Kelas begitu tenang saat para anggota chemistry club mengikuti pelajaran tambahan dari Pak Darma sang pembina klub. Jam dinding di atas papan menunjukkan pukul setengah 4 sore yang berarti pelajaran akan selesai 30 menit lagi.
Waktu berjalan begitu lambat bagi Gysta, jika bukan Nindy yang memaksanya ikut pelajaran kimia tambahan ini maka sudah pasti ia lebih memilih kembali ke rumah. Lagi pula Arkan jago nya kimia, Gysta cukup belajar bersama cowok tampan itu. Tapi sekarang Arkan berada sangat jauh dari Gysta sejak seminggu yang lalu. Mungkin ini akan menjadi hari-hari paling berat bagi Gysta dimana ia harus berpisah jauh dengan Arkan dalam waktu yang cukup lama. Sesekali Arkan menghubungi Gysta melalui telepon atau video call di malam hari sebelum tidur.
Pelajaran kimia adalah obat tidur paling ampuh untuk Gysta. Sejak 1 jam yang lalu gadis berambut kecoklatan itu meletakkan kepalanya di atas meja. Nindy sudah beberapa kali menegur Gysta agar fokus tapi tetap saja Gysta ngantuk. Tidak ada Arkan tidak ada alasan untuk Gysta bersemangat mengikuti pelajaran ini. Walaupun Gysta murid IPA tapi kimia adalah kelemahannya. Mungkin banyak yang senasib, entahlah.
"Noura aja nggak tidur tuh, kok kamu malah tidur." Gerutu Nindy dengan suara pelan sambil menyikut lengan Gysta.
"Kamu lihat aja dia lagi ngapain." Balas Gysta malas, ia merubah posisi kepalanya membelakangi Nindy.
Nindy melongok mengintip apa yang Noura kerjakan di depannya. Mata Nindy membelalak saat tahu Noura ternyata sedang menggambar di buku sketsa nya. Nindy menggeleng jengah, ternyata tidak ada gunanya ia memaksa dua sahabatnya mengikuti pelajaran kimia tambahan ini.
"Ujian nggak lama lagi loh, nggak takut jelek nilai kamu?" Ucap Nindy lagi dekat telinga Gysta.
"Apa sih, orang aku mau pilih fisika buat pelajaran UN." Gysta masih memejamkan matanya.
Nindy lelah memperingatkan Gysta dan Noura. Gysta memang murid yang pintar jauh di atas nya kecuali kimia. Sedangkan Noura tidak unggul dalam pelajaran apapun, hobi nya menggambar termasuk menggambar di sampul buku tulis.
Gysta membuka mata saat Pak Darma mengucapkan salam sebagai penutup pertemuan kali ini. Dengan gerakan cepat Gysta membereskan alat tulis nya, ia ingin segera pulang dan menelepon Arkan.
"Ayo makan di kantin!" Seru Noura menghadap ke belakang melihat Nindy dan Gysta bergantian.
"Nggak!" Jawab Nindy dan Gysta bersamaan.
"Kenapa?" Noura terkejut. Biasanya mereka paling semangat kalau urusan makan.
"Aku mau langsung pulang." Jawab Gysta cepat.
"Aku juga." Tambah Nindy.
"Dih bilang aja mau ketemuan sama Alan kan kamu." Cibir Noura dengan suara cempreng nya. Nindy mendelik memasang wajah galak nya.
"Gys, kamu nggak tahu kalau Nindy tuh lagi pedekate sama si Alan." Noura beranjak saking semangat nya membicarakan Nindy dan Alan.
"Wah, nggak nyangka tipe Nindy tuh yang oppa-oppa korea kayak Alan." Gysta menggeleng-geleng, ia sudah menyampirkan tas punggung nya.
"Oppa korea dengan kearifan lokal." Tawa Noura pecah memenuhi seluruh ruang kelas membuat murid lain melihat ke arah tiga orang yang sedang ribut itu. Untung saja Pak Darma sudah meninggalkan kelas.
"Ssshhh." Nindy membungkam mulut Noura dengan tisu lalu segera pergi meninggalkan kelas agar Gysta dan Noura tidak lagi membully nya.
"Emang bener mereka berdua lagi pedekate?" Gysta melirik ke arah Noura.
"Beneran, kamu tanya Arkan deh, mereka kan temen deket pasti cowok kamu tahu lah." Noura mengenakan tas punggung nya.
Gysta dan Noura keluar kelas bersama. Mereka membawa motor masing-masing. Walaupun Arkan melarang Gysta membawa motor tapi cewek itu tetap mengendarai motor ke sekolah agar lebih cepat dibandingkan mobil yang pasti akan terjebak macet apalagi di sore hari seperti ini.
*****
Suara beraturan monitor pasien memenuhi ruangan hening bernuansa putih itu. Seorang wanita terbaring di atas ranjang dengan berbagai peralatan medis yang terpasang di tubuhnya. Sarah sudah melewati masa kritisnya walaupun belum bisa dikatakan sembuh juga. Arkan setia menemani Kakak perempuannya disana, memastikan keadaan Sarah kembali stabil.
