..."Apa saja yang kau lihat di dalam laboratorium?"...
POV: Ares
Mataku menatap lurus mata Riot. Sorot matanya begitu tenang dan penasaran. Aku hendak membuka mulutku, tapi tendangan Ken sampai lebih dulu.
BUAGH!
"ADUH!" Riot mengaduh kesakitan sambil memegang perutnya, dia meringkuk dengan posisi miring.
"Biarkan Ares istirahat atau aku akan menjadikanmu samsak tinjuku? Hm?" Ken tersenyum iblis. Demi apapun, sekarang aku merasa Ken sangat protektif padaku. Aku segera memejamkan mataku, berusaha untuk tidur.
"Kau bisa menanyakan hal itu besok, sekarang kita harus tidur," ucap Ken lalu menyembuhkan Riot. Aku mendengar Riot mendengus kesal pada Ken.
Memang Ken ini lebih ke ibu yang tsundere?
"Jangan mengupin Ares! Cepat tidur!" bentak Ken padaku. Aku tersentak lalu segera berusaha tidur.
Srek.
Sepertinya Ken tidur di sebelahku, ah sudahlah, aku harus cepat tidur.
***
"Hei! Jangan berisik! Kau akan membangunkannya!"
"Bukankah tujuan kita memang membangunkannya?!"
"Hoaam ... aku masih mengantuk, bolehkah aku tidur sebentar lagi?"
"Tidak boleh! Kau sudah tidur sejak jam 12 siang!"
Kenapa mereka sangat berisik?! Kepalaku jadi sakit mendengar suara ribut mereka!
Aku membuka mataku dengan cepat. Bisa kulihat mereka tersentak lalu mundur beberapa langkah.
"Kalian sangat berisik!" ucapku dengan nada kesal. Ken menatapku dengan datar, sementara Riot dan Vani malah tertawa lepas.
"Kenapa kalian tertawa?!" ucapku sambil menunjuk Riot dan Vani bergantian. Mereka tidak menjawab tapi malah tertawa semakin keras. Ken menghela nafasnya lalu berjalan ke arahku.
"Rambut pagimu lucu sekali ya?" ucap Ken sambil merapikan rambutku.
Ahh, ternyata mereka menertawakan rambutku. Tapi cara mereka tertawa itu sangat membuatku kesal!
"Ah? Sepertinya kita butuh baju baru untuk Ares!" ucap Vani sambil menatap Riot. Aku menunduk lalu melihat bajuku ... ini memang sudah rusak parah.
Jangan bilang sejak kemarin malam aku berpenampilan seperti ini?!
Aku meringkuk sambil menutupi badanku yang terekspos. Pantas saja kemarin malam lumayan dingin. Vani yang melihat gelagatku jadi tersenyum licik, entah ide jahil apa lagi yang dia pikirkan.
"Ey~ kenapa kau malu Ares? Jangan khawatir, tidak ada yang bisa dilihat di tubuh mungilmu itu~," ucap Vani sambil tertawa kecil.
Jleb.
Entah kenapa, rasanya ini menusuk tepat di jantungku.
Aku menggembungkan pipiku karena kesal, mataku melihat ke arah chast di tangan kananku. Sepertinya akan baik-baik saja jika aku membuat satu pakaian.
"Jangan!" Ken mencekal tanganku. Aku menatapnya dengan terkejut, apa dia tau apa yang aku pikirkan?
"Kau harus menghemat chastmu mulai sekarang! Tidak ada yang tau bahaya seperti apa yang mengincarmu setelah ini!" ucap Ken dengan nada tegas. Aku menundukkan kepalaku, memang benar bahwa kemarin aku hampir saja dijadikan objek penilitian.
"Soal pakaian, aku akan mencarinya nanti! Sekarang cepat beritahu kami apa yang kau lihat di dalam sana?" tanya Riot. Dia mendekat ke arahku lalu duduk berhadapan denganku. Begitu juga dengan Vani dan Ken yang duduk di samping kiri dan kananku.
"Ron ... melakukan sejenis pencucian otak pada mereka? Entahlah, aku juga tidak terlalu yakin ... tapi dari yang kulihat, mereka diberi obat-obatan dan diperlakukan seperti binatang," jelasku. Vani menganggukkan kepala, sedangkan Ken masih terkejut terhadap apa yang aku katakan.
Tapi Riot ... dia terlihat lebih tenang. Seperti sudah menduga situasi ini.
"Apa ada hal lain yang kau tau?" tanyaku pada Riot. Dia menatap mataku, tatapannya terlihat gusar dan ragu akan sesuatu. Tangannya menunjukkan gelagat bahwa dia sedang gugup, begitu juga dengan keringat yang bermunculan di pelipisnya.
