"Keajaiban ... ya?"
POV: Author
Ares menutup kedua matanya. Bau hangus terbakar serta pijakannya yang mulai runtuh, tidak membuat Ares bergeming sedikitpun.
Cringgg!
Sebuah cahaya biru mulai bersinar dari tubuh Ares. Cahaya itu kemudian menyebar layaknya komet di langit malam. Perlahan Ares mulai membuka matanya. Mata emas dengan tatapan yang tajam dan serius.
"Begini?" Ares mengarahkan tangannya ke udara, wajahnya masih menunduk untuk melihat para anak-anak lain yang mulai memanjat naik ke atas.
CRIINGGG!
PAATTTSSS!
"A ... pa ini?"
"Mustahil ... apakah mereka masih manusia?"
"Hei ... bukankah kita harus lari? Kita akan mati jika terus di sini!"
Seluruh anak-anak yang mencoba merangkak naik dan menjatuhkan sulur mawar Merlida, kini terdiam menatap langit yang dipenuhi dengan senapan. Bukan hanya satu atau sepuluh. Tapi ada lebih dari seratus senapan di atas sana yang siap menembakkan besi panas.
Whuss.
"Ares?" Merlida menatap Ares yang perlahan melayang lebih tinggi dari pijakannya.
Ares terbang.
Anak laki-laki dengan mata emas itu memandang semua anak lainnya di bawah. "Dalam hitungan ke 5, yang tidak pergi dari sini akan mati. 1." Ares mengangkat telunjuknya ke langit sesuai dengan hitungannya.
"2."
"HEI CEPAT LARI! AKU TIDAK MAU MATI!" Seluruh anak-anak yang tadi begitu berhasrat untuk menangkan anak dengan kekuatan keberuntungan, kini lenyap dihadapan 'ketakutan' yang Ares berikan.
"3."
"CEPATLAH TURUN! AKU MAU HIDUP!" Anak-anak yang sudah terlanjur memanjat jadi semakin panik karena mereka kesusahan untuk turun.
"4."
"Hei hei! Mau kemana kalian?! Tujuan kita ada di atas sana!" Anak dengan rambut setengah-setengah yang tadi memprovokasi Ares kini terlihat panik karena semua bawahannya pergi meninggalkannya.
"KAU SAJA YANG NAIK DASAR BODOH! KAMI MASIH MAU HIDUP!" jawab anak-anak itu serentak kemudian berlari meninggalkannya sendirian. Melihat yang tersisa hanyalah anak dengan rambut setengah-setengah itu, Ares berhenti menghitung di angka 4.
Whuss.
Perlahan Ares turun, dia berhenti tepat di hadapan anak rambut setengah-setengah itu. "Nah jadi? Apa kau sudah menyerah?" tanya Ares sambil memiringkan kepalanya, hingga lehernya memunculkan bunyi seperti ranting patah.
Mental anak itu langsung terguncang, mata emas yang bersinar terang dihadapannya terlihat begitu menakutkan. Padahal badan Ares lebih pendek darinya, tapi entah kenapa ... rasanya dia sedang tertekan karena kehadiran Ares.
"Hah ... aku? Menyerah?" Anak itu bergumam pelan, namun Ares masih bisa mendengarnya. Ares mengerutkan keningnya kesal, dia mulai menggerakkan telunjuknya, dan arah seluruh senapan itu kini tertuju pada anak tadi.
"Kalau kau tidak menyerah, maka tempat ini akan menjadi kuburanmu," ucap Ares dengan dingin. Tapi anak di depannya justru tersenyum dan mulai tertawa.
"Hahaha ... HAHAHAHAHAHAHA!"
Ares masih diam melihat anak yang sepertinya mulai gila itu. Namun tiba-tiba sebuah cahaya ungu mulai keluar dari punggung tangan kanan anak tadi. Ares sudah melihat cahaya itu, tapi masih belum tau itu apa.
"Kalau aku mati, maka aku akan membawa kalian mati bersamaku."
DEG!
Jantung Ares langsung berdetak cepat. Instingnya memberitahu bahwa akan ada hal buruk yang terjadi.
"GAWAT ARES! LINDUNGI ANAK INI!" Suara teriakan Merlida membuat Ares terperanjat kaget. Ares menoleh ke belakang untuk melihat bunker yang dia ciptakan tadi. Namun tiba-tiba ... bunker itu meledak bersama dengan Merlida yang ada di sana.
DUUUAAARRR!
WROSSHHH!
"MERLIDA!" Ares menengok ganti ke arah anak laki-laki berambut setengah-setengah itu. Namun yang dia dapati adalah hal yang lebih mengerikan.
"Sudah kubilang bukan? Aku tidak akan mati sendiri. Anak itu dan perempuan kecil itu, harus ikut denganku." Anak laki-laki tadi berbicara dengan kepalanya yang tinggal setengah. Setengah dari tubuh anak itu sudah berubah menjadi abu yang terbawa angin, dan perlahan tapi pasti. Seluruh tubuh anak itu mulai lenyap.
