3

Ruangan temaram itu penuh dengan tawa. Mereka sedang bermain billiard, sebagian lainnya tengah duduk di sofa abu-abu gelap sambil bercumbu dengan pasangannya masing-masing. Botol anggur dan bir berserakan dimana-mana lengkap dengan puntung rokok dan plastik bekas wadah pil ekstasi.

"Bengong aja lu!" Seorang lelaki dengan rambut keriting mengembang melempar kulit kacang tepat di kepala Arkan.

Arkan hanya menyeringai dan menatap tajam lelaki yang telah mengganggu ketenangannya. Tangan Arkan yang terasa nyeri itu mengepal kuat. Telapak tangannya seperti baru saja terkena luka benda tajam entah apa.

"Lu liat lah, banyak cewek disini jangan dianggurin." Seru laki-laki lain yang duduk di depan Arkan disambut sorakan manja cewek-cewek yang berada disana. Mereka berpakaian mini dengan make-up berlebihan.

Arkan bergeming. Arkan sama sekali tidak melirik cewek-cewek yang sebenarnya sudah ngiler dengan ketampanannya.

"Bagi rokok dong!" Lelaki berkepala plontos berpindah melompat ke samping Arkan.

"Ambil semua." Arkan melemparkan sekotak rokok yang belum dibuka sama sekali ke atas meja membuat mereka berebut rokok gratis.

Arkan ingat ucapan Gysta sore tadi.

"Berhenti ya." Gysta menggenggam tangan Arkan, memohon pada lelaki itu agar berhenti merokok.

"Hmm." Arkan mengangguk pelan. Ia tak yakin pada jawaban tersebut. Ia ingin marah pada semua orang yang telah menyampaikan kebenaran tersebut pada gadisnya, ia ingin membasmi orang-orang tak berguna itu.

Bagaimana mungkin Arkan tega menolak permintaan Gysta jika sudah memandang sepasang mata indah gadis itu.

Arkan menenggak bir di gelas bening dengan rakus seperti tengah minum air putih hingga habis tidak tersisa. Ia benci dunia yang kejam ini.

"Jalan yuk." Perempuan yang mengenakan terusan merah menyala selutut mengalungkan tangannya pada leher Arkan.

"Minggir!" Desis Arkan dingin, ia menyingkirkan tangan wanita tersebut dari lehernya. Walaupun dalam keadaan sedikit mabuk, Arkan sama sekali tidak tertarik pada wanita-wanita di dalam sana.

"Ayolah Kan, sekali-kali.." wanita itu tidak menyerah kembali mengalungkan tangan di leher Arkan membuat lelaki itu geram dan langsung mendorong wanita yang lipstick nya merah menyala senada dengan baju.

Arkan beranjak dari duduknya, langkah nya sedikit limbung karena pengaruh alkohol. Pikirannya kacau, ia memang lemah karena selalu melarikan diri dari masalah dengan selalu kembali minum alkohol hingga tidak sadarkan diri. Namun malam ini ia tidak ingin minum banyak. Tubuhnya tidak memperbolehkan Arkan minum alkohol lebih banyak lagi.

Sebuah mobil Ford Fiesta putih berhenti mendadak tepat di depan Arkan yang berdiri di dekat motornya. Mobil itu turun ke pinggiran jalan agar tidak mengganggu kendaraan lain di belakangnya. Sesaat kemudian, seorang gadis yang mengenakan atasan hitam dan celana panjang krem turun dari mobil.

"Arkan!" Gysta berseru melihat Arkan. "Kamu ngapain disini?" Gysta menghampiri Arkan yang sedang menunduk bersandar pada motor hitam nya.

"Hmm?" Arkan memutar kepala, pandangannya tidak terlalu jelas karena pengaruh alkohol.

"Arkan!" Gysta memegang kedua lengan Arkan agar menghadapnya namun kepala lelaki itu tetap tertunduk. "Lihat aku!" Bentak Gysta, ia memegang dagu Arkan untuk menegakkan kepalanya.

"Sarah.." Gumam Arkan tidak terlalu jelas tapi Gysta masih bisa mendengar dengan jelas bahwa bukan namanya yang keluar dari mulut Arkan. Mata Gysta memanas, ia mengerjapkan matanya berkali-kali dan menarik napas dalam.

Sarah? Siapa Sarah?

Melihat keadaan Arkan yang tidak sepenuhnya sadar itu membuat Gysta semakin yakin bahwa ada perempuan lain di hati Arkan. Dada Gysta ikut memanas, perlahan ia melepas pegangannya pada lengan Arkan.

"Ngapain malem gini kamu keluar Gysta?" Arkan mendekatkan wajahnya ke wajah Gysta, Arkan menyentuh pipi mulus kekasihnya dengan telunjuk. Gysta dapat mencium aroma alkohol dengan jelas di mulut Arkan.

"Kamu kenapa disini? Kamu ngapain? Tadi sore kamu bilang mau berhenti merokok tapi kenapa malam ini aku malah lihat kamu mabuk kayak gini?" Tangis Gysta pecah. Ia tidak sanggup menahan tangisanya lagi melihat Arkan dalam keadaan mabuk dan menyebutkan nama perempuan lain.

"Hmm?" Arkan benar-benar tidak sadar, ia hanya melihat gadis nya dengan tatapan sayu, menyiratkan kesedihan luar biasa di dalam sana. Arkan menangkup wajah Gysta tanpa menjauhkan wajahnya bahkan hidung mereka saling menempel. Sekarang bukan hanya bau alkohol yang menghampiri indra penciuman Gysta melainkan bau anyir darah. Gysta menurunkan tangan Arkan dari wajahnya dan baru sadar bahwa tangan lelaki itu terluka.

"Tangan kamu!" Gysta terkejut namun Arkan tetap tidak bergerak. "Ikut aku!" Gysta menarik tangan Arkan paksa masuk ke dalam mobilnya. Arkan diam saja karena ia dalam keadaan setengah sadar.

Gysta mengambil kotak P3K di jok belakang lalu segera mengeluarkan antiseptik dan kapas untuk membersihkan luka goresan cukup dalam di telapak tangan Arkan.

"Kamu habis berantem?" Tanya Gysta disela-sela aktivitasnya mengobati luka di tangan Arkan.

"Hmm.." Arkan bergumam tidak jelas sambil menggelengkan kepala berkali-kali.

"Terus kenapa tangan kamu bisa luka gini huh?" Gysta benar-benar emosi melihat sikap Arkan. Gadis itu ingat janji Arkan sore tadi bahwa perlahan lelaki itu akan berhenti merokok tapi sekarang justru ia melihat Arkan tengah dalam keadaan setengah sadar lengkap dengan luka di tangan nya.

"Sarah.." Suara serak Arkan mengucapkan nama itu lagi membuat Gysta semakin kesal.

"Siapa Sarah?!" Nada bicara Gysta meninggi, ia menatap Arkan yang menunduk sambil membalut luka Arkan dengan plester kecil kecil.

"Jangan berteriak." Arkan menyentuh bibir Gysta dengan jari-jarinya yang sudah selesai diobati.

Gysta mendengus, walaupun kesal tapi melihat keadaan Arkan sekarang membuatnya tidak tega meninggalkan kekasihnya sendiri malam ini. Ia tidak peduli dengan perempuan lain, alkohol ataupun luka di tangan Arkan, apapun yang terjadi saat ini, Gysta akan terus menemani Arkan.

"Aku benci orang yang berteriak." Geram Arkan, ia memejamkan mata dan menyandarkan kepala pada jok mobil bersamaan dengan tangannya yang turun ke paha Gysta.

"Apa yang terjadi Arkan?" Tanya Gysta dengan suara lirih ragu-ragu takut membuat Arkan marah. Seharusnya Gysta yang marah karena melihat Arkan minum alkohol tapi melihat keadaan lelaki itu saat ini, hatinya tak tega jika marah-marah, sekarang yang harus ia lakukan adalah menekan ego nya dan menenangkan Arkan.

"Gys, kamu harus janji satu hal." Arkan berkata seperti orang mengigau, ia sama sekali tidak menjawab pertanyaan Gysta.

"Apa?" Gysta menurut saja.

Arkan bergerak mendekat pada Gysta yang berada di kursi kemudi. Arkan memegang kedua lengan Gysta lemah lalu mendekatkan wajahnya hingga nafasnya terasa di wajah Gysta.

"Jangan tinggalin aku Gys, jangan pernah." Suara Arkan serak namun tegas lalu ia jatuh ke dalam pelukan Gysta dan memejamkan mata.

"Umm." Gysta mengangguk. Entah apa yang baru saja menimpa Arkan hingga Gysta harus berjanji seperti itu. Gysta mengusap punggung Arkan lembut, terdengar suara dengkuran halus dari lelaki itu. "Cepat sekali kamu tidur." Gumam Gysta, ia membiarkan saja Arkan tidur dengan bersandar pada tubuhnya seperti itu, ia rela menahan tubuh Arkan yang tidak ringan semalaman.

Dengan gerakan perlahan, Gysta meraih ponsel di dalam sakunya untuk menghubungi Mama nya.

"Ma, aku nginep di rumah Nindy." Ujar Gysta saat Mama nya menjawab telepon. Dalam hati Gysta minta maaf pada Mama nya karena ia tak pernah berbohong sebelumnya. Tadi ia pamit pergi ke tempat foto copy untuk menyelesaikan tugas sekolah dan tidak sengaja menemukan Arkan di depan bangunan ini.

"Besok pagi pagi sekali Aku janji akan pulang." Tambah Gysta. Dengan mudah, Mama nya memberi izin karena memang orangtua Gysta sangat mempercayai anak mereka satu-satu nya itu. Ini membuat Gysta semakin merasa bersalah tapi ia tak tega meninggalkan Arkan sendiri. Gysta tidak mungkin mengantar Arkan pulang karena lelaki itu belum pernah memberitahu alamat rumahnya. Gysta kesal karena Arkan begitu tertutup bahkan pada kekasihnya sendiri.

Gysta meletakkan ponsel pada dashboard mobil setelah mendapatkan izin dari Mama nya. Ia sedikit bernapas lega karena berhasil membuat Mama nya tidak curiga sedikitpun atas izin yang sangat mendadak itu.

"Gys..."

Gysta menunduk melihat Arkan yang memanggilnya, ia menunggu kata selanjutnya yang akan lelaki itu katakan tapi tidak ada. Hening. Hanya terdengar suara napas Arkan yang beraturan. Sudut bibir Gysta terangkat membentuk senyuman ketika menyadari bahwa Arkan hanya mengigau. Rasa penasarannya terhadap perempuan bernama Sarah hilang sesaat karena hal tersebut.

Posisi Gysta tidak lah nyaman untuk ikut terlelap dengan Arkan tapi entah kenapa kenyaman yang diberikan sosok Arkan membuat gadis itu juga terlelap sambil tetap memeluk lelaki bertubuh atletis itu. Tubuh Arkan tidak ringan tapi Gysta tak masalah. Mereka sama-sama tertidur dengan saling menghangatkan satu sama lain.

Terpopuler

Comments

Alip Asif

Alip Asif

aq suka kryamu thor

2020-06-05

0

Dimas Dzaki

Dimas Dzaki

kayanya seru nich cerita...semangat thor

2019-09-18

1

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!