Matahari sore menggantung rendah dilangit, angin bertiup pelan, duduk diatas bangku taman, kedua tangan tanpa memakai perban perlahan mulai sembuh. Syihwa menggenggam sebuah foto, terdapat dua anak kecil yang sedang tersenyum bersama disana. Dirinya dan juga seseorang yang sedang ia tunggu, anak lelaki yang berjanji mengatakan sesuatu padanya. Gadis itu menunggu ditaman, namun... Seseorang yang ia tunggu, tak kunjung datang.
Saat itu usianya menginjak sebelas tahun, entah mengapa, Syihwa sangat membenci saat-saat itu. Ditinggalkan oleh seseorang yang berarti dihidupnya satu demi satu mereka pergi, dan belum kembali. Terpuruk dalam kesedihan, anak lelaki yang difoto menghampirinya. Memberikan Syihwa semangat dalam menjalani hidup, yang bernama Mexsi perlahan membuatnya tersenyum kembali, membawa kehangatan didalam hatinya. Namun sayang, tidak kunjung datang, seperti menghilang ditelan bumi. Sampai matahari tenggelam, ditelan malam.
Setiap hari minggu tepat jam empat sore, ia akan duduk dibangku taman, menunggu kedatangan seseorang. Syihwa percaya, jika terus menunggu lelaki itu akan datang dari ujung jalan sana, menghampirinya, lalu akan mengungkapkan perasaan yang selama ini tersimpan sejak usia sebelas tahun. Sampai dia beranjak hampir berusia tujuh belas tahun, tetap setia menantinya disana. Entah sampai kapan...
Menengok ke arah samping, duduk bersandar dibahu bangku.
"Kau tahu tidak, hari ini aku kembali?" Syihwa tersenyum datar. "Kapan kau akan duduk disini, bersamaku lagi?" memandang anak lelaki yang tersenyum lebar didalam foto.
"Aku pindah sekolah, dan tempat ini cukup dekat dengan sekolah baruku." jadi aku hanya perlu berjalan kaki sebentar, tidak seperti dulu saat aku masih tinggal di Cikarang." ia menengok ke sebelah kiri. "Aku harus menaiki bus, pulang malam dan ibuku terus memarahiku."
"Haha... " ia tertawa kecil.
"Tapi, gak terasa ya? Waktu cepat berlalu. Aku sudah tumbuh menjadi gadis yang mudah tersenyum dan juga kuat. Tapi... Seperti apa rupamu saat ini? Oh iya, ada seseorang yang sangat mirip denganmu, tapi aku tidak yakin itu kau. Karena sifatnya sangat berbeda denganmu, dia selalu saja meneriakiku sampai-sampai gendang telingaku hampir pecah." ia tertawa kecil kembali.
Memandang kedepan lurus-lurus...
"Tapi... Aku merasa dia mulai berubah, dan semakin baik padaku, membuatku nyaman, entahlah jantungku terasa ingin copot saat dia menatapku lekat-lekat. Mexsi, jika kau tak datang-datang! Seseorang akan merebut diriku, darimu."
"Maka... " kedua bola matanya berkaca-kaca. "Kumohon, datanglah." tes setetes air mata membasahi roknya. "Aku hampir lelah menunggumu, jadi... Kumohon datanglah, Mexsi." Syihwa menangis tersedu-sedu, hari semakin gelap.
* * *
Setelah jam upacara pagi, para siswa diperbolehkan istirahat setengah jam. Seekor anjing melaju cukup kencang ke arah Syihwa, saat anjing itu hampir mendekatinya Misey ingin bertanya berdiri dihadapannya. ARGGH! Menggigit pergelangan kaki Misey, ambruk, jatuh terduduk. Anjing itu lari keluar menuju gerbang belakang sekolah.
"Aaa!" Misey berteriak kesakitan,
Membuat Syihwa terkejut, langsung lari menuju ruang uks, kembali mengambil kotak P3K. Jongkok, membuka kotak p3k, gadis itu menyentuh pergelangan kaki Misey yang terluka. Dengan kasar Misey mendorongnya hingga tersungkur, tidak menyerah sama sekali.
Ia bangkit mencoba menyentuh pergelangan kaki lelaki itu, tetap saja didorong kembali. Saat ke tiga kalinya mengatakan sesuatu, yang membuat suasana hatinya kacau.
"Lo yang udah bikin gue kaya gini, dan tiba-tiba lo simpatik sama gue." menatap Syihwa. "Seharusnya gue gak kasih lo kesempatan, seharusnya gue gak percaya sama lo! Samapi kapan pun lo gak akan pernah bisa berubah... "
Syihwa tidak mengerti apa yang baru saja Misey katakan, ia menekuk kedua alisnya, menatap lurus-lurus memandangi wajah Misey terlihat sangat marah.
"Gue gak tahu apa salah gue. Tapi apa pun itu lo terluka, gue obatin dulu ya? Marahnya nanti aja setelah diobatin." tangannya mencoba menyentuh.
Dengan kasar Misey menepis tangannya sampai memerah.
Sarah mendekati mereka pura-pura tidak tahu apa pun, membantu Misey berdiri pergi dari sana. Sebelum pergi meninggalkan Syihwa, lelaki itu melempar gulungan kertas ke wajahnya. Pergi dari sana, gadis itu mengambil kertasnya, kedua matanya membulat, tidak percaya. Air mata pun berlinangan tak sanggup untuk dibendung, Tina, Ino, dan Padil mendekatinya.
Syihwa memilih pergi dari sana, mengambil langkah seribu meninggalkan tempat itu. Menangis, matanya terasa perih, seperti ada ribuan cabai yang memasuki matanya. Tidak tahu apa-apa tentang pemesanan anjing liar yang mencalaki pergelangan kaki Misey, ingin mencoba menjelaskan, tapi sangat sulit. Mulutnya terasa tertutup rapat saat lelaki itu menatapnya dengan tatapan yang tak biasa, tatapannya kembali seperti saat pertama kali memasuki kelas bersama.
Bel masuk berbunyi, melangkah masuk ke kelas mau tidak mau Syihwa harus menyudahi tangisannya yang hampir berkepanjangan. Kertas yang Misey lempar ke wajah Syihwa, ternyata bukti pemesanan anjing yang baru saja melukai pergelangan kaki Misey. Siapa yang tega menuduhnya berbuat hal rendahan semacam ini? Menyelidiki, akan tetapi apakah Misey akan percaya padanya? Jangan berpikir yang tidak-tidak. Bagaimana pun juga kesalah-pahaman, harus segera diluruskan secara baik-baik.
Kedua bola mata Syihwa menatap kosong ke depan papan tulis, bu Riska terus memandangi gadis yang sedari tadi melamun. Ingin rasanya bertanya, belum waktunya perihal pelajaran masih berlangsung. Kini pandangan Syihwa teralihkan pada bangku kosong sebelah kiri paling pojok dibaris ke tiga, tempat duduk Misey yang kosong.
Dia belum kembali? Apakah dia sakit? Atau lebih buruk, tidak! Pergi jauh-jauh pemikiran seperti itu.
Jam pulang pukul empat sore, yang lain membereskan peralatan belajar mereka. Sedangkan Syihwa masih melamun disana, Tina ingin bertanya padanya. Akan tetapi Syihwa nampak tidak ingin ditanya, melengos buang muka. Tino mengajak Tina pulang, apa boleh buat mereka keluar dari kelas tanpanya.
Sepi... Sangat hening.
"Pasti karena Misey?" ucap bu Riska, menarik bangku kedepan, duduk dihadapannya.
Syihwa terkejut...
"E-nggak ko bu." butuh tenaga besar mengucapkannya.
"Apa pun itu, kamu tetap tidak akan bisa membohongi perasaanmu sendiri. Kejadian tadi sudah tersebar disekolah," kedua bola matanya menatap menerawang. "Ibu yakin kamu bukanlah pelaku yang sebenarnya, jangan memendam perasaan lebih lama." ia menepuk pundak Syihwa pelan, bangkit dari kursi pergi dari sana.
"Terima kasih, bu... "
Apa pun yang terjadi Syihwa harus mencari bukti, siapa pelaku yang sebenarnya.
* * *
Didalam gudang sekolah.
“Gawat! Pasti Sarah gak bakal maafin kita.” ucap Kawal serius.
“Kawul, coba aja lo gak kelilipan. Gak bakal kaya gini!” kata Kiwil ketus.
“Marah-marah mulu, salah lo sendiri pakai acara maling bedak cewek.” teriak Kawul. “Tertiup angin, arahnya ke mata gue lagi.” cerocos.
“Kiwil, ngapain si lo maling bedak cewek. Mau menandingi bencong yang suka mendatangi tiap-tiap rumah, nyanyi bak suara jin... terus kalau gak dikasih duit ngomel.” tanya Kawul.
“Anjiiir! Gak lah, tadinya buat ngerjain si Kiwil. Dia suka tidur dikelas mau gue bedakin jadi bencong, eh malah kaya gini.” jelasnya panjang kali lebar.
Kiwil meraih kerah Kawul menonjok, sedetik kemudian langkah kaki Sarah mendekat. Mereka saling bertatapan satu sama lain, mencari-cari alasan.
“Gue senang banget hari ini…” Sarah duduk disebelah Kawal, tersenyum bahagia.
Kawal, Kiwil dan Kawul. Saling bertatapan kembali, menggeleng-geleng kepala tersenyum licik. Mereka tidak perlu mencari-cari alasan lagi, karena suasana hati Sarah sedang bagus.
“Kenapa? Cerita dong.” pinta Kawal berbohong.
“Aaah itu,” Sarah sedikit malu menceritakannya. “Hmm… Begini, Misey tadi digigit. Gue bantuin dia, terus dia minta gue buat jadi mata-mata.” tersipuh malu. “Gue minta no nya aja langsung dikasih, pokoknya tugas kalian awasin terus gerak-gerik cewek itu.”
Tanpa menjawab, mereka mengangguk patuh setuju dengan perintahnya.
“Malam ini akan menjadi malam yang paling gak akan cewek itu lupa, tugas kali ini gak boleh gagal.” lanjut Sarah.
“Beres Sar, lo tenang aja.” celoteh Kawal.
Mereka semua tersenyum licik, sedangkan Kawul tertawa sendiri sampai batuk-batuk. Yang lain menatap tajam ke arah cowok itu, tersenyum pasrah menunjuk anjing yang sedang menjilat kantong belakang yang berada dibokongnya. Ternyata mendapati makanan anjing, lupa memberinya makan, tawa yang lain langsung meledak.
Beri penulis semangat, Like, kritik dan sarannya. Terima kasih🤗
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 77 Episodes
Comments
🍀Ode Tri🍀
Sarah kelewatan 😠😠
2020-06-20
0