"Sebenarnya siapa kau itu?"
POV: Ares
JDER!
Kilatan petir yang menari-nari di atas langit tak henti-hentinya menabuh gendang. Di bawah payung yang sama, aku menatap tajam ke arah gadis bermata merah di depanku ini.
"Hm~ namaku Vani! Stevani Regan! Kalau kau?" Gadis itu justru tidak terlihat ketakutan dan malah ganti bertanya padaku. Aku mengerutkan alis, menatap heran pada gadis itu.
"Hahaha hei jangan begitu, kau jadi semakin imut kalau marah! Kau jadi terlihat seperti anak yang minta dibelikan mainan!"
...
Sial, aku lupa kalau aku kembali ke umur 12 tahun. Pantas saja dia tidak takut!
"... Namaku Ares ... Ares Andrias." Aku berucap sambil sedikit waspada, tapi gadis yang bernama Vani itu justru terlihat semakin bersemangat.
"Kau terlihat seperti anak kecil yang tsundere! Jadi makin imut!"
...
(PS: Tsundere itu adalah kepribadian yang luarnya dingin padahal aslinya hangat.)
...
Aku sudah tidak tau bagaimana menghadapi gadis ini lagi.
"Haaah ... jadi ... kenapa kau memanggilku?" tanyaku sambil menatapnya. Vani menjauh tubuhnya sedikit dariku dan kemudian menyentuh pipi kanannya dengan tangan kanannya sendiri.
"Apa kau tidak penasaran dengan apa yang terjadi?" tanya Vani dengan sorot mata yang ... sedikit membuatku tidak nyaman, rasanya seperti dimanipulasi.
"Tentu aku penasaran, kenapa yang hidup hanya 1.500 orang, padahal penduduk kota ini harusnya ada 10.000?" tanyaku langsung saat itu. Vani tertawa kecil lalu menunjukkan chast yang sama dengan milikku.
"Sebenarnya, orang yang mampu bertahan dari serangan gas itu adalah 50% penduduk bumi. Namun, kau pasti sadar bukan? Bahwa kau punya kekuatan yang diturunkan dengan aturan dan batasan," ucap Vani sambil mengusap chastnya yang berbentuk hati, chast miliknya menunjukkan sudah terisi sedikit, tidak sampai seperempat.
"Ya, aku tau. Aku bisa membuat payung ini. Lalu, apa hubungannya?" tanyaku lagi. Vani menunjuk ke arah belakangku. Aku mengikuti arah yang dia tunjuk, dan tiba-tiba ...
DUARRR!
Sebuah gedung meledak dengan keras hingga membuat serpihan gedungnya terlempar beberapa meter jauhnya. Aku spontan menunduk bersamaan dengan Vani.
"Orang-orang akan segera sadar bahwa mereka memiliki kekuatan.
Dan saat itulah, kiamat yang sebenarnya dimulai.
Orang yang gila akan pembunuhan akan mulai menyerang dengan membabi buta.
Orang yang ambisius akan mulai melaksanakan rencananya untuk mendapatkan apa yang dia mau.
Dan orang yang ingin bertahan hidup, akan mulai mengabdikan diri pada yang kuat, atau justru bersembunyi hingga semuanya aman.
Hal inilah ... yang membuat 5.000 manusia tersisa, menjadi 1.500 saja.
Karena 3.500 sisanya akan mati," lanjut Vani dengan tatapan mata yang yakin. Aku menelan ludahku gugup, membayangkan bahwa semua orang punya kekuatan dan akan mulai berkelahi.
Tapi itu memang masuk akal, tidak ada lagi peraturan negara yang bisa berfungsi sekarang. Tidak ada lagi polisi yang bisa menghentikan kejahatan apabila musuhnya punya kekuatan super.
Tapi ...
"Darimana kau tau itu semua? Seolah ... seolah-olah kau sudah pernah mengalaminya." Aku menatap ke arah Vani, lagi-lagi mata merahnya serta bibir mungilnya itu hanya tersenyum ke arahku.
"Kalau kau mau tau, apakah kau mau ikut denganku?" tanya Vani sambil menatap ke arah lain.
"Kemana?" Aku mengerutkan alis ku lagi sambil menatap gadis yang masih setengah basah itu.
"Ke markas 'kami'."
DUUUAAARRR!
GRUDUK GRADAK!
Aku dan Vani menatap ke arah gedung yang meledak lagi, dan salah satu bagian besar gedung itu mengarah pada kami. Aku melepaskan payung yang kupegang dan memeluk Vani erat.
Sial! Apa yang harus kubuat sekarang?! Gedung sebesar itu?!
.
.
.
Bunker?
Bisakah aku membuatnya? Tidak tidak! Harus bisa! Aku tidak ingin mati penyet!
Bunker yang kecil tapi kuat, bunker yang kokoh dan melindungi kami berdua!
CRINGG!!
GRADAKK!
DUUARR!
Whusss!
Gelap.
Tapi ... harusnya aku aman 'kan sekarang? Sial ... apakah aku masih mempunyai sisa chast untuk membuat senter?
Baiklah, ayo buat senter.
CRINGG!
Klik!
"Nah! Akhirnya aku bisa melihat!" Aku melihat ke sekelilingku yang dilingkupi besi kokoh, lalu ganti melihat Vani yang dari tadi kudekap erat di lenganku.
