..."Aku adalah satu-satunya penduduk kota yang tersisa."...
POV: Riot
FLASHBACK.
Namaku Riot, Riot Valvera. Aku hidup di keluarga yang sederhana. Punya orang tua lengkap, dan tumbuh dengan kasih sayang. Lingkungan tempat tinggalku juga dipenuhi orang-orang baik. Karena itu aku juga sangat menyayangi mereka semua!
***
"Ibu! Aku berangkat sekolah dulu!" pamitku pada mereka. Aku mengikat tali sepatuku dengan terburu-buru.
Bisa-bisanya aku bangun kesiangan! Bagaimana jika aku terlambat?!
"Kamu tidak sarapan lagi? Astaga!" tanya ibuku dengan wajah cemberut. Aku tertawa kecil, tanganku mengambil bekal yang sudah disiapkan olehnya.
"Terimakasih Bu!" ucapku sambil mengecup pipi ibuku. Setelah itu aku segera berlari mengejar bis angkutan umum.
Namaku Riot Valvera, tahun ini umurku genap 16 tahun. Aku adalah seorang siswa SMA kelas 1, meskipun aku tidak terlalu pandai, tapi aku sangat bersyukur bisa masuk ke salah satu sekolah impian!
Tin! Tiinn!
"TUNGGU PAK!" Aku berlari secepat yang kubisa untuk mencapai pintu bis. Beruntung seseorang membuka pintunya, jadi aku bisa masuk!
"Terlambat lagi nak?" tanya pria tua yang membukakan pintu. Aku menatapnya beberapa detik, setelah kuingat-ingat ... dia adalah orang yang sama, yang selalu berdiri di sebelah pintu bis.
"Hehe! Iya pak, saya sudah terbiasa bangun siang," ucapku sambil menggaruk kepalaku yang tidak gatal. Aku segera mengeluarkan kartu dan melakukan pembayaran digital.
Tring!
"Syukurlah masih ada isinya," ucapku lega. Sebenarnya aku agak takut jika tiba-tiba kartu ini habis, karena aku selalu lupa mengisi saldonya. Aku mengedarkan pandanganku, mencari kursi kosong.
"Yang tersisa hanyalah kursi itu, cepat duduk sebelum ada yang mengambilnya!" ucap pria tua itu lagi. Aku mengangguk dan dengan cepat menuju ke arah kursinya.
Aku tidak ingin berdiri lagi seperti kemarin! Akan kupastikan kursi ini mampu kududuki!
"Hah! Akhirnya aku dapat tempat duduk! Di dekat jendela lagi!" ucapku senang. Aku mengeluarkan ponselku, melihat bahwa jam sudah menunjukkan pukul 06.50, aku menghela nafas pelan, sepertinya aku akan tetap terlambat 10 menit.
***
Tiinn!
Aku segera bangun lalu berjalan ke arah pintu bis. Sebelum keluar dari bis, mataku melihat ke arah pria tua yang tersenyum padaku. Aku ikut tersenyum sambil sedikit menundukkan kepalaku sebagai bentuk sopan santun.
"Yak! Sekolah! Aku datang!" ucapku dengan semangat. Hari yang cerah untuk masuk sekolah! Kuharap hari ini akan berjalan lancar!
***
"SUDAH BERAPA HARI KAMU TERLAMBAT?! DAN ALASANMU MASIH SAJA BANGUN KESIANGAN?!" Seorang guru BK sedang memarahiku.
Kupikir hari ini tidak akan ketauan, tapi tetap saja aku ketauan.
"TUAN VALVERA?! APA KAMU MASIH MENDENGARKANKU?!" teriak guru itu tepat di depan wajahku. Aku segera terbangun dari lamunanku lalu mengangguk dengan cepat.
"Hmp! Jika hal ini terulang lagi, maka aku tidak punya pilihan selain memanggil orang tuamu ke sekolah!" ucapnya lalu membukakan pintu keluar. Aku mengangguk dengan cepat dan segera keluar.
"Orang tuaku selalu membelaku Bu, kau memanggilnya ke sekolah ya tidak akan berpengaruh~," gumamku pelan setelah keluar dari ruang BK. Aku berjalan santai ke arah kelasku, mataku melihat bahwa kelasku sudah dimasuki guru.
Ini gawat, apa lebih baik aku membolos saja? Sepertinya lebih baik aku bolos di jam ini. Nanti aku kembali saat istirahat saja!
"Ekhem? Mau kemana Tuan Valvera?!"
Deg.
I-ini ... suara guru matematika ... .
Aku menoleh dengan kaku ke arah belakang. Mataku melihat sepatu hitam mengkilap dengan hak lumayan tinggi. Serta rok hijau polos sebetis yang terlihat ketat. Kacamata beningnya menampilkan sorot mata yang tajam ke arahku.
Glek.
Aku menelan ludahku dengan susah.
"Apa kau berniat untuk bolos dari kelas saya lagi?" ucapnya sambil tersenyum kejam. Aku menggelengkan kepalaku dengan cepat.
"Ti-tidak Bu!" jawabku.
"Kalau begitu masuk kelas. Sekarang," ucapnya dengan penekanan di akhir kalimat. Aku segera berlari masuk kelas dan duduk di bangku milikku.
"Jiahh, kasian ga jadi bolos!" ucap Rei, teman sebangkuku. Aku mendengus kesal mendengar ejekannya.
"Aku cuma tidak beruntung! Lain kali tidak akan ketauan!" ucapku ketus. Guru matematika itu sudah kembali masuk kelas. Dia menatapku dengan senyuman miring di wajahnya.
Deg.
Firasatku tidak enak ... .
"Nah Tuan Valvera, silakan jawab pertanyaan untuk nomor 23a hingga 23k," ucapnya dengan senyuman. Bagai tersambar petir di siang bolong, aku segera mencari buku matematika di dalam tasku.
I-ini ... BANYAK BANGET TOLONG! BAGAIMANA CARAKU MENYELESAIKAN SEMUANYA?! DAN LAGI, MATERI APA INI? APAKAH INI BENAR-BENAR MATERI ANAK SMA?! BUKANKAH INI SEHARUSNYA UNTUK MAHASISWA?!
"Riot ... gapapa? Keringatmu banyak banget! Pfft!" ucap Rei sambil menahan tawa. Aku mengepalkan tangan kananku dengan kuat, setelah membuka buku aku segera maju ke papan.
Lihat saja! Akan kubuktikan bahwa aku bisa!
***
Tapi kenapa aku malah dihukum berdiri di lapangan?!
Aku berdiri di bawah teriknya matahari, sembari menatap langit biru dengan awan yang sedikit. Dari balik awan muncul sesuatu, itu mirip seperti pesawat yang jatuh.
"Tidak ... itu bukan pesawat ... roket?" tanyaku pada diriku sendiri. Aku segera berlari meninggalkan lapangan, firasatku sangat buruk saat ini.
Perset*n dengan hukuman! Aku harus memberitahu semuanya!
Brak!
Dengan nafas tersengal-sengal, aku berlari ke kantor guru. Mereka menatapku dengan tatapan yang aneh, ada yang bingung, ada yang marah, dan ada juga biasa. Sambil mengatur nafas, aku menutup mataku. Menenangkan diri sebelum mengatakan hal bisa dikira omong kosong.
"Ada ... roket yang akan mendarat di sini! Saya mohon ... segera pulangkan murid-murid!" ucapku serius. Tapi mereka malah tertawa kecil, mengira diriku berhalusinasi karena kehausan.
"Apa kamu butuh air? Kemarilah! Hahahahaha!" ucap seorang guru laki-laki. Aku menggelengkan kepalaku dengan cepat.
Tidak aja jalan lain, aku harus menunjukkan langsung pada mereka!
Aku mencekal salah satu lengan guru di sana.
"Apa kau gila?!" Dia berteriak marah padaku. Aku tidak mempedulikannya, menunjukkan roket itu lebih penting bagiku saat ini.
Aku terus menarik lengan guru itu hingga sampai ke tengah lapangan. Tanganku kananku menunjuk pada roket yang sudah meluncur ke sini.
"Aku tidak berbohong! Roket itu akan mendarat di sini! Segera pulangkan murid-murid!" ucapku degan nada sedikit tinggi. Guru itu menatapku dengan serius lalu segera berlari ke kantor.
[Perhatian.
Untuk seluruh warga sekolah. Dimohon segera meninggalkan tempat.
Sekali lagi.
Untuk seluruh warga sekolah. Dimohon segera meninggalkan tempat.]
Aku menghembuskan nafas lega, aku mengambil tasku di kelas lalu segera keluar dari wilayah sekolah. Tapi kenapa para murid lainnya masih tenang-tenang saja!
Tidak bisa begini! Aku harus memberitahu mereka!
Saat hendak kulangkahkan kaki ke gerbang sekolah. Roket itu sudah datang.
DUAR! JGLAM!
Aku membulatkan bola mataku, menatap lebar-lebar pemandangan di depanku. Roket itu meratakan semuanya, sekolah ini sudah rata dengan tanah.
"R-Rei?" tanyaku pelan. Aku mendekat ke arah roket raksasa itu.
Clang!
Potongan besinya lepas? Ada apa?
Psssh!
Roket itu mengeluarkan gas merah pekat. Baunya sangat aneh dan tidak sedap, bahkan aku hampir muntah karena tersembur langsung di depannya!
Nyut!
A-ada apa ini?! Kepalaku ... sangat sakit!
Aku berlutut dengan kedua tangan memegang kepalaku. Rasanya seperti mau meledak! Gas ini terus keluar, menyebar ke jalanan hingga ke pemukiman padat penduduk.
"Ay-ah ... Ibu ..."
Bruk.
Aku sudah tidak sadarkan diri.
TBC.
Jangan lupa likenya ya guys!
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 115 Episodes
Comments
mas kus
kok gak ada yg komentar....
2022-10-08
1