Matahari mulai tenggelam di ufuk barat menyisakan semburat jingga di langit. Kicauan burung digantikan dengan suara jangkrik yang bersahut-sahutan tiada henti. Dingin semakin menusuk kulit namun itu tidak membuat murid Limerick Hull bermalas-malasan. Kegiatan Persami SMA Limerick Hull masih berlanjut setelah seharian para peserta melaksanakan kegiatan Outbond.
"Gys, ayo upacara mau dimulai." Noura mengguncang tubuh Gysta yang tertidur dengan bersandar pada pohon pinus.
"Yaa.." Gysta menjawab malas, perlahan ia membuka matanya.
"Ayo!" Noura mengulurkan tangannya yang langsung diraih oleh Gysta lalu gadis itu beranjak dari duduknya.
"Gys, piagam PMR kamu taruh dimana?" Adit datang tergesa-gesa.
"Di atas meja deket sound." Jawab Gysta masih mengantuk, tangannya bergerak untuk membersihkan tanah yang menempel di celana olahraganya.
"Nggak ada."
"Hah!" Gysta akhirnya membuka matanya lebar karena terkejut.
"Nggak ada, kamu pindahin kemana?"
"Aku nggak pindahin." Gysta berjalan lebih dahulu meninggalkan Adit dan Noura. Ia berjalan ke arah sound untuk memastikan bahwa piagam yang akan dibagikan kepada anggota PMR kelas 12 saat upacara nanti memang ada di meja. Sedangkan Adit dan Noura menyusul di belakang. Namun raut wajah Gysta berubah panik karena mendapati meja itu kosong.
"Mana?" Adit menatap Gysta tajam. Ketua OSIS yang jarang marah itu sepertinya sesaat lagi akan marah karena benda penting itu hilang.
"Aku tadi taruh disini Dit, siapa coba yang ambil?"
"Siapa yang mau ambil, kamu kenapa malah duduk disana ha, kenapa nggak diem disini aja, ini sama aja kamu lalai dengan tugas kamu!"
"Maaf." Suara Gysta serak, ia menahan tangisnya. "Aku cari ya." Gysta paling tidak bisa dibentak, sekali dibentak ia akan menangis namun kali ini ia harus menahannya sekuat mungkin demi tanggung jawabnya pada tugas penting disaat-saat terakhir dirinya menjabat sebagai wakil ketua OSIS.
"Ya udah yang lain cari juga." Adit meninggalkan stan siaran.
Gysta mencari di seluruh tenda dibantu anggota OSIS lain. Wakil ketua OSIS itu merasa aneh karena ia hanya meninggalkan lembaran piagam di atas meja itu tidak lama, ia hanya tertidur sebentar. Apa gunanya maling mengambil piagam itu? Gysta bertanya-tanya dalam hati.
"Kok bisa hilang sih?" Nila menghampiri Gysta dan menatapnya tajam. Gysta hanya melihat Nila sesaat tanpa menjawab pertanyaannya. Bagaimana ia bisa menjawab jika dirinya sendiri tidak tahu jawaban apa yang akan ia berikan.
"Kamu ceroboh banget ya, piagam gitu aja bisa hilang, kamu kan penanggung jawabnya, harusnya hati-hati dong." Nila memaki Gysta yang sudah putus asa karena piagam tersebut tidak ditemukan. Gysta diam, tidak menanggapi ucapan Nila, ia tidak punya cukup energi untuk membalas ucapan si sekretaris OSIS itu.
Gysta terduduk lemas di salah satu tenda milik kelas 10. Ia putus asa karena tidak menemukan piagam itu walaupun sudah menggeledah semua tenda dan tas murid lain.
"Eh, piagamnya ini bukan?" Seru Noura yang baru saja datang dari arah tenda paling ujung, berlawanan dengan arah stan siaran.
Gysta dan Nila memutar kepala melihat Noura yang membawa beberapa lembar kertas.
"Ketemu dimana?" Gysta tertegun melihat Noura membawa barang yang dicarinya sejak tadi.
"Dari dalam tenda kita Gys." Jawab Noura.
"Kok bisa?" Gysta heran karena ia tidak merasa membawanya ke dalam tenda.
"Pasti kamu lupa taruh nya kan!" Semprot Nila yