuah kecupan cepat didaratkan oleh Jieli di bibir mungil wanita itu.
Mata Meiliang terbelalak. Kepalanya segera menoleh ke kiri dan kanan, memastikan apakah ada yang melihat. Setelah yakin tidak ada orang yang melihat mereka, Meiliang menghela napas.
“J—jieli! Tidak tahu malu! Kalau ada yang lihat bagai—"
Melihat ekspresi Meiliang yang takut dan khawatir ditambah dengan rona merah di pipinya, Jieli merasa semakin gemas. Tanpa menunggu wanita itu menyelesaikan kalimatnya, Jieli menarik pinggang Meiliang dan menciumnya dalam-dalam.
Meiliang yang awalnya meronta akhirnya menyerah. Dia tidak bisa mengelak kalau dirinya sendiri begitu rindu dengan suaminya, setiap sentuhannya. Ciuman yang diberikan suaminya membuat seluruh tubuhnya diselimuti kehangatan yang sudah lama dia dambakan.
Ketika bibir mereka berpisah, Jieli memeluk Meiliang dengan sangat erat. “Aku merindukanmu, Meiliang. Aku sangat merindukanmu,” bisik Jieli di telinga istrinya itu. “Setiap kali aku ingin menyerah di tengah pertarungan, wajahmu selalu muncul di dalam benakku. Agar bisa bertemu lagi dengan istriku, aku terus berjuang. Aku tidak bisa membiarkan istriku yang cantik menjadi seorang janda hanya karena kebodohanku.”
Mendengar ucapan Jieli membuat mata Meiliang berkaca-kaca. Dia ingin menangis, tapi dia tidak bisa. Kalau dia menangis sekarang, seluruh riasannya akan hancur berantakan.
Di dalam hatinya, Meiliang sangat bersyukur. Tidak semua pasangan yang dijodohkan akan mendapatkan perlakuan seperti dirinya. Mendapatkan seorang suami yang begitu baik hati, tampan, dan juga sangat gagah seperti Huang Jieli.
Memang tidak salah, keluarga Huang adalah keluarga yang penuh dengan pria-pria bertalenta penuh kebajikan. Huang Qinghao sebagai jenderal besar, Huang Yade yang merupakan menteri paling muda di pengadilan kerajaan, dan Huang Jieli yang adalah wakil jenderal. Masing-masing dari mereka memiliki status yang baik dan sifat yang juga sepadan.
Ketika Meiliang baru saja ingin memuji wanita keturunan Huang, dia langsung teringat dengan Huang Miaoling dan Huang Wushuang. Huang Miaoling adalah gadis yang baik, sayang saja dia memiliki sifat yang lebih mirip pria. Akan tetapi, pagi tadi, gadis itu benar-benar luar biasa. Entah kenapa, sikap gadis itu mengingatkan Meiliang kepada permaisuri.
‘Ah, salah,’ pekik Meiliang dalam hatinya. ‘Dibandingkan dengan Permaisuri Mingmei yang lembut dan anggun, Miaoling lebih mirip dengan ibu suri, Shen Taihou [1].’
Dulu, di saat Shen Taihou masih menjabat sebagai permaisuri, dia merupakan seorang permaisuri yang berwibawa, dan juga … mematikan. Mematikan dalam hal ini tidak berarti seorang wanita yang dengki dan iri hati, melainkan tegas dan mengedepankan keadilan. Kalau seseorang melakukan hal yang salah di matanya, wanita itu tidak akan memberi ampun.
Di sisi lain, Huang Wushuang …. Gadis itu cantik, sangat cantik, etikanya juga sungguh baik. Kalau Wushuang disandingkan dengan Tuan Putri Wang Qiuhua, putri satu-satunya kaisar dengan permaisuri Mingmei, bahkan keanggunan sang Putri masih kalah jauh. Akan tetapi, kecantikan gadis itu adalah kutukan untuk dirinya sendiri. Karena terlalu cantik, Wushuang menganggap dirinya benar-benar seorang dewi yang harus mendapatkan kehormatan tertinggi di dunia ini.
Sayang sekali, Wushuang terlahir dari rahim seorang selir. Dengan Miaoling yang memiliki kedudukan di atasnya, Wushuang selalu merasa dirinya lebih rendah dan dia pun hidup dengan membangun sifat yang licik dan iri hati. Dengan wajah cantiknya, Wushuang terus berusaha memanipulasi orang lain.
“Meiliang, kau melamun ….”
Suara Huang Jieli membuat Meiliang tersadar dari lamunannya. Cepat-cepat Meiliang menggelengkan kepalanya. Gadis itu tersenyum dan melingkarkan tangannya di pinggang Jieli, memeluk suaminya erat.
Dengan suara lembut, Meiliang berkata, “Suamiku, aku sangat bersyukur telah menikah ke dalam kediamanmu. Entah budi besar macam apa yang telah kulakukan di kehidupanku sebelumnya untuk mendapatkan suami seperti dirimu.”
Sementara kedua sejoli itu menghabiskan waktu bersama, Huang Miaoling yang sebenarnya bersembunyi di balik sebuah pohon tersenyum. ‘Ya, benar-benar pasangan sejati. Mereka benar-benar beruntung,’ pikir Miaoling.
Merasa kalau adegan di depannya terlalu manis, Miaoling memutar kepala dan tubuhnya, meninggalkan tempat tersebut. Miaoling berjalan menyusuri jalan setapak, berniat meninggalkan daerah kolam bunga teratai dan menjauhi keramaian.