"Menurutku, yang Ares katakan itu terlalu 'normal', harusnya Ron melakukan sesuatu yang lain! Aku merasa pernah melihatnya ... tapi aku lupa," jelas Riot.
Matanya masih menunjukkan sorot mata itu. Aku yakin dia menyembunyikan sesuatu. Tapi meskipun begitu, aku tidak bisa memaksanya untuk bercerita. Lebih baik aku puas dengan informasi yang kudapat sekarang.
"Apa kau bilang? YANG ARES LIHAT TERMASUK 'NORMAL'?! LALU APA YANG KAU LIHAT SEBELUMNYA SAMPAI MENILAI APA YANG ARES KATAKAN DENGAN 'NORMAL'?!" Ken berteriak emosi pada Riot. Vani ikut kaget mendengar teriakan Ken, dengan cepat dia mendekat ke arah Ken lalu menenangkannya dengan menepuk pundak Ken.
"Tenanglah ... mungkin Riot belum bisa cerita sekarang, kita harus sabar," jelas Vani sambil berbisik pada Ken.
"Kalian berbisik terlalu keras ... aku bahkan bisa mendengarnya." Aku menatap datar pada Ken dan Vani. Mereka terdiam sambil menatapku.
"Terlalu keras ya?" tanya Vani. Aku menganggukkan kepala.
"Apa Riot juga mendengarnya?" tanya Ken sambil menatap Riot. Dia menganggukkan kepala.
"... Bisakah kalian pura-pura tidak dengar?" tanya Vani dengan wajah polos. Aku bertatapan dengan Riot, lalu kami tertawa bersama-sama.
"Aduh perutku! Bagaimana bisa kau menyuruh kami melupakannya?" ucapku sambil menyeka air mata yang keluar.
"Hahahaha! Benar!" Riot malah tertawa lepas sambil berguling-guling. Vani mendengus kesal lalu kembali duduk.
"Padahal aku sedang mencoba jadi anak yang bijaksana!" keluh Vani dengan tatapan kesal. Ken jadi ikut tertawa setelah mendengar perkataan Vani.
Lebih dari 5 menit kami tertawa, akhirnya sekarang sudah berhenti. Nafas kami masih tidak beraturan karena lelah tertawa. Mataku menatap ke arah Ken, Riot, serta Vani yang juga tampak lelah.
"Kalau seperti ini, kita seperti anak 12 tahun yang normal!" ucapku asal. Mereka semua jadi memperhatikanku.
"Benar, kalau seperti ini ... kita seperti anak normal, bermain-main ... tertawa sepuasnya," tambah Ken sambil menatap langit gorong-gorong. Kalau kalian lupa, markas kami masih berada di bawah perairan kota, yaitu tempat sungai bawah kota.
"Hei ... apakah kalian pernah berpikir ... jika dunia yang seperti ini menyenangkan?" tanya Vani. Semuanya terdiam seketika. Yang terdengar hanyalah gemricik arus sungai di sebelah kami.
"Dunia ini menyenangkan? Entahlah ... tapi jika kuingat-ingat, hidupku sekarang lebih berwarna daripada dulu," ucapku tanpa menoleh ke arah Vani.
"Aku benci dunia ini." Riot tiba-tiba bersuara. Aku melihat tatapan matanya yang kosong dan hampa.
"Sudahlah, bagaimana rencana kita selanjutnya?" Riot mengalihkan topik pembicaraan. Aku segera duduk lalu mulai berpikir.
"Sebelumnya, aku ingin bertanya sesuatu, laboratorium milik Ron, ada berapa cabang yang kau tau?" tanya Ken pada Riot. Benar juga, aku sama sekali tidak tau Ron punya berapa cabang. Salah satu cabangnya adalah penelitian The Ants kemarin.
"Aku tidak tau pastinya ... tapi sepertinya sekitar 5 cabang atau lebih?" ucap Ron. Aku tersedak ludahku sendiri.
"Uhuk! 5 cabang atau lebih?!" tanyaku tak percaya. Riot menganggukkan kepalanya.
"Dia sudah menculik seluruh warga kota yang tersisa," ucap Riot dengan senyuman pahit. Dia kemudian berdiri, berjalan menjauh dari kami.
Punggung mungilnya terlihat begitu kesepian dan rapuh. Dari kejauhan, dia membalikkan badannya. Meskipun jaraknya jauh, aku masih bisa melihatnya.
Riot menangis.
..."Aku adalah satu-satunya penduduk kota yang tersisa."...
TBC.
Jangan lupa likenya guys!
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 115 Episodes
Comments
mas kus
semangat Thor. walau yg baca dikit yg penting happy. yg penting ada yg baca...
2022-10-08
1
Jun!!!
Semangat Riot 🥺
2022-04-04
1