Takdir Gadis Si Buruk Rupa

Takdir Gadis Si Buruk Rupa

Part 1. Ada Apa Dengan Wajahku?

Sebuah kecelakaan tidak bisa terhindarkan ketika sebuah mobil melaju kencang membelah jalanan, di tengah kemacetan arus lalu lintas.

Kecelakaan beruntun pun tidak bisa terelakkan, ada banyak korban berjatuhan salah satunya adalah Rindu. Dia yang ingin ikut meninjau toko bangunan orang tuanya yang habis kebakaran ikut terjebak dalam situasi yang mencekam. Tidak hanya kehilangan kedua orang tua, tetapi ia pun menjadi korban dari keganasan kecelakaan tersebut. Kondisi tubuhnya berada dalam keadaan yang kritis dan mengalami koma yang panjang.

Dua bulan berlalu Rindu terbangun dari tidur panjangnya setelah berhari-hari bibi dan paman meratapi keadaannya yang tidak kunjung sadar. Pagi itu tiba-tiba jari-jemari tangannya mulai bergerak.

"Bang tangan Rindu bergerak. Dia sadar Bang, dia sadar." Sang bibi begitu bahagia melihat keponakan perempuan satu-satunya terbangun kembali.

"Saya panggil dokter ya Yan."

"Iya Bang, iya."

Suami dari perempuan itu keluar dan menghubungi dokter. Beberapa saat ia kembali dengan seorang dokter dan seorang perawat.

Setelah dokter tersebut memeriksa Rindu dokter mengatakan bahwa keadaan rindu sudah mulai stabil.

"Apa kita bermimpi Bang?" Sang bibi begitu tidak percaya melihat keponakannya kini sudah sadar dan bisa duduk sendiri di atas brankar rumah sakit. Rasanya baru kemarin dokter mengatakan bahwa keponakannya itu tidak akan bertahan hidup lama. Dia hidup hanya mengandalkan alat-alat medis saja, begitu ujar sang dokter waktu itu.

Namun, Tuhan berkata lain dia masih sayang pada Rindu sehingga gadis itu masih diberikan umur panjang. Tidak sia-sia sang bibi memaksa dokter untuk terus menangani Rindu dan melarang mereka mencabut selang dan peralatan medis lainnya yang menempel di tubuh gadis tersebut meski harus mengeluarkan biaya yang cukup fantastis bagi orang sekelas dirinya yang miskin.

Untung saja ada uang jasa Raharja yang didapatkan dari kematian kedua orang tua Rindu dan juga biaya perawatan untuk korban kecelakaan. Paman dan bibi Rindu memanfaatkan uang itu untuk membayar biaya rumah sakit Rindu. Sedangkan sebagian uang digunakan untuk membayar hutang modal kedua orang tua Rindu dan juga biaya pemakaman.

Perlahan Rindu mengucek kedua matanya. Netranya kini menelisik ke seluruh ruangan mencari keberadaan orang tuanya. Namun nihil yang dicari tidak ada.

"Bik, ibu sama ayah mana?" Akhirnya Rindu yang tidak tahan dengan rasa penasaran kenapa orang tuanya tidak tampak segera bertanya.

"Itu ... anu ... ibu ... dan ayah kamu...." Bibi tampak ragu untuk memberitahukan kenyataannya.

"Kemana Bik?" Rindu yang sudah tidak tahan karena teramat rindu dengan orang tuanya tampak ngebet.

"Maaf dengan terpaksa kami mengabarkan bahwa kedua orang tuamu sudah meninggal di tempat saat kecelakaan." Akhirnya sang paman yang angkat bicara karena melihat istrinya tidak sanggup berkata-kata lagi. Ada tetes air mata yang mengalir di pipi istrinya.

"Apa?! Tidak mungkin, itu tidak mungkin kan Bik?" Rindu mengguncang-guncang tubuh sang bibi yang kini hanya diam membisu dan tidak mau menjawab pertanyaan darinya. Sang bibi hanya terlihat semakin kencang menangis.

"Bik katakan itu tidak benar. Katakan bahwa perkataan paman itu hanyalah kebohongan belaka." Bibi itu menggeleng membuat tetes air mata Rindu mulai berjatuhan.

"Katakan Bik!" teriak Rindu.

"Benar Rin kedua orang tuamu sudah tiada. Mereka meninggal dalam kecelakaan itu." Sang bibi yang tidak tahan akhirnya bersuara.

Mendengar perkataan sang bibi Rindu langsung terisak.

"Ayah, ibu kenapa kalian tinggalkan Rindu sendiri, hiks ... hiks ... hiks. Rindu tidak sanggup hidup tanpa kalian berdua. Rindu tidak mau hidup sebatang kara. Hiks ... hiks ... hiks."

"Rindu yang sabar ya Nak. Rindu tidak akan hidup sendirian. Ada paman sama bibi yang akan menggantikan Reta dan Hilman untuk merawatmu." Paman Dahlan menepuk-nepuk pundak Rindu untuk menyalurkan ketenangan.

"Pamanmu benar, kami berdua akan menjaga dan merawatmu seperti anak sendiri. Apalagi kami sampai sekarang juga belum dikaruniai anak," ujar sang bibi sambil mengusap air mata di pipi Rindu.

"Bik ...." Tanpa melanjutkan perkataannya Rindu langsung memeluk sang bibi dengan erat.

"Terima kasih ya Bik," ucap Rindu masih dengan mata yang merah karena habis menangis.