Di kehidupan sebelumnya, Miaoling sering mengunjungi satu tempat terpencil di istana ketika dia lelah menghadapi para selir dan menteri di istana. Ketika dia ingin menyendiri, tempat itulah adalah satu-satunya tempat yang bisa dia kunjungi. Miaoling menamai tempat itu Qiufeng Ting [2]
Beberapa saat mengikuti arah jalan setapak membawa Miaoling ke sebuah danau kecil terpencil yang memiliki sebuah bangunan paviliun di tengahnya. Jantung Miaoling berdetak cepat, girang seakan bertemu seorang teman lama.
Kepala Miaoling menoleh ke kiri dan ke kanan, memastikan kalau tidak ada orang di tempat itu. Setelah yakin, gadis itu pun berjalan perlahan menghampiri bangunan itu. Di saat jari-jarinya bertemu dengan salah satu pilar paviliun, dia bisa merasakan debu tebal di tangannya.
‘Masih sama, tidak terurus …,’ pikir Miaoling.
Miaoling menarik keluar sapu tangannya dan mengelap penyangga paviliun. Kemudian, dia mendudukkan dirinya di pinggir paviliun dan menyenderkan kepalanya di tiang kokoh paviliun tersebut. Dia menatap bulan yang begitu terang dan bulat malam hari ini.
Saat ini, Permaisuri Mingmei pasti telah mengajukan perjodohan kepada ayahnya. Setelah itu, Miaoling akan terikat dengan Pangeran Mahkota. Kalau dia masih Miaoling yang sama, dia pasti akan menolak dan merengek kepada sang Ayah untuk membatalkan pernikahan agar bisa bersama dengan Wang Chengliu.
Kali ini, Miaoling … akan membatalkan pernikahan itu dengan caranya sendiri! Bukan agar dia bisa bersama dengan Wang Chengliu, tapi agar dia bisa menentukan takdir hidupnya sendiri.
Sampai kapanpun, Miaoling tidak akan membiarkan siapapun menentukan takdir hidupnya. Hanya dirinya sendiri yang punya hak untuk mengambil keputusan!
Miaoling tersenyum. Kali ini, dia sudah tidak lagi buta. Dia bisa melihat dengan jelas cara Wang Zhengyi memperhatikan Huang Wushuang. Tatapan mata penuh nafsu itu telah mendapatkan sasaran berikutnya.
Siapa di ibukota yang tidak tahu dengan pribadi Pangeran Mahkota? Kediamannya dipenuhi selir karena sang Permaisuri tidak mengizinkan satu pun wanita yang pangeran itu sukai untuk menjadi istri sah.
Menjadi selir dalam kediaman Pangeran Mahkota sudah merupakan sebuah kehormatan bagi para wanita bangsawan kecil, terlebih lagi menjadi istri sah. Walau kedudukan istri sah Pangeran Mahkota merupakan kedudukan yang sangat mewah, tapi apakah pengorbanan dan kesulitan di masa depan layak untuk ditanggung?
Berpengalaman menjadi seorang permaisuri membuat Miaoling tahu dengan jelas kalau mengurus begitu banyak selir adalah sebuah mimpi buruk. Tidak hanya sakit hati demi terlihat sebagai seorang wanita bajik yang tidak iri hati ketika suamimu menatap wanita lain, tapi kau juga harus dipusingkan dengan konflik intrinsik yang mungkin timbul di antara selir-selir itu sendiri.
Terkadang, salah satu dari selir itu bahkan akan mencoba membunuhmu.
‘Seperti adikku tercinta itu,’ sindir Miaoling dalam hatinya. Benak Miaoling teringat senyuman Wushuang yang malu-malu kepada Wang Zhengyi. Sebuah senyuman pun muncul di bibirnya. ‘Wushuang, kau ingin menjadi Feniks, bukan? Kalau begitu, aku akan mengabulkannya.’
——————————————————
[1] Taihou: panggilan untuk ibu suri.
[2] Qiufeng Ting: paviliun Angin Musim Gugur
——————————————————
A/N: Hai, Readers! Kembali dengan Luke, sang Author yang bawel. So far, menurut kalian gimana, sih ceritanya? Oke gak? Ada yang kurang kah? Atau mungkin malah ada kelebihan (bisa disharing untuk menyembuhkan hati Author yang lembut ini)?
Anyway, Author mau minta saran nih, guys. Gimana sih caranya untuk dapat readers? Siapa tahu dari kalian ada yang penulis juga dan bisa berbagi pengetahuan dengan Author? Jujur, Author merasa cerita Author krg ada yg baca. Apa gara-gara memang ceritanya kurang menarik ya?
Tolong saran, ya, guys!
Oh, dan di bawah ada gambar untuk memberi kalian gambaran paviliun yang Author bilang tuh kayak gimana sih bentuknya hehe. (ONCE AGAIN, DISCLAIMER ON)
Oh, jangan lupa vote, comment, and like~ Plus share too LOL!
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 312 Episodes
Comments
fifid dwi ariani
bahagia selalu
2022-09-18
0
Muna Gaming
itu rumah adat cina .....lanjut
2022-05-16
0
Indah Hidayat
ceritra sangat menarik, alur ceritra logis, mudah dimengerti, keren pokoknya
2022-05-15
0