Ares: Never Grow Up
POV: Author
Di kehidupan yang hampa bagai kertas yang kosong, akan jadi indah dengan tinta yang dituangkan di atasnya. Seperti mimpi seorang anak kecil yang masih polos dan lugu, dan kenyataan dunia yang tajam serta pahit.
Sosok anak kecil itu menatap lurus ke arah jendela dengan tatapan hampa, poni rambutnya yang lebat hingga menutupi mata, serta tubuhnya yang kurus dan banyak lebam serta luka.
Bibir kering anak itu terus bergumam seraya menatap langit berbintang. Di dalam katanya, dia menceritakan mimpi indah yang dia lihat dalam tidurnya. Ribuan bintang itu terus berkelip seolah senang mendengarkan cerita sang anak.
Setelah bercerita, anak itu terdiam. Bibirnya terkatup rapat, dengan pelan dia menutup jendelanya.
***
POV: ???
TINNN! TINNN!
"HEI CEPAT JALAN! AKU HAMPIR TELAT KE KANTOR!"
Ah ... rutinitas yang membosankan. Hiruk pikuk kota ini selalu berisik. Dia pikir dia saja yang takut telat? Apakah dia tidak berpikir semua orang punya kepentingan yang sama?
"Perhatian, subway nomor 658 akan segera datang. Perhatikan langkah kaki anda saat memasuki kendaraan, bagi anda yang ingin turun, pastikan barang bawaan anda tidak ketinggalan."
"Minggir-minggir! Aku ingin ada di antrian depan!" Seorang pria gendut menyerobot antrian ini membuatku begitu kesal. Aku menatap pria itu dengan tatapan tidak suka semenjak dia berdiri di depanku.
"Apa?! Wajahmu sangat mengesalkan! Apakah kau tidak punya sopan santun pada orang yang lebih tua?!" Pria itu sepertinya sadar bahwa aku menatap jengkel padanya, hmp.
Aku tersenyum simpul sambil menatap pria yang lebih pendek dariku itu. "Maaf, ibuku tidak mengajariku untuk sopan pada babi," jawabku yang membuat pria itu langsung melotot ke arahku.
"APA?! KAU BILANG APA BARUSAN?!" Pria gendut itu membanting tas kerjanya dan menarik kerah bajuku dengan keras.
"Babi. Apakah ibumu tidak mengajarimu untuk antri dengan baik?" tanyaku dengan nada yang dingin serta senyuman yang hangat. Ucapanku sukses membuat pria itu memukul wajahku dengan keras.
BUGH!
Aku jatuh terduduk ke belakang, banyak orang mulai memanggil petugas keamanan.
"DASAR KAU ANAK MUDA TIDAK TAU SOPAN SANTUN! KAU! KAU!" Pria gendut yang semakin marah itu kini dihadang oleh dua orang petugas keamanan. Aku tersenyum penuh kemenangan, yah ... kemenangan bukan hanya berarti mengalahkan musuh bukan?
Kalau dia dilarang naik subway, maka dia akan telat kerja. Taruhannya adalah teguran, penurunan gaji atau pangkat, atau yang terburuk adalah dipecat.
"Aduh apakah kau tidak apa-apa nak? Pria itu sangat mengesalkan! Untung saja kau mengambil langkah yang tepat dengan tidak membalas pukulan pria itu!" Seorang ibu-ibu dengan tas sayur mendekat ke arahku dan membantuku berdiri. Aku tersenyum kecil lalu segera berdiri dan merapikan kemeja kerjaku.
"Tidak apa-apa Bu, orang seperti itu memang harus diberi pelajaran," ucapku sambil tersenyum.
"Kau benar! Ada-ada saja kelakuan orang sepertinya!" Ibu-ibu itu ikut menggerutu kesal. Setelah itu, ibu tadi kembali ke antriannya di barisan tengah, sedangkan aku kembali di antrian depan.
Keributan besar yang tadi terjadi, menghilang seolah lenyap dari muka bumi. Tidak ada orang yang membahasnya lagi, hal seperti ini langsung dilupakan begitu saja.
Oh benar, namaku Ares Andrias. Aku hanyalah seorang manusia biasa yang tinggal di zaman modern. Usiaku 26 tahun dan aku belum menikah. Sebenarnya aku tidak terlalu tertarik pada pernikahan. Aku bekerja sebagai pekerja kantoran dengan posisi manajemen IT. Hm, mungkin memang benar aku manusia biasa, warna kulitku tidak terlalu terang dan tidak terlalu gelap, rambut hitam, namun aku memiliki warna mata emas. Ada yang bilang ini indah, ada juga yang mengatakan aku monster karena warna mataku. Tapi yah sudahlah, itu hanya masa lalu.
Tempatku mengantri ini adalah sebuah tempat terbuka, dengan kata lain outdoor. Walaupun sudah ada pemberitahuan bahwa subwaynya akan segera datang, tapi biasanya kita masih harus menunggu 10 hingga 15 menit lagi.