Arkan mengusap rambut ikal Sarah yang kusut. Sorot mata cowok tampan itu redup. Bibir nya mengatup, senyum enggan singgah di wajah nya yang tampan. Arkan melirik arloji yang melingkar di tangan kirinya, pukul 7 malam berarti pukul 6 di Bandung. Tangan Arkan meraih ponsel di atas nakas, ia hendak menghubungi Gysta.
Arkan beranjak dan pindah duduk di sofa dekat jendela serta menempelkan ponsel di telinga nya.
"Udah makan?" Arkan mengawali setelah Gysta menjawab telepon.
"Udah, kamu?" Suara Gysta terdengar ceria di seberang sana.
"Udah." Tadi pagi. Arkan melihat Sarah yang terbangun dari tidurnya.
"Kak Sarah katanya udah baikan, kapan pulang ke Indonesia?"
"Belum tahu." Sudut bibir Arkan terangkat saat Sarah melihat ke arahnya dibalas senyum tipis oleh perempuan yang memiliki wajah mirip Arkan itu. "Aku udah pesen tiket, lusa mungkin pulang." Arkan menghampiri Sarah. "Mau minum?" Ucap Arkan pada Sarah.
"Apa?"
"Lusa aku pulang." Ulang Arkan.
"Ya udah aku jemput di bandara."
"Nggak usah sayang, aku sampe disana pagi jadi kamu nggak bisa jemput." Arkan menggapit ponsel di antara bahu dan telinga nya, ia meraih gelas di atas nakas untuk membantu Sarah minum.
"Jadi Kak Sarah nggak ikut pulang juga bareng kamu?"
"Kalau dia udah pulih betul baru balik, sekarang dia udah melewati masa kritis nya tapi tetep harus dirawat." Arkan mengembalikan gelas setelah Sarah selesai minum sedikit air.
"Mama kemana?" Tanya Sarah menatap adik nya sayu.
"Mama keluar nyari makan malam." Jawab Arkan dengan suara lembut.
"Loh katanya kamu udah makan?" Gysta protes di dalam telepon, ia sadar bahwa Arkan membohongi nya.
"Aku udah makan, Mama nyari makanan buat dia sendiri." Jelas Arkan agar Gysta tidak terlalu mengkhawatirkannya.
"Bohong." Gysta tahu Arkan sedang membohonginya.
Arkan tersenyum, ia membayangkan wajah Gysta saat sedang marah. Lucu dan menggemaskan. Jika bukan karena Gysta pasti Arkan tidak akan pulang, ia ingin menemani Sarah disini.
"Mau aku bawain apa?" Rayu Arkan untuk meredakan kekesalan Gysta.
"Bawain candle bath and body works sekarung!" Jawab Gysta asal.
Arkan tertawa mendengar jawaban Gysta, gadis itu memang suka mengoleksi lilin aromaterapi bahkan susah tidur tanpa benda itu.
"Oke." Arkan mengiyakan, ia memutar kepala mendengar pintu terbuka. Rupanya Mama Arkan datang membawa dua bungkus makanan di tangannya. "Aku tutup dulu ya, jangan ngambek terus nanti keriput lo." Terdengar suara Gysta mendesis kesal di seberang sana. Arkan menutup telepon setelah Gysta menjawabnya dengan satu kata 'ya'.
"Kamu udah lama pacaran sama Gysta?" Mama Arkan meletakkan kotak makanan dan membukanya. Makanan di dalam nya masih mengepulkan asap terdiri dari nasi, ayam dan kuah kaldu yang aromanya menusuk hidung ingin segera melahap nya.
"Setahun." Jawab Arkan.
Mama Arkan meletakkan makanan khas Singapura bernama nasi ayam hainan itu tepat di hadapan Arkan yang telah siap makan.
"Kok kamu nggak pernah cerita sama Mama?"
"Emang Mama peduli?" Arkan menatap tajam ke arah Mama nya. Ada luka di dalam hati Arkan yang seolah-olah kembali terbuka saat mengucapkan kata itu.
"Maaf." Mama Arkan menyentuh punggung tangan anaknya lembut.
Arkan menyingkirkan tangan Mama nya sama lembut nya, tidak membiarkan tangannya digenggam terlalu lama. Arkan mulai makan nasi yang Mama nya bawa, ia lapar karena baru makan sekali sejak tadi pagi. Setelah ini Arkan harus mencari counter bath and body works di dekat sini daerah the Shoppes at Marina Bay Sands. Arkan bukannya tahu daerah sekitaran Rumah Sakit tempat Sarah dirawat mengingat ini pertama kalinya ia kesini. Namun Arkan harus mencari candle yang Gysta inginkan dan membelinya-sekarung.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 65 Episodes
Comments
👑Ajudan Tante Lele💣
kwkw ada lagi.
kl pakai tapi itu utk penghubung.
misal : ..... , tapi .....
kl kalimat baru pakai namun aja. misal :
Namun, ....
maap maap kl koreksi lagi😆
2020-03-06
3
Fatih Tafta
bawain aja AR cuman sekarung doang🤭🤭🤭🤭🤭
2019-12-09
1
Susi Ummu Boyan
hahaha sekarung...🤣
2019-10-19
1