Beberapa pejabat kerajaan dan penduduk kota terlihat mengelilingi area gerbang kota penuh antisipasi atas kedatangan sang Jenderal Besar. Keramaian yang tercipta hampir sama dengan hari-hari festival besar lainnya. Para prajurit membatasi area para bangsawan dari para penduduk biasa. Walau demikian, penduduk kota masih mengerumuni tempat tersebut. Di benak mereka, kapan lagi mereka mendapatkan kesempatan untuk melihat tokoh-tokoh penting negara mereka kalau bukan sekarang?
Para gadis-gadis muda dari keluarga biasa sibuk mencuri lihat para pangeran yang datang menghadiri acara penyambutan. Pangeran Mahkota, Wang Zhengyi dengan wajahnya yang selalu dihiasi senyuman sopan sedang berbicara dengan para pejabat. Tidak jauh dari tempatnya berada adalah pangeran keenam, Wang Chengliu, yang sedang sibuk bertukar kata dengan Perdana Menteri. Selain kedua pangeran tampan itu, masih ada dua pangeran lagi yang merupakan atraksi utama di acara tersebut, Wang Junsi dan Wang Wuyu.
Wang Junsi dengan mata birunya yang mencolok dan senyuman menggoda. Wang Wuyu yang memiliki tatapan mata tenang dan senyuman tipis yang sesekali ditutupi oleh kipas antik yang selalu dia bawa ke mana saja. Kedudukan kedua pangeran itu di mata para wanita tidak terkalahkan. Walaupun semua orang mengakui kalau Wang Chengliu mewarisi ketampanan kaisar ketika beliau masih muda, tapi sikapnya yang begitu tertutup dan sulit dimengerti membuat para gadis kesulitan mendekatinya.
Melihat Huang Miaoling dipanggil oleh Shang Meiliang untuk diperkenalkan dengan Wang Junsi membuat para wanita menghela napas iri. Siapa yang tidak mau memiliki ipar seorang putri yang bisa memperkenalkan mereka dengan pangeran tampan seperti itu?
“Miaoling memberi salam kepada Pangeran Keempat.” Dengan sopan, Miaoling menunduk sedikit untuk memberi salam.
Selagi dia memberi salam, sebuah kegusaran muncul di dalam hati Miaoling. Apa yang Meiliang ingin lakukan dengan memperkenalkan dirinya dan Wang Junsi?
Miaoling tidak begitu mengenal pria ini di kehidupan sebelumnya. Akan tetapi, begitu banyak isu tidak sedap sering Miaoling dapatkan setelah dia menikah dengan Wang Chengliu.
Pangeran Keempat bukanlah pangeran yang begitu disukai oleh kaisar. Pria itu memiliki reputasi buruk karena dia sering mengunjungi rumah hiburan dan hanya bisa menghabiskan uang dengan berfoya-foya. Oleh karena dia tidak pernah mencampuri urusan pemerintahan, Miaoling tidak pernah menyelidiki pangeran itu lebih jauh. Selama dia bukan ancaman bagi ambisi Chengliu, Miaoling tidak pernah melirik orang tersebut dua kali.
Satu hal penting yang Miaoling ketahui tentang pria itu adalah … dia dibunuh ketika dia menjadi utusan menuju kerajaan Zhou di Selatan untuk menandatangani perjanjian gencatan senjata dengan kerajaan tersebut. Dalang sebenarnya di balik pembunuhan tersebut tidak pernah Miaoling ketahui … mungkin saja, itu semua adalah rencana Chengliu yang tak pernah diberitahukan kepada Miaoling.
Melihat Miaoling menunduk ketika memberi salam kepadanya, Junsi menyentuh kedua pundak Miaoling untuk menyuruhnya berdiri. “Jangan berperilaku sungkan seperti itu. Dengan status Meiliang sebagai adik sepupuku dan kakak iparmu, itu menjadikanmu saudaraku juga.”
Senyuman tampan yang terlukis di wajah Junsi membuat Miaoling membeku untuk sesaat. Setelah sadar, Miaoling tersenyum. ‘Tidak heran dia disebut sebagai ‘Penggoda Ulung’.’
Berbeda dengan Chengliu yang memiliki rahang kuat dan tegas, bentuk wajah Junsi lebih halus. Dengan dagu runcing dan bibir yang tipis, Miaoling tidak bisa mengelak kalau pria itu pantas disebut sebagai seorang ‘pria cantik’. Walau termasuk ‘pria cantik’, tapi pembawaan pangeran itu meneriakkan kalau dia adalah seseorang yang mendominasi sebuah percakapan … layaknya pria-pria lainnya.