Whusss.
"Hm?"
Kenapa tiba-tiba gelap?
Aku menatap ke arah langit, padahal setauku hari ini langit hanya memiliki sedikit awan.
Dan benar saja, yang kulihat di langit bukanlah awan, tapi sebuah benda hitam seperti sebuah lingkaran yang makin lama semakin besar.
Tunggu ... semakin besar?
Bukankah itu artinya benda itu menuju ke sini?!
Aku memutar badanku dengan cepat dan berlari keluar dari tempat antrian subway itu. Beberapa orang yang menyadari hal yang sama sepertiku, langsung ikut berlari.
"IBU AYO LARI! ADA BENDA ANEH YANG AKAN JATUH DARI LANGIT!" Aku mendengar suara dari para petugas keamanan yang menyuruh agar semua pengguna subway saat itu segera meninggalkan tempat.
"MINGGIR-MINGGIR! AKU TIDAK MAU TERKENA BENDA ITU! AKU HARUS CEPAT KELUAR!"
"TOLONG AKU LEBIH DULU! AKU MASIH PUNYA ANAK BAYI DI RUMAH!"
"IBUU! AYAAH! HUEEE!"
Suara kericuhan mulai terjadi dimana-mana. Pintu subway ini terlalu kecil. Bahkan pintu evakuasi juga sudah dibuka namun tidak sanggup membantu untuk keluar para pengguna subway.
Anak-anak yang menangis karena melihat orang dewasa panik, para lansia yang sudah pasrah kemanapun anak muda membawa mereka. Aku sendiri juga ikut berdesakan untuk keluar dari tempat ini.
"TOLONG JANGAN PANIK! KALAU KALIAN SEMAKIN PANIK MAKA AKAN SEMAKIN LAMA KALIAN KELUAR!" teriak salah seorang petugas keamanan yang diabaikan oleh para warga.
Nging.
Sial, sudah terlambat!
DUUARRR!!
WHUSSSSS!!!
Benda yang jatuh itu menimpa puluhan orang yang masih berada di area pemberhentian subway. Suara ledakan dan gempa yang dihasilkannya berhasil membuat tempat ini seketika roboh. Angin yang tercipta membuat para manusia terpental keluar bersamaan dengan puing-puing bangunan.
SRAKK! BRAKK!
"Ukh ... akh!" Aku terdiam sejenak merasakan lengan serta kepalaku yang sakit. Sepertinya lenganku tidak sengaja mendarat di atas batu, begitu juga kepalaku.
Aku masih tengkurap dan berusaha untuk berbaring, mataku menatap ke arah benda raksasa yang berdiri tegak di depanku.
Roket? Kegagalan sains?! Apa-apaan ini?!
Aku masih berpikir bahwa itu adalah roket yang diluncurkan oleh para peneliti untuk meneliti ruang angkasa namun gagal. Tapi saat aku melihat ke arah lain, puluhan roket yang sama menancap hampir di tiap daerah, ukurannya yang besar membuatnya mudah dilihat. Gedung-gedung tinggi banyak yang hancur saat roket ini mendarat.
"Apa ... apaan? Kenapa ada banyak sekali?" Aku berusaha untuk duduk, menyampingkan rasa sakit yang kurasakan. Aku melihat ke arah lenganku yang kini mengeluarkan darah segar.
Sepertinya tergores batu tajam, syukurlah tidak patah.
Aku jadi harus mengacak rambutku yang sudah ku-tata rapi untuk mengecek keadaan kepalaku. Sepertinya juga sama.
Kletuk.
"Hah?" Aku menengok ke arah roket itu. Lempengan besi serta seng yang menyelimuti roket itu kini mengelupas. Hingga menampakkan wujud asli dari apa yang dibawa oleh roket itu.
Sebuah tabung raksasa berwarna merah.
TANG!
Satu persatu baut dari tabung itu lepas, membuat tabung itu mengeluarkan gas berwarna merah. Aku segera berdiri lagi dan hendak berlari.
TANG! TANG TANG TANG!
APA ITU?! APAKAH TABUNGNYA AKAN MELEDAK?!
DDUUUUAAARRRR!
WHUSSS!
DUAR DUAR DUAR!
Seluruh roket itu meledak beruntun di seluruh kota ini. Gas merah yang awalnya hanya bocor sedikit, kimia membuat seluruh kota, tertelan gas merah yang aneh ini.
Aku tidak akan pernah menduga, bahwa dari sini hidupku akan berubah.
To be continued ...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 115 Episodes
Comments
Brooww_Nisss
wkwkwkwk muantappp sindirannya
2022-12-13
1
mas kus
lanjutkan thor, penasaran dgn ceritanya
2022-10-05
1
Memet
dunia impian para lolicon
2022-06-22
1