"BAGAIMANA CARANYA?!"
POV: Ares
"Ayo cepat, kalau kita jatuh dari ketinggian seperti ini maka kita akan tamat," ucap Vani sambil tersenyum tanpa dosa. Aku masih bergidik ngeri sambil menatap ke arah bawah.
Gila! Ini berapa ratus meter dari permukaan tanah?! Apa yang harus kubuat supaya mendarat dengan aman?! Bantalan?!
OH IYA! BANTAL YANG BESAR!
"Oke! Aku sudah ada ide! Yang pertama adalah kita harus menjauh dari tornado yang membuatku pusing ini!" Aku berkata pada Vani di depanku. Kami berdua saling berpegangan tangan, ikut berputar terserat tornado super cepat dan besar.
GRATAK! BRUAKK!
"Gawat, sudah ada beberapa puing-puing bangunan yang ikut berterbangan. Akan berbahaya jika kita sampai bertabrakan. Tidak bisakah kau menghilangkan tornado ini?" tanyaku sambil menatap ke arah bawah, reruntuhan bangunan itu mulai terhisap masuk ke tornado dan berputar dari bagian bawah naik ke atas.
"Bisa, apa kau sudah menemukan cara untuk mendarat?" tanya Vani lagi. Aku mengangguk untuk menjawabnya.
"Baiklah, aku akan menghentikan tornadonya!" Vani menutup matanya, tubuhnya tiba-tiba menyerap mengeluarkan aura biru yang menyebar di seluruh tornado ini.
Whusss!
Sedikit demi sedikit, tornado ini mulai menjadi pelan. Aura biru yang Vani keluarkan seolah menetralkan arus angin yang kencang tadi.
Whuss!
"Kita jatuh!" Aku menatap ke arah bawah. Karena tekanan angin yang sudah semakin tipis, tekanan angin itu sudah tidak bisa membuat kami tetap melayang, jadi kami terjun bebas ke bawah.
"Kapan kau akan membuat barangnya?!" teriak Vani.
"Tunggu saat sedikit lebih dekat dengan tanah!" balasku sambil berteriak juga. Jika aku membuat bantal pendaratan sekarang, maka bisa saja nanti akan terjadi sesuatu yang membuat bantalnya malah meleset saat mendarat, jadi saat paling aman adalah saat terdekat dengan tanah!
Tunggu sebentar lagi ... jika tinggi kami sudah mencapai lantai 5 dari bawah!
Aku menghitung gedung yang masih tersisa dan bersiap untuk membuat bantal pendaratan.
Baiklah sekarang!
Ayo buat bantal yang besar dan empuk!
CRING!
BUM!
"Untung saja ... tepat waktu." Aku mendarat secara tengkurap di atas bantal dengan luas 7 meter persegi. Walaupun bantal ini kubuat empuk, tapi jujur ... tetap saja mukaku panas saat mendarat di atas bantal.
Bajuku juga jadinya basah karena air hujan.
"Ugh ... ahhh hidungku sakit!" Aku mendengar suara Vani yang sepertinya sudah bangun sambil merintih kesakitan. Aku berusaha untuk ikut bangun sambil mengusap wajahku perlahan.
"Kau baik-baik saja?" tanyaku pada Vani yang masih mengusap hidungnya. Dia tersentak sebentar, lalu melirik ke arahku.
"Pfft! Wajahmu! Wajahmu sangat merah!"
"Apa?!" Aku segera mengusap wajahku beberapa kali dengan air hujan yang jatuh. Memang rasanya wajahku masih sedikit panas dan perih, pasti gara-gara aku jatuh tengkurap tadi.
Aku ganti melirik ke arah Vani. "Hei wajahmu juga merah tau! Hahaha!" ucapku ganti saat melihat wajahnya yang juga merah. Vani tampak kaget lalu segera menutupi wajahnya.
"Ah sudahlah! Lebih baik kita segera pergi dar sini sebelum kita jadi korban orang berkelahi!" ucap Vani sambil menarikku turun dari atas bantal. Aku segera turun dan berhenti sejenak.
"Kenapa lagi?!" tanya Vani.
"Aku akan menghilangkan bantalnya dulu, supaya tidak ada bekas," ucapku sambil menyentuh tepi banyak super besar itu.
Whuss.
Bantal besar itu perlahan berubah menjadi serpihan cahaya, persis seperti batu yang tadi, hingga sekarang hilang tak berbekas. Aku menatap ke arah chastku.
Sudah terisi hampir setengah.
"Sudah! Ayo kita pergi!" ucapku pada Vani. Setelah itu kami berdua meninggalkan tempat ini, aku ikut berlari mengikuti Vani.
***
"Woah ... kau ... darimana kau menemukan tempat ini?" Aku menganga kagum sambil menatap rumah yang ada di bawah pohon. Mirip seperti rumah tikus. Rumah ini ada di bawah pohon yang cukup besar, lubang untuk masuknya tepat ada di celah akar. Lubangnya tidak akan cukup dimasuki orang dewasa, tapi itu cukup jika untuk anak-anak.
"Kami membuatnya sendiri," ucap Vani setelah kita berdua masuk ke rumah bawah pohon ini. Setelah itu Vani berjalan pergi ke arah lain, sejenak dia menatapku.