Ares berusaha untuk menenangkan shock mental yang dialaminya, dan dia langsung berlari ke tempat ledakan terjadi.
"Merlida! Kau baik-baik saja?!" teriak Ares sambil menatap puing-puing aspal serta sulur berduri di depannya.
Kratak! Gruukk! Graduk!
Tak berapa lama, puing-puing aspal itu mulai terangkat. Di tengah-tengah celah tiap puing-puing mulai muncul ujung sulur berduri milik Merlida.
DRRAAAAKKK!
Puing-puing itu kemudian terlempar ke segala arah, memunculkan sosok Merlida yang memeluk anak yang terluka tadi. "Merlida!" Ares berlari ke arah Merlida dengan panik.
"Apakah lukamu parah?" tanya Ares sambil melihat pelipis Merlida yang meneteskan darah. Gadis berambut hitam itu menggelengkan kepalanya.
"Tapi Alan, dia terluka parah," ucap Merlida yang mirip seperti rintihan kesedihan. Ares menatap anak laki-laki dengan setengah matanya yang tertusuk aspal.
Jadi nama anak ini Alan?,-batin Ares.
Ares melihat rambut coklat terang Alan, serta mata hitam kirinya yang masih utuh, namun tatapannya sudah sayu. Ares juga bisa melihat tangan Merlida yang gemetar menahan tubuh Alan.
"Aku ... sudah tidak bisa ... selamat, kak?"
Nyut.
Tes ... tes.
"Ukh! Ma ... maaf!" Tanpa sadar Ares meneteskan air matanya. Hatinya begitu sakit hingga rasanya dihancurkan berkeping-keping. Padahal dia sendiri yang menjanjikan kehidupan, tapi pada akhirnya malah dia juga yang tidak bisa menepatinya.
"Begi ... tu, ya? Tidak apa ... apa, kok," ucap Alan dengan tatapan yang sudah mulai menipis. Ares dan Merlida hanya menangis sambil menatap Alan di pangkuan Merlida. Saat Ares masih memandangi Alan dengan air mata, tiba-tiba pupil mata Alan bergerak ke arah Ares.
"Kakak ... a ... ku ... punya ... satu ... permintaan," ucap Alan dengan nada yang semakin melemah. Merlida dan Ares tersentak, mereka kemudian segera memperhatikan apa yang akan Alan katakan.
Alan mulai menggerakkan tangan kanannya, dan menyentuh saku celananya. Dia mengeluarkan sebuah gantungan boneka beruang coklat yang imut, namun sudah lusuh. Dia memberikan boneka itu pada Ares.
"Tolong ... berikan ... pada ... Dave. Dia ... a ... da ... di ujung kota," ucap Alan dengan suara yang semakin menghilang. Ares menggenggam boneka itu erat di telapak tangannya.
"Ya, pasti. Aku akan memberikannya!" ucap Ares yakin. Kali ini dia bertekad tidak akan gagal.
"Dan aku ... tidak mau ... mati begini," ucap Alan lagi yang membuat Merlida dan Ares lebih sedih. Melihat dua anak asing yang rela menangis demi dirinya, Alan merasakan perasaan bahagia yang aneh.
Mungkin ... inilah yang dimaksud dengan karma oleh Dave,- batin Alan.
Alan kemudian melirik lagi ke arah Ares, dia mengulurkan tangan kanannya dan menyentuh pipi Ares yang basah oleh air mata.
Jika anak ini ... jika anak ini benar-benar sesuai dengan harapanku, maka tidak ada salahnya mempertaruhkan hidupku untuknya,- batin Alan.
CRIINGG!
Sebuah cahaya ungu bersinar terang dari punggung tangan Alan. Cahaya yang sangat mirip dengan anak berambut setengah-setengah tadi. "Apakah ... ini cahaya infik?!" ucap Ares sambil menutup matanya karena silau.
Di sela-sela cahaya yang menyilaukan itu, Ares membuka sedikit matanya. Dan melihat Alan yang tersenyum padanya.
"Kekuatan terakhirku ... kuserahkan padamu. Roda keberuntungan, adalah milikmu. Kau hanya bisa menggunakannya ... satu kali, tapi ... roda ini sendirilah yang akan memutuskan kapan dia aktif.
Terimakasih ... orang baik. Kupercayakan padamu."
WHUSSSS!!!
Cahaya itu menghilang, bersamaan dengan hilangnya sesosok manusia rapuh di pangkuan Merlida. Ares melihat sehelai baju dan celana yang tadi Alan kenakan. Tubuhnya menghilang tanpa jejak, tapi yang dia tinggalkan ... adalah bau harum dan wangi yang menenangkan.
TBC.
.
.
.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 115 Episodes
Comments
Brooww_Nisss
ikut sedih sama nasib Alan huaaaa, kasihann
baru jg ditolong, eh tetep aja gk ketolong😔
2022-12-25
1
mas kus
mantap cerita nya
2022-10-05
1