11

"Aduh, lama nggak main kesini!" Noura berseru saat turun dari mobil Nindy diikuti Gysta dan Nindy paling terakhir.

"Kamu kenapa, dari tadi diem aja." Nindy menyikut Gysta yang belum bersuara dari tadi.

Gysta diam. Ia memikirkan Arkan yang masih berada di dalam mobil di tempat parkir sekolah. Sebenarnya Gysta sama sekali tidak ingin meninggalkan Arkan apalagi keadaannya yang sedang buruk.

"Arkan sakaw." Ucap Gysta samar-samar bahkan Noura tidak dapat mendengarnya karena tempat parkir yang cukup ramai. Tapi Nindy berada tepat di samping Gysta dapat mendengar dua kata yang sahabatnya itu ucapkan.

"Dimana?" Nindy memegang kedua lengan Gysta menatapnya terkejut.

"Di sekolah." Gysta melihat lantai dengan tatapan kosong, terdapat jejak air mata di pipinya. Noura yang bersiap-siap masuk ke dalam mall justru menghentikan langkah karena dua sahabatnya tengah bicara serius.

"Kenapa sih?" Noura kebingungan, ia menggaruk tengkuk nya yang tidak gatal.

"Kok kamu tinggalin dia?"

"Dia bentak aku, minta aku pergi." Tangis Gysta kembali pecah mengingat kejadian itu.

"Eh jangan nangis dong." Noura memeluk Gysta yang menangis tersedu-sedu, mengusap rambutnya lembut agar segera tenang.

"Gysta, kamu serius dia sakaw?" Nindy memelankan suaranya. Gysta mengangguk pelan. "Ya udah biarin dia sendiri." Nindy menarik tangan Gysta membawanya masuk ke dalam area mall yang padat oleh pengunjung. Nindy ingin mengalihkan pikiran sahabatnya itu lagi pula Arkan sendiri yang menyuruh Gysta pergi.

Noura tetap tidak mengerti apa yang terjadi karena ia memang cewek lola, sulit memahami keadaan. Noura ikut menggandeng tangan Gysta yang menurut saja saat melewati eskalator. Gysta menghapus air matanya dengan punggung tangan, entah sedih karena Arkan sakaw atau karena Arkan telah mengusirnya, semua bercampur dalam dirinya.

Tiga bersahabat berseragam SMA itu berkeliling Mall, membeli pakaian baru, make up, skincare hingga makanan. Mereka selalu menyisihkan uang saku untuk belanja bulanan seperti ini. Bukan berfoya-foya menghabiskan uang orangtua. Untuk sejenak Gysta lupa pada masalahnya dengan Arkan.

"Aduh capek." Noura melemparkan pantat nya pada jok mobil di samping kemudi setelah meletakkan beberapa belanjaannya di bagasi. Ia tersenyum puas setelah belanja berbagai macam barang.

Langit mulai gelap, rupanya belanja membuat mereka lupa diri hingga tak terasa hari sudah malam.

"Kamu beli make-up banyak banget Ra." Ujar Gysta yang duduk di jok belakang, ia tengah melihat ponselnya setelah ditinggalkan di dalam mobil dari tadi.

"Sekarang kalau mau jadi selebgram harus modal Gys." Noura nyengir sambil memainkan rambutnya yang terurai.

"Apaan sih, cita-cita kok jadi selebgram." Sahut Nindy yang bersiap-siap menjalankan mobil.

"Aku tuh sadar diri Nin, aku nggak punya otak yang cemerlang kayak kamu dan Gysta, jadi aku nggak muluk-muluk." Noura mencibir. "Kalian mau apa? Kuliah di ITB? Sorry, aku di rumah aja."

"Terserah deh." Nindy mengibaskan tangan pada Noura lalu kembali fokus menyetir.

Mata Gysta membulat saat melihat ada 5 panggilan tak terjawab dari Arkan sekitar 10 menit yang lalu. Perasaan Gysta jadi tidak enak, ia memutuskan untuk menghubungi nomor Arkan.

Arkan menjawab telepon saat detik terakhir Gysta hendak mematikan sambungan.

"Kenapa Kan?" Tanya Gysta tidak sabar.

"Kamu dimana?" Suara Arkan terdengar serak dan samar.

"Aku di jalan mau pulang." Gysta meremas rok nya karena tegang, walaupun tadi Arkan mengusirnya namun ia tahu kalau Arkan melakukan itu akibat pengaruh pil ekstasi yang diminumnya.

"Aku minta maaf." Arkan menghembuskan napas putus asa. "Aku salah...."

"Itu udah berlalu." Gysta menggigit bibir bawahnya melihat ke jalanan melalui jendela samping.

"Aku nggak akan ngelakuin itu lagi." Arkan memutuskan sambungan padahal Gysta belum membalas ucapan lelaki itu.

"Nin, berhenti-berhenti!" Gysta memukul jok kemudi dari belakang beberapa kali.

"Kenapa?" Nindy menginjak rem mendadak.

"Aku turun disini." Gysta membuka pintu mobil dan keluar dengan gerakan cepat membuat Nindy dan Noura kebingungan.

"Eh belanjaan kamu!" Nindy melongok dari jendela namun Gysta tidak mendengar suara Nindy karena jalanan yang ramai.

Gysta menyeberang jalan, ia melihat Arkan tengah bersandar pada mobil dengan kepala menunduk memperhatikan ponsel di tangannya.

"Arkan!" Teriak Gysta, Arkan mendongak melihat Gysta tengah berlari ke arahnya. "Kamu ngapain disini, wajah kamu kenapa?" Mata Gysta berkaca-kaca menatap lekat wajah kekasihnya yang lebam seperti terkena bekas pukulan, tidak hanya satu tapi ada beberapa.

