Syihwa sudah rapih memakai baju Dres berwarna putih. Mendekati ibunya yang sedang menyiapkan sarapan, menatapnya dan memeluk ibunya.
"Good morning, mom." seculas senyuman nampak terlihat dari mulutnya.
Memegang tangan Syihwa. "Sejak kapan jadi semanja ini, perasaan jarang kaya gini." memandang putrinya keheranan.
"Mulai sekarang setiap pagi kalau kita bertemu, aku akan memeluk ibu." Syihwa memeluk ibunya semakin erat sambil menutup mata.
Ibunya berusaha kuat dan tegar, membalas pelukan putrinya. "Ibu adalah seorang ibu yang paling beruntung, memiliki putri sebaik dirimu."
"Aku lebih beruntung, karena menjadi putri ibu yang sangat menyayangiku, tidak seperti ayah yang membuangku begitu saja." wajahnya berubah cemberut menahan kesal.
Mendengar perkataan putrinya membuat ia merasa sedih. "Sudahlah, jangan dipikirkan ayo sarapan dulu."
* * *
Sampai di rumah sakit Syihwa dan ibunya memasuki ruang pemeriksaan, putrinya di bius tanpa sepengetahuan Syihwa memeriksa dan melakukan pengobatan dalam beberapa jam saat semuanya sudah selesai. Ibunya bicara berdua dengan dokter yang baru saja melakukan pengobatan pada putrinya, keluar dari ruangan dokter dengan wajah sedih.
Putrinya sadar memanggil ibunya.
"Ibu... " ucap Syihwa suaranya terdengar lemas dan serak.
"Sayang kamu udah bangun." tanya ibunya memegang tangan Syihwa.
"Kapan kita pulang, aku gak betah lama-lama dirumah sakit bu." ia ingin turun dari ranjang.
"Sekarang sudah boleh pulang, ayo sini ibu bantu." ibunya memegang tangan Syihwa perlahan mereka pergi keluar dari depan pintu rumah sakit.
Menuju parkiran pulang menaiki mobil Toyota berwarna biru. Sepanjang perjalanan Syihwa menceritakan hari pertamanya masuk sekolah, hingga seorang lelaki yang duduk di sebelahnya berteriak.
Membuat ibunya tertawa terpingkal-pingkal mendengar cerita putrinya, bagaimana tidak? Dia memperagakan pada setiap bagian lelaki itu terus saja meneriakinya dengan wajah datar dan tatapannya yang sangat dingin.
* * *
Misey memperhatikan pintu masuk kelas namun tidak ada tanda-tanda Syihwa datang, tak sadar Misey mengetuk-ngetuk meja. Bergidig merinding menghentikan ketukannya, dalam keadaan memegang tangan temannya.
'Kenapa juga gue mikirin Toa.'
Mata Tino menyipit menatap teman sebangkunya yang sedari tadi memegang tangannya.
"Misey gue masih waras kali, lo pegang-pegang tangan gue." ucap Tino menatapnya sinis, mengarahkan pandangannya pada tangannya.
Misey mengikuti arah bola mata Tino, terkejut refleks membanting tangan Tino ke meja keras-keras.
"WADAAAW!" teriaknya kembali mengejutkan Misey sampai berdiri. "Jahat bener lo, sakit tahu, coba liat! Merah kan?" Memegang tangannya, ikut berdiri, meringis kesakitan, mengibas-ngibas tangannya ke udara.
PLAK!
Tangan Tino terasa menampar sesuatu, keras namun terasa empuk. Saat melirik, ia terkejut, melihat wajah Tina berubah merah. Ternyata Tino tidak sengaja menabrakan tangannya ke wajah Tina, sebelum amarah Tina meledak ia secepatnya mencari alasan.
"Gue yakin, lo dateng kesini pasti membawa kabar atau berita bagus, katakanlah." kata Tino memutar kepalanya untuk menatap Misey yang diam memperhatikan mereka.
"TI... " menarik nafas berat, mengatur pernafasannya, menghembuskan sekeras mungkin. "NOOO!" teriaknya.
Membuat Tino menutup telinga, dengan kedua telapak tangannya.
Misey ikut menutup telinganya, tapi sesuatu mengganggu pikirannya. Teriakan Tina belum bisa menandingi Toa, mungkinkah dia merindukan sifat buruk musuh bebuyutannya.
Tina menjewer kuping sebelah kiri Tino, sampai memerah.
"Ampun Tina! Gue gak sengaja, serius." Tino meringis kesakitan.
Tina mulai menghembuskan nafas sabar, melepaskan telinga sepupunya itu. "Tino, di panggil sama guru BK." ucapnya singkat. "Lo gak ada habis-habisnya bikin masalah, gue yakin hukuman kali ini pasti berat satu kata buat lo... SUKURIN!"
"Terserah gue dong, masalah?!" Tino pergi dari sana sangat bersemangat.
Amarah Tina hampir keluar dari batasannya, melihat Padil membuat Tina tersenyum. Misey melangkah pergi dari sana, hampir mendekati pintu keluar.
Padil membawa buku tugas teman sekelasnya, buku yang di bawanya hampir berjatuhan. Syihwa memegang buku itu, Padil tersenyum padanya. Misey terdiam pada samping pintu sedikit lebih jauh dari mereka.
"Sini biar gue yang bawa setengahnya." pinta Syihwa menatapnya.
Padil memberikan setengahnya pada Syihwa yang bersedia membantunya, Tina ingin melangkah mendekati pujaan hatinya. Namun kebelet pipis, panggilan alam tidak bisa diganggu gugat.
Lelaki itu membulatkan matanya tak percaya. Toa membantu orang lain? Gak salah.
Menaruh buku-buku diatas meja guru. "Thanks, udah bantuin gue, selama ini gak ada yang bantuin. Jadi beruntung banget lo ada di kelas ini."
"Iya sama-sama, jangan bilang begitu gue gak sebaik itu. Karena ada seseorang yang menilai gue gak baik." matanya menatap Misey sangat tajam.
"Siapa sih yang nilai lo tanpa liat sisi baik lo, dia pasti buta mata," ia menunjuk kematanya. "Sama buta hati," menunjuk kedadanya. "Lo udah baik, suka menolong dan cantik. Kenapa orang itu bego ya?"
Syihwa mengangguk-angguk dengan senyuman lalu berubah menjadi datar menatap Misey. Sedangkan yang ditatap, mengangkat sebelah alisnya kesal menatap Padil.
"Kemarin kenapa gak masuk?"
Pertanyaan Padil membuat Misey ingin membuka telinganya lebar-lebar, ingin tahu apa alasannya.
"Gue harus rutin check up."
Misey semakin penasaran.
"Ko check up, emang lo sakit apaan?"
"Gue juga gak tahu, yang jelas kata ibu gue cuma jaga-jaga aja kalau sakit langsung diobatin."
"Oh gitu sebentar." Padil memandangi satu kelas. "Kita semua di suruh kumpul di tengah lapangan, jangan banyak tanya karena gue juga gak tahu ayo!" ia keluar dari kelas.
Syihwa hanya melongo, bingung melihat Padil pergi ke tengah lapangan.
Beri penulis semangat, Kritik, Like & Sarannya🤗
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 77 Episodes
Comments
🍀Ode Tri🍀
syihwa kembar yah Thor ?? si toa maksud misey kembara syihwa 🤔🤔 terus sakitnya syihwa akut yah thorrr 🤔 duhhh makin penasaran
2020-06-20
1
Patrick Sinaga
seru lanjutkan
2019-12-23
1