"Kata dokter kamu sudah boleh pulang. Jadi lebih baik kamu ikut kami dan tinggal bersama kami."

"Tapi rumah ayah siapa yang akan menempati Paman, jika aku ikut kalian?"

Dahlan menarik nafas panjang lalu menghembuskan secara kasar. Dia tidak tahu harus menjelaskan darimana agar keponakan istrinya itu tidak menjadi syok kalau tahu kenyataannya.

"Kenapa paman diam saja?"

"Yan ...." Dahlan meminta pendapat istrinya.

"Iya Bang lebih baik kita jujur saja tentang semuanya agar tidak ada masalah di kemudian hari." Yani sang bibi berusaha untuk bersikap tegar kembali.

"Begini Rin, sebenarnya Reta dan Hilman telah menjadikan rumah mereka sebagai jaminan untuk mendapatkan hutang modal yang lebih banyak setelah mereka meminjam dari pak Slamet yang dirasa belum cukup. Sekarang rumah itu telah disita."

"Apa tidak bisa ditangguhkan ya Paman?" tanya Rindu. "Kata pak guru kalau pinjam di Bank bisa dinegosiasikan sebelum disita."

"Haah." Dahlan mendesah. "Sayangnya orang tuamu tidak berhutang di Bank. Mereka malah memilih meminjam pada rentenir di kampung kita dan memberikan sertifikat tanah dan rumah sebagai jaminannya."

"Apa? Kenapa ayah sama ibu sampai teledor seperti itu sih," Protes Rindu. "Padahal mereka kan bisa pinjam ke Bank."

"Mereka tidak ingin ribet dan yakin dalam waktu dekat modalnya akan segera kembali karena letak tokonya yang strategis dan juga laris. Sayangnya sebelum mereka mampu mengembalikan modal itu tokonya sudah terlebih dahulu ludes dilahap si jago merah. Uang yang ada di dalam sana pun tidak sempat diamankan," jelas Dahlan panjang lebar. Rindu hanya mengangguk pelan.

"Sudahlah tidak perlu dipikirkan, semua sudah terjadi. Anggap saja ini semua sudah takdir dari Yang Maha Kuasa. Lagipula walaupun dijaminkan ke Bank, rasanya paman dan bibi tidak bisa membantu menyicil angsurannya."

"Iya paman Rindu mengerti. Paman dan bibi sudah mau merawat Rindu di sini pun, Rindu sudah sangat senang dan berterima kasih." Rindu menunduk karena merasa tidak enak pada sang paman. Dia tahu bagaimana kehidupan paman dan bibinya yang serba kekurangan.

"Kata dokter kalau keadaanmu tambah membaik lusa kamu sudah diperbolehkan pulang," ujar Dahlan lagi.

"Iya paman Rindu akan ikut kalian," kata Rindu sambil mengusap sisa air mata yang masih menempel di pipinya.

"Tunggu ini apa?"

Rindu menghentikan gerakan tangannya saat jari-jarinya menyentuh sesuatu yang kasar di pipinya.

Dahlan dan Yani saling berpandangan. Mereka berharap Rindu tidak akan menanyakan lebih lanjut tentang wajahnya yang berubah.

"Bik pipiku kenapa?"

"Paman wajahku kenapa?"

Kedua orang yang ditanyai tidak ada yang mau menjawab pertanyaan darinya.

"Sus boleh pinjamkan aku cermin!" pinta Rindu pada perawat yang masih belum keluar dari ruang rawatnya.

"Sebentar Dik saya ambilkan dulu."

Beberapa saat kemudian perawat itu kembali dan mengulurkan sebuah cermin ke arah Rindu.

"Ini Dik cerminnya."

"Rindu menerima cermin tersebut dan mengucapkan terima kasih.

Rindu yang tidak sabar ingin tahu apa yang menempel di pipinya langsung memandang wajahnya lewat cermin.

Dia terlonjak kaget melihat wajahnya sendiri. Ada codet bekas terbakar di wajahnya bagian bawah yang terlihat menyeramkan.

"Ada apa dengan wajahku?"

Semua orang dalam ruangan tidak ada yang menjawab. Mereka hanya melihat ke arah Rindu dengan tatapan sendu.

"Suster bisa menjelaskan?" tanya Rindu pada suster itu dengan tatapan penuh harap agar perawat tersebut mau menjelaskan.

"Wajah Adik melepuh saat kecelakaan karena terkena percikan api. Sekarang sudah sembuh, tetapi menyisakan bekas yang seperti itu."

"Tidak!" teriak Rindu histeris dan langsung memukul tubuhnya sendiri. Dia juga mencakar-cakar wajahnya karena merasa jijik. Ia lalu menangis meraung-raung.

"Kenapa aku tidak mati saja kalau begini, hiks ... hiks ... hiks. Ayah ibu bawa saja Rindu bersama kalian." Seharian itu Rindu menghabiskan waktu menangis dan meratapi nasib.

Bersambung....

Jangan lupa tinggalkan jejak!🙏

Terpopuler

Comments

Imam Sutoto Suro

Imam Sutoto Suro

lanjutkan thor seruuuu

2023-03-02

0

Rini Antika

Rini Antika

Kasihan Rindu jd anak yatim piatu,😭

2022-08-07

0

Lena Laiha

Lena Laiha

aku mampir Kak ☺

2022-05-07

1

lihat semua
Episodes

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!