"Tunggu, aku akan mengeringkan tubuhku, dan aku akan membawakanmu baju anak-anak!" ucapnya sambil masuk ke sebuah ruangan. Aku memilih untuk tetap berdiri dengan pakaian yang basah, mengamati seisi rumah mungil ini.
Tadi Vani bilang 'kami'? Apakah artinya ada orang lain yang tinggal di sini? Tapi kenapa sekarang sangat sepi?
"Hei!"
Pluk!
Aku kaget saat ada yang melemparkan sehelai handuk ke wajahku. Saat aku melihat ke arah siapa yang melemparnya, ternyata itu adalah Vani. Dia sudah ganti baju, sekarang baju yang dia pakai lebih mirip gaun anak-anak.
"Keringkan dulu badanmu di ruangan itu, dan aku sudah menaruh bajunya juga di sana," ucap Vani sambil menunjuk tempat dia ganti baju tadi. Aku mengangguk dan berjalan ke arah yang dia maksud, sebelum aku masuk, aku berhenti sejenak dan menatapnya.
"Kau tinggal dengan orang lain di sini?" tanyaku.
"Iya, nanti kau akan bertemu dengannya. Aku yakin sekarang dia juga sedang merekrut orang lain," jawab Vani dengan senyuman yang lebar. Aku hanya menatapnya canggung lalu segera masuk ruangan.
Cklik.
***
Setelah ganti baju, aku jadi menyadari beberapa hal. Baju yang Vani berikan padaku, meskipun baju anak, tapi ini adalah untuk anak laki-laki. Kenapa dia punya baju ini? Apakah orang yang dia maksud satunya itu laki-laki?
"Sudah?" Vani bertanya begitu aku keluar dari ruangan tadi. Ruangan yang tadi aku gunakan untuk ganti baju ternyata adalah kamar mandi.
"Hmm, jadi, kapan kau akan memberitauku?" tanyaku sambil menyampirkan handuk tadi ke pundakku. Vani menarik pergelangan tanganku dan menyeretku ke sebuah meja dari kayu. Di atas meja itu ada beberapa piring yang terisi makanan dan uap panas yang masih mengepul.
"Ayo makan dulu, aku sudah lapar. Nanti setelah makan aku akan cerita," ucapnya sambil mengajakku duduk di depan meja penuh makanan.
Tunggu ... makanannya dari mana? Memangnya masih ada toko yang buka setelah kejadian seperti hari ini?
"Kau ... masak ini sendiri?" tanyaku sambil melirik ke arah Vani.
"Hah? Aku? Masak? Bukanlah hahaha! Kalau aku yang masak pasti jadinya abu!" ucap Vani sambil tertawa renyah.
"Kalau begitu siapa yang masak?" tanyaku lagi.
"Ken, tapi dia sekarang sedang pergi." Vani kemudian mengambil satu piring dan mulai mengambil roti tawar serta ... nasi?
Memangnya ada orang yang makan dua hal itu bersamaan?
Aku menatap apa lagi yang akan Vani ambil. Dia kemudian mengambil coklat dan saus tomat, lalu menuangkannya jadi satu.
"... Hei apa kau tidak pernah pergi ke psikiater?" tanyaku sambil menatap horor ke arah piringnya.
"Hm? Apa?" Vani menatap ke arahku dengan mata yang polos dan tangan yang mengambil udang goreng.
"... Lupakan, kau punya selera yang unik," ucapku pasrah dan kemudian mengambil 4 helai roti tawar. Aku mengambil coklat dan selai kacang serta beberapa toping lain yang gurih, karena coklat dan selai kacangnya sudah manis.
Setelah itu aku dan Vani makan dulu di dalam sini, tak terasa waktu sudah berjalan hingga satu jam lamanya.
"Hahhh! Aku kenyang!" ucap Vani sambil merebahkan diri di sofa. Aku membereskan piringku dan piring kotornya lalu kutaruh di wastafel.
"Jadi, apa yang akan kau ceritakan?" tanyaku sambil duduk di sofa namun dengan jarak yang agak jauh darinya.
"Hm ... jadi begini-"
BRUK!
"ADUH!" Aku terkejut saat mendengar suara seseorang yang jatuh dengan keras, Vani juga sepertinya sedikit tersentak. Kita berdua segera berdiri dan melihat ke asal suara.
"Hei, kau baik-baik saja?"
Aku melihat satu anak laki-laki dan satu anak perempuan yang terjatuh itu.
Siapa mereka? Kenapa mereka tau tempat ini? Apakah mereka teman-teman Vani?
"Ken! Kau sudah kembali!" Vani berteriak sambil melambaikan tangannya. Anak laki-laki yang menolong perempuan yang terjatuh itu, menoleh ke arah kami berdua. Matanya menyipit saat melihatku.
"Kau sudah membawa satu orang juga ya?"
TBC.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 115 Episodes
Comments
RIARDA UNIVERSE
hmmm 😫 style nya cool bgt
2022-05-09
1
Syhr Syhr
Aku mampir lagi kak
2022-04-15
1
Pecintagepeng01
mulai dari sini udah kerasa rasa persahabatan mereka yang erat
2022-03-25
0