Arkan menarik Gysta ke dalam pelukannya tanpa menjawab pertanyaan gadis itu. Hati Arkan sakit mengingat dirinya tadi saat mengusir Gysta, emosinya berubah-ubah tanpa bisa dikontrol. Arkan menyesal, ia mengumpat dalam hati menyadari kebodohannya tadi. Arkan mencium pipi Gysta yang tertutup rambut beberapa kali, ia tidak ingin mengulang kesalahan itu lagi.

"Maaf...." Bisik Arkan di telinga Gysta.

Gysta mengangguk pelan, matanya terpejam, mendengarkan irama jantung Arkan yang dua kali lebih cepat. Gysta menghirup aroma tubuh Arkan yang berbau citrus membuatnya tahan berlama-lama dengan cowok itu. Jika hobi Arkan mengacak rambut Gysta maka hobi Gysta adalah menghirup bau Arkan lama-lama.

Arkan mengeratkan pelukannya yang sudah erat. Walaupun Gysta sudah memaafkannya tapi Arkan tetap tidak bisa memaafkan dirinya sendiri.

"Muka kamu kenapa?" Gysta meregangkan pelukannya demi melihat wajah Arkan.

"Habis dipukul." Jawab Arkan apa adanya.

"Kamu berantem?" Nada bicara Gysta meninggi.

"Papa pukul aku." Arkan menatap sendu ke dalam manik Gysta yang berkaca-kaca.

"Emang kamu salah apa sampai dipukul begini." Gysta terkejut karena Arkan menjadi korban Papa nya yang temperamental itu.

"Dia tahu aku sakaw di tempat parkir sekolah."

"Dia pukul kamu disana?" Gysta membulatkan matanya

"Enggak." Arkan tersenyum miring, ia tahu Papa nya, lelaki itu tidak akan menanggung malu dengan memukul anaknya sendiri yang sedang tidak sadarkan diri karena pengaruh pil ekstasi di depan warga sekolah lain. Arkan tahu bagi seorang Alex, harga diri dan kehormatan adalah yang paling penting. Dari kecil Arkan terbiasa dengan Papa nya yang lebih menyayangi Sarah dari pada dirinya.

"Ya udah aku obatin luka kamu." Gysta sepenuhnya melepaskan pelukan Arkan pada tubuhnya yang mungil.

"Enggak-enggak, nggak usah." Arkan enggan melepaskan pelukannya, ia menggenggam kedua tangan Gysta erat.

"Sebentar." Gysta melepaskan tangan Arkan. Ia berlari ke arah minimarket yang tidak jauh dari tempat mereka berdiri. Arkan hendak memanggil Gysta namun gadis itu telanjur masuk ke dalam minimarket.

Arkan tersenyum samar, betapa beruntungnya ia memiliki Gysta di hidupnya.

Sekitar 3 menit kemudian Gysta keluar dari minimarket dengan membawa bungkusan plastik berisi antiseptik dan kapas.

"Kita bersihin lukanya ya." Gysta menarik Arkan agar masuk ke dalam mobil. "Belum satu bulan kamu udah luka dua kali masa" Gysta mengeluarkan kapas dan botol antiseptik yang dibawanya.

Arkan diam menatap Gysta yang mengoleskan kapas basah pada sudut bibir dan pipinya. Wajah cantik itu membuat Arkan tenang.

"Kamu udah makan?" Gysta melihat Arkan sekilas sebelum mengganti kapas baru untuk luka yang lain.

Arkan diam. Bahkan ia lupa sudah makan atau belum.

"Aku kenyang." Sahut Arkan setelah cukup lama terdiam.

"Kamu pasti belum makan, setelah bersihin lukanya kita cari makan." Tegas Gysta.

Tiba-tiba Arkan menarik Gysta ke dalam pelukannya, matanya terpejam merasakan kesejukan yang menjalar ke seluruh tubuhnya saat memeluk Gysta.

Gysta hendak melepaskan diri dari perangkap tangan Arkan karena ia belum selesai membersihkan luka namun Arkan tidak memperbolehkannya dengan mempererat pelukan itu. Akhirnya Gysta mengalah, ia membalas pelukan Arkan.

Sekolah sepi. Seluruh warga sekolah yang tadinya bersorak riuh di puncak acara dies natalis kini telah meninggalkan kampus. Hanya satu mobil yang ada di tempat parkir sekolah.

Suara ketukan keras di kaca jendela mobil membuat Arkan terbangun dari tidur panjangnya.

"Keluar!" Alex menyeret tangan anaknya paksa keluar dari mobil. Arkan tidak sepenuhnya sadar karena pengaruh pil ekstasi yang diminumnya tadi. "Bisa-bisanya kamu mabuk di sekolah!" Alex melayangkan satu tinjuan keras mengenai sudut bibir Arkan hingga mengucurkan darah kental.

Arkan limbung, bahkan ia tidak bisa membuka mata sepenuhnya. Arkan melihat Papa nya samar kemudian pukulan-pukulan berikutnya mendarat di wajah tampannya.

"Kenapa harus Sarah yang sakit bukannya kamu, anak nggak berguna!" Maki Alex.

Arkan tersenyum miring menyeka darah yang keluar dari sudut bibirnya. Hatinya seperti teriris-iris mendengar kalimat tersebut keluar dari mulut Papa nya sendiri.

Andai Arkan bisa membawa Gysta berlari jauh dari tempat ini pasti ia akan melakukannya tapi itu tidak mungkin, Arkan ingin menjadi lelaki yang baik untuk Gysta seperti Gysta yang selalu menjadi gadis baik untuknya

Terpopuler

Comments

Khmsbl

Khmsbl

semangat thorr

2019-09-30

1

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!