"Waw! Kekuatanmu sangat multifungsi ya?" ucapnya sambil melihatku kagum.
Bruk!
Aku langsung menjatuhkannya begitu dia selesai bicara. Dia terlihat sedikit kesal hingga mengerucutkan bibirnya. "Hei, apakah boleh tiba-tiba menjatuhkan seseorang seperti ini? Bagian bawah tubuhku jadi sakit 'kan!" ocehnya sambil mengusap badannya sendiri. Dia ikut memerhatikan bunker kecil yang kubuat.
"Hei ... jika kita tidak segera pergi dari sini ... kita akan mati karena kehabisan oksigen. Aku lupa membuat ventilasi," ucapku sambil tersenyum canggung. Setelah itu kami berdua terdiam, yang terdengar hanyalah suara hujan yang sudah sangat sunyi. Sepertinya bunker ini punya efek kedap suara.
"Apa kau tidak punya kekuatan untuk mengangkat bunker ini?" tanyaku pada Vani yang dijawab dengan gelengan kepala.
Aku kembali diam dan berpikir. Apakah aku harus membuat bom untuk melubangi bunker ini? Tapi nanti aku juga mati dong ... bunker ini terlalu sempit untuk menghindar. Aku menatap ke arah tangan kiriku, chast yang terpakai tidak sampai setengah, sepertinya membuat bunker ini tidak membutuhkan terlalu banyak chast.
Mungkin ada sesuatu yang tidak aku ketahui tentang perubahan ini.
"Hm ... namamu Ares kan? Hei ... apakah sisa chastmu masih cukup banyak?" tanya Vani sambil memegang bunker besi itu.
"Oh? Masih ada cukup banyak kok," jawabku dengan nada yang bingung.
"Kau harusnya bisa menghilangkan bunker ini bukan? Karena kau yang membuatnya," ucap Vani lagi.
Lah ... benar juga? Aku belum pernah mencobanya.
"Tunggu sebentar, aku coba dulu dengan benda yang sederhana," ucapku sambil membuat sebuah batu kecil.
CRING!
Baiklah ... sekarang ayo hilangkan.
Whuss.
Batu itu menghilang menjadi serpihan debu yang bersinar.
"Bisa!" Aku menoleh ke arah Vani dengan semangat. Tapi tepat sebelum aku menghilangkan bunker ini, Vani menyentuh pundakku.
"Kita masih terkubur di bawah reruntuhan gedung. Kalau bunkernya kau hilangkan, maka kita akan langsung tertimpa," ucap Vani sambil menunjuk batang hidungku.
"Lalu bagaimana aaaarghhh?!" Aku berteriak frustasi sambil menyandarkan kepalaku ke dinding bunker. Vani malah tertawa sambil duduk di tengah bunker.
"Bersiaplah, kita akan terbang tinggi setelah ini," ucap Vani sambil mulai memainkan jari-jemarinya. Aku berjongkok di tepi bunker, menatap apa yang Vani lakukan. Suhu di dalam bunker ini mulai berubah, hembusan angin yang harusnya mustahil menembus bunker ini, kini justru terasa kencang.
WHUSSSSS!
Dalam hitungan detik, angin di dalam bunker ini mulai membentuk badai. Pusaran angin super kuat terlihat menari-nari di hadapan Vani.
"Kemampuanku adalah mengendalikan cuaca.
Berarti ...
Aku juga bisa mengendalikan bencana alam.
Kekuatanku, Sky Goddess."
WHUSSSS!!!
GRAKKK!
Bunker seberat puluhan kilo ini mulai terangkat, angin di bawah bunker ini mulai masuk dan menambah kecepatan angin di dalam sini. Sedikit-demi sedikit aku dan Vani ikut terbang dan mulai berputar.
"Hei hei! Apa kau yakin ini baik-baik saja?!" tanyaku panik sambil berpegangan erat pada tangannya.
"Hahaha! Jangan khawatir! Kita akan terbang lebih jauh lagi!"
"Apa?!"
DUUARRR!!!!
WHUSSSSS!!!
Dalam hitungan detik, bunker kami terangkat dan runtuhan gedungnya juga hingga menghasilkan suara seperti ledakan bom. Dan benar seperti yang Vani katakan.
JDER!!
ZRASSS!
Aku dan Vani terbang ke atas langit. Tornado yang Vani ciptakan menjadi sangat besar dan mengerikan, pusaran angin itu menyatu dengan langit dan awan hitam, membuat hujan serta kilatan petir yang lebih keras.
"Nah Ares! Sekarang giliranmu untuk menurunkan kita!"
"BAGAIMANA CARANYA?!"
TBC.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 115 Episodes
Comments
mas kus
putriku berusia 12 th. memiliki tubuh tinggi, putih, cantik, pintar dan sholehah. aku sangat sayang dan cinta pada putriku. aku ingin dia cepat besar dan memberiku cucu tapi aku takut dia meninggalkan ku.... jadi dilema
2022-10-05
1
RIARDA UNIVERSE
wkwk lupa like..udah sampai sini...
T-T lebih bagus dari punyaku Thor
2022-05-08
2
Syhr Syhr
keren
2022-04-08
2