Satu hal yang paling menarik perhatian Miaoling dari pangeran itu adalah matanya yang berwarna biru. Menurut pengetahuan Miaoling, pangeran keempat terlahir dari salah satu selir raja yang berasal dari kerajaan Tubo. Kerajaan Tubo adalah sebuah kerajaan yang mana para wanitanya memiliki kulit seputih salju dan warna mata biru yang mencolok. Akan tetapi, sayang sekali, wanita itu memiliki hidup yang pendek, dia meninggal dalam persalinan.
Setelah kematian selir tersebut, sang Kaisar tidak pernah mengunjungi pangeran keempat. Isu pun beredar mengatakan kalau sang Kaisar membenci Wang Junsi karena telah mengakibatkan kematian ibunya. Beruntung Huang Yanan, selir kaisar yang memiliki kedudukan Shufei [1], berbaik hati mengangkat Wang Junsi sebagai anaknya. Hal itu juga didukung kenyataan bahwa selir Huang tidak memiliki kemampuan untuk mengandung seorang anak.
“Aku dengar kalau Miaoling Meimei [2] adalah seorang ahli bela diri. Kalau kau ada waktu, apakah kau mau menghabiskan waktu itu untuk mengajarkanku beberapa jurus?” tanya Junsi dengan sebuah senyuman menggoda.
‘Hmm, serigala berkulit domba,’ sindir Miaoling dalam hatinya.
“Maaf, Yang Mulia. Akan tetapi, aku sudah berjanji setelah kepulangan ayah kalau aku tidak akan lagi berlatih bela diri. Oleh karena itu, aku dengan terpaksa harus menolak. Maafkan aku,” tolak Miaoling dengan wajah menyesal.
‘Hmm, licin seperti belut,’ ujar Junsi dalam hati.
Junsi tahu dengan jelas kalau ucapan Miaoling adalah sebuah kebohongan. Semua orang tahu betapa sayangnya Huang Qinghao kepada anak perempuannya itu. Kalau Miaoling ingin melakukan satu hal, Qinghao tidak akan bisa menghentikannya. Dengan demikian, Junsi tahu kalau Miaoling ingin menjaga jarak dengannya.
Tiba-tiba, dari belakang Miaoling dan Meiliang sebuah suara merdu berkata, “Wushuang memberi salam kepada Pangeran Keempat.”
Terlihat Wushuang memberi salam dengan anggun kepada Junsi. Pria itu pun menganggukkan kepalanya sembari tersenyum. “Berdirilah,” ucapnya.
Junsi menatap gadis bernama Wushuang yang muncul di hadapannya. Gadis itu benar-benar cantik, tak bisa dipungkiri kalau dia terlihat bak dewi yang turun dari langit. Sesuai dengan rumor yang tersebar di penjuru kota, putri kedua kediaman Huang adalah seseorang yang sangat cantik.
Melihat kedatangan Wushuang, Miaoling mendengus dalam hati. Menyerobot masuk ke dalam pembicaraan tanpa diundang adalah sesuatu hal yang sangat tidak pantas. Seluruh tubuh Miaoling menegang, ingin menegur wanita tersebut. Akan tetapi, siapa dia? Dia bukan lagi seorang permaisuri. Dirinya hanyalah seorang wanita biasa.
‘Aku juga tidak ingin lagi menjadi seorang permaisuri.’
Miaoling melihat sekeliling. Terlihat Yade dengan Situ Yangle di belakangnya sedang berbicara dengan Wang Chengliu dan Perdana Menteri. Di sisi lain, ada Pangeran Mahkota yang sedang berbicara dengan para pejabat lain.
Setelah menyapu pemandangan sekeliling, Miaoling langsung mengerti kalau Wushuang mengambil keputusan yang paling tepat dengan menyerobot pembicaraannya dengan pangeran keempat. Walau pangeran keempat akan memandang rendah dirinya, tapi agar tidak terlihat seakan dirinya tidak bisa bersosialisasi … dia nekad menyerobot masuk ke dalam percakapan Miaoling dan Junsi.
Dianggap rendah oleh pangeran yang memiliki reputasi buruk atau dianggap rendah oleh para pejabat dan pangeran lain?
‘Hebat sekali, Huang Wushuang. Kalau ingin mendapatkan sesuatu, kau harus mengorbankan suatu hal juga.’
Tanpa menggubris tatapan kesal yang ditunjukkan oleh Meiliang, Wushuang mulai angkat suara, “Aku dengar Pangeran Keempat adalah seorang pecinta musik. Kalau ada kesempatan, pangeran bisa datang ke acara sayembara musik yang akan diadakan kediamanku minggu depan hari ke-24.”
“Tentu saja!” balas Wang Junsi dengan sebuah senyuman.
