Syihwa berdiri memegang bahu atap lantai tiga, menangis tidak memperdulikan luka di tangannya. Darah terus mengalir dari telapak tangannya.
Misey melihatnya disana. Ia mendekat, kakinya kaku, apa yang sebenarnya ia lakukan? Apa perdulinya pada gadis itu, akhir-akhir ini ia begitu perduli padanya. Peraturan didalam dokumen kebencian yang telah Misey buat, kini satu demi satu dilanggarnya sendiri, mulutnya berkata untuk apa memperdulikan Toa, bukannya bagus! Jika dia menderita? Namun, hatinya berkata sebaliknya.
Saat teringat permintaan Toa yang meminta agar memaafkan dirinya dan menjadi teman bukan musuh. Perlahan langkah kakinya yang panjang, mendekat memegang tangan gadis itu secara tiba-tiba.
Seketika membuat Syihwa menengok kesebelah kanan, matanya membulat, mulutnya terbuka lebar, jantungnya seketika berhenti dalam sedetik melihat lelaki itu. Sebelum bertanya apa yang sedang Misey lakukan disini, seseorang yang berada di sampingnya mulai angkat bicara.
"Kalau terluka jangan dibiarin, nanti infeksi." Misey melihat telapak tangan kanannya terluka begitu dalam, nampak pecahan beling tertancap didalamnya. "Ikut gue." ia menarik lengan Syihwa mengikutinya, mereka duduk dilantai yang cukup bersih.
"Lo tahan ya, gue mau cabut pecahan kacanya." lanjutnya.
"Serius, ada pecahan kaca ditelapak tangan gue?" Syihwa terlihat ketakutan. "Pelan-pelan aja ya?"
"Tutup mata, satu, dua, tig- "
Tangan kiri Syihwa gemetar ketakutan, langsung memegang pundak Misey.
"Tiga." beling yang tertancap sudah dikeluarkan.
"Aaws!" teriaknya. "Katanya pelan, sakit tahu!" desah Syihwa menutup mata.
Misey terkejut melihat tangan gadis itu menggenggam pundaknya. "Bukannya lo dulu, sering dapat luka yang lebih parah dari ini? Toa, setahu gue kuat. Kaya gini aja nangis."
Syihwa menurunkan tangan kirinya. "Lo mulai ngomong gak jelas, kalau gak mau bantuin tinggal bil- "
"Udahlah jangan dibahas, gue lupa lo lagi mencoba memperbaiki diri, masih wajar salah-salah dikit." gumam Misey dengan nada menyesal.
Syihwa merasa bersalah, sudah jelas-jelas Misey ingin membantunya. "Darahnya makin banyak yang keluar." mencoba mengganti topik pembicaraan. "Gak mau liat."
Misey tersenyum, Toa tidak pernah semanja ini padanya. Bagaimana dia bisa bersikap seperti ini? luka ditangannya mengeluarkan banyak darah? Tidak menjawab ocehan gadis itu. Ia hanya terus tersenyum menatap wajah Toa nampak ketakutan, dan mudah sekali ditebak jika dia sedang mencari alasan.
Membersihkan dengan alkohol, meneteskan obat merah ke kapas, menempelkannya dibagian yang terluka, dan melilitkan perban. Syihwa masih menutup matanya, pada hal Misey sudah selesai mengobatinya. Tanpa sadar ia terus menatap, Syihwa membuka mata perlahan, ia tetap pada posisinya. Syihwa melotot, Misey sangat dekat dengannya.
Angin disana cukup tertiup kencang, masuk ke dalam mata Syihwa yang sedang melotot. "Aduh, perih... "
Air mata menetes dengan sendirinya, membanjiri kedua pipi Syihwa. Ia berusaha menghapus air matanya, namun gagal. Lupa tangan kanannya terlilit perban, mendengus kesakitan. Misey menghapus air mata gadis itu dengan ujung jari tangan kanannya, jantung Syihwa berdebar, nafas tercekat, jantung semakin berdebar kencang.
"Mangkannya jangan melotot, biasa aja kalau lagi liatin gue... " kembali mengusap kedua pipi Syihwa.