Tiba-tiba, seorang pria lain dengan pakaian yang sama mewahnya dengan Wang Junsi menepuk pundak pangeran tersebut. Kipas yang dihiasi lukisan pegunungan yang indah dan berkualitas tinggi terbentang menutupi wajah pria tersebut.
“Kakak, perlu aku ingatkan kalau kau ada janji lain di hari itu,” ucap pria tersebut dengan suara yang cukup kencang, sengaja agar Wushuang mendengarnya.
Panggilan ‘Kakak’ yang pria itu gunakan membuat Miaoling segera mengetahui identitas pria tersebut. “Miaoling memberi salam kepada Pangeran Kelima.”
Wang Wuyu, pangeran kelima yang memiliki umur yang sama dengan Wang Junsi. Teman dekat pangeran keempat itu. Walau usia keduanya sama, tapi Junsi lebih tua tiga bulan. Oleh karena itu, Wuyu memanggilnya dengan panggilan ‘Kakak’.
Kalau Wang Junsi dikenal sebagai ‘Penggoda Ulung’, Wang Wuyu terkenal sebagai ‘Pelajar yang Menggoda’. Kepintaran pangeran itu bukanlah sebuah rahasia di kerajaan Shi. Menciptakan puisi tak terkalahkan di umur dua belas tahun dan menyelesaikan ratusan buku strategi perang di umur lima belas tahun, tidak heran reputasi pangeran Wuyu sangatlah baik di kalangan pelajar.
Selain memiliki talenta yang hanya muncul sekali dalam seratus tahun, Wang Wuyu juga memiliki latar belakang yang kuat. Dia adalah anak dari Yang Yuechan, atau Yang Defei [3].
Begitu banyak pejabat mendukung Wang Wuyu, mengharapkan pangeran bertalenta ini akan menjadi raja kelak. Akan tetapi, Yang Defei adalah seseorang yang lembut dan memilih untuk menjauhi konflik. Oleh karena itu, Wang Wuyu pun juga menjaga jarak dengan para pejabat itu.
‘Menghindari urusan pemerintahan sebagai ganti umur yang lebih panjang.’ Itulah ucapan Yang Defei kepada anaknya.
Wang Wuyu melirik Huang Miaoling dan menganggukkan kepalanya. ‘Gadis ini cerdik,’ pikir pria itu melihat Miaoling bisa mengenalinya dengan cepat.
Wushuang menggigit bibirnya. ‘Sialan ….’ Dia tidak terima Miaoling mengambil satu langkah lebih cepat dibandingkan dirinya.
Tiba-tiba, dari sisi gerbang yang lain, terdengar suara dentuman gendang yang begitu kencang. Semua orang langsung menghentikan percakapan mereka dan mengalihkan pandangan mereka ke arah gerbang.
Sebagai anggota keluarga Huang, Miaoling tahu kalau dirinya bersama dengan saudara-saudaranya yang lain harus segera berdiri di barisan kedua, di belakang para pangeran.
Sebelum gadis itu bisa mengucapkan apapun, Wang Junsi segera angkat bicara, “Sepertinya, sudah waktunya bagi kita untuk masuk ke dalam formasi, bukan begitu?” Selagi dia mengatakan hal itu, dia melirik Miaoling seakan bisa membaca pikiran gadis itu yang ingin segera pergi.
Miaoling pun menundukkan kepalanya dan masuk ke dalam barisan bersama saudara-saudaranya. Jantungnya berdetak dengan cepat. Sebentar lagi, sebentar lagi dia akan bertemu dengan ayahnya.
Selain suara dentuman gendang, ketukan sepatu kuda dan getaran pada tanah membuat jantung masing-masing orang berdetak kencang mengikuti irama. Tak lama, pintu gerbang pun didorong terbuka menunjukkan pemandangan yang menakjubkan.
Bendera kerajaan Shi berkibar tinggi dipegang oleh prajurit berkuda yang berada paling depan. Melihat kalau begitu banyak pejabat menyambut kedatangan mereka, pasukan itu terbelah menjadi dua dan membiarkan Jenderal Besar mereka untuk lewat.
Mata Miaoling membesar. Seorang pria yang berusia sekitar empat puluh tahun terduduk di atas kuda. Baju besinya terlihat sedikit kotor dengan kerak darah yang mengering dan debu. Walau pakaiannya terlihat lusuh dan rambutnya sedikit berantakan, tapi dia masih terlihat begitu gagah.
“Selamat datang kepada Jenderal Besar!” seru semua orang secara bersamaan dan memberi hormat sesuai dengan kedudukan mereka masing-masing.
Bagi para pangeran, mereka hanya perlu menunduk sedikit. Bagi para bangsawan, mereka menunduk sampai kepala mereka sejajar dengan pundak. Untuk para rakyat biasa, mereka bersujud sampai dahi mereka bertemu dengan tanah.
Begitu gagah, begitu terhormat. Semua orang menatapnya penuh dengan kekaguman. Ya, pria itu adalah Jenderal Besar kerajaan Shi yang terhormat, Huang Qinghao.
‘Ayah ….’ Miaoling bisa merasakan matanya terasa panas. Dia ingin sekali menangis saat itu juga.
Di masa lalu, Miaoling benar-benar berhutang banyak kepada ayahnya. Selain menjadi beban, Miaoling sama sekali tidak pernah membalas cinta dan kasih sayang sang Ayah. Merusak reputasi ayahnya, menghancurkan masa depan kakak-kakaknya, dan membiarkan keluarga Huang yang terhormat terbengkalai dan berantakan.
Tunggu … tidak! Kejatuhan keluarga Huang tidak hanya karena dirinya seorang.
Miaoling menoleh ke arah Huang Wushuang yang ternyata sedang sibuk menatap Pangeran Mahkota. Pandangan Miaoling kembali kepada sang Ayah yang berada di hadapan semua orang.
Di kehidupannya yang sebelumnya, Kaisar Wang Weixin sempat memberikan Miaoling sebuah … nasihat. ‘Lebih kepada sebuah ancaman,’ bisik Miaoling dalam hati.
“Ketika sebuah masalah muncul dalam hidupmu, hanya ada dua pilihan yang kau miliki. Perbaiki … atau singkirkan.” Itulah ucapan Kaisar Wang Weixin di perkawinan Huang Miaoling dan Wang Chengliu. Sebuah peringatan bagi keduanya.
Di saat Miaoling memikirkan hal ini, Huang Qinghao turun dari kudanya dan memberi salam kepada para pangeran dan pejabat. Dia berlutut di tanah dengan kaki kanan menyentuh tanah.
“Huang Qinghao memberi salam kepada para yang mulia dan pejabat-pejabat istana.” Suaranya terdengar begitu tegas dan sedikit parau karena perjalanan yang melelahkan.
Pangeran Mahkota segera meletakkan tangannya di pundak Huang Qinghao. “Berdirilah, Jenderal Huang. Kau sudah sangat berjasa dalam ekspedisi kali ini. Kami semua datang kemari untuk menyambut kepulanganmu yang membawa kemenangan.” Pangeran Mahkota tersenyum lebar, terlihat kagum dan bangga dengan ksatria kerajaannya itu.
“Pangeran Mahkota terlalu sungkan. Ini adalah tugasku sebagai punggawa kerajaan. Selain itu, kalau bukan karena saudara-saudara yang berjuang bersamaku, kemenangan ini akan sulit untuk kubawa pulang.”
‘Memang seorang prajurit sejati.’ Semua orang menatap Huang Qinghao dengan kagum.
Tiba-tiba, Miaoling merasakan sebuah tangan mencengkeram lengannya. Kepala gadis itu menoleh dan mendapati wajah Meiliang yang sangat pucat. Kening Miaoling pun berkerut.
Ketika menyadari alasan ekspresi Meiliang berubah seperti itu, Miaoling terbelalak. Dengan cepat, matanya langsung melirik ke arah kelompok prajurit di belakang ayahnya.
Di mana kakaknya?
Air muka Miaoling berubah pucat. ‘Tidak mungkin. Kakak pasti baik-baik saja.’ Walau hatinya mengatakan hal tersebut, tapi kegusaran di hati Miaoling tidak bisa sirna.
Apakah masa lalu … telah berubah?
_____________________________-
[1] Shufei: salah satu dari empat selir utama kaisar. Shu (淑) melambangkan kesopanan dan kesucian.
[2] Meimei: panggilan untuk adik perempuan atau perempuan yang lebih muda. Bisa digunakan
oleh pria maupun wanita.
[3] Defei: salah satu dari empat selir utama kaisar. De (德) melambangkan budi luhur dan kebaikan
hati
____________________________
A/N: Hello, Readers! Di bawah ada image untuk Huang Qinghao dan Wang Junsi. Temanku ada yang bilang Huang Qinghao itu kayak cewek berkumis yang maskulin .... Bete aku tuh dengernya. Menurut kalian gimana?
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 312 Episodes
Comments
Reina Wong
huh ganteng2 pangeranya buat jantung dag dig dug...
2023-10-27
1
°nina°
wang jushi bikin aku kelepek kelepek
2023-07-18
0
Diah Susanti
penuh antusiasme bukan antisipasi
2023-05-02
1