Ko jantung gue deg-degan gini? berdiri menjauh dari Misey, salting saat ditatapnya.
"Bilang dong, kalau udah selesai. Gue liatin lo kaya gitu, ternyata lo bukan Zombies ya?" Syihwa tertawa kecil, mencari alasan seadanya.
Alasannya kali ini, benar-benar konyol ditambah garing, diluar nalar manusia biasa dan tidak masuk diakal. Tanpa menunggu jawaban.
"Gue pergi duluan." saat mau turun dari tangga, ia berhenti, menengok ke belakang. "Terima kasih." mengambil langkah seribu secepat mungkin menuruni tangga.
"Kenapa ya dia?" Misey menatap ke atas langit.
"Akhir-akhir ini sifatnya semakin menunjukkan perubahan." sesaat mengacak-acak rambutnya sendiri. "Ngomong apa gue barusan? Toa ya tetap Toa, mana mungkin berubah secepat itu." merosot, bokongnya turun ke bawah menyentuh lantai.
* * *
Berlarian sambil menutupi kedua pipi yang berubah menjadi kemerahan dengan kedua telapak tangannya, tanpa sadar Syihwa menekan lukanya sendiri ia meringis kesakitan. Saat mengibas-ngibas telapak tangannya tak sengaja melihat segerombolan K (Kawal, Kiwil, Kawul) pergi menuju belakang sekolah. Langkah kaki Syihwa mengikuti mereka dari belakang, bertemu seseorang, ia terkejut saat di liriknya gadis berambut pendek tertawa membicarakan Ino dan ibunya.
"Ini buat kalian." Sarah memberikan sejumlah uang pada Kawal. "Kerja kalian bagus kali ini, rencana kedua kalian harus pesan anjing yang liar oke."
"Tenang aja Sar, semuanya akan amat terkendali. Coba liat kita susah payah mendapatkan kecoa, tapi hasilnya memuaskan." ucap Kawal.
"Iya, lo benar. Ibunya sampai mohon-mohon lagi, apa lagi si Ino nangis kejer." ucap Kiwil tertawa.
"Terus si Syihwa jatuh sampai berdarah begitu, itu yang bikin gue senang, lucu banget sumpah." tambah Kawul.
Syihwa berusaha mengambil ponsel yang ada disaku seragamnya. Meraih ponsel, langsung merekam pembicaraan mereka. Syihwa menginjak bekas air minum mineral.
Sarah melihatnya langsung menyuruh temannya mengejar gadis yang mengetahui rencananya, ia bersembunyi dibalik tembok kelas kosong tak sengaja ponsel terlepas dari genggamannya.
Melihat ponsel Syihwa terjatuh. Sarah berhenti mengejarnya, gadis itu memiliki rencana untuk mengungkap siapa yang menguping pembicaraannya. Mereka pergi, Syihwa keluar dari sana dengan sangat kecewa. Susah payah merekam Sarah dan kaki tangannya, ponselnya terjatuh.
Gadis itu ceroboh, disaat seperti ini malah menjatuhkan bukti. Tapi, ia tak boleh menyerah. Kembali menuju kelas Ino tampak menyendiri duduk dipojokan paling ujung, Tina dan Tino sibuk adu bacot tentang chat group yang tadi malam. Padil mencoba menghibur Ino namun tidak berhasil, penyebabnya Tina tak ingin jauh-jauh darinya.
Syihwa mendekati Ino memegang pundaknya, menatapnya langsung memeluknya sambil menangis terisak-isak.
Syihwa izin masuk kerungan guru, beralasan mengambil buku tugas. Disana terlihat Sarah sedang berbincang-bincang dengan bu Riska tentang siapa pemilik ponsel itu, ia terus memperhatikan dan mendengarkan pembicaraan mereka. Bu Riska memasukkan ponselnya ke laci meja.
K.Suni ✓ Minta Like, kritik & sarannya.🤭
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 77 Episodes
Comments
Anonymous
Aku setuju kalau cerita ini up terus
2020-05-16
1
SityJuleha
Bagus banget ceritanya
2020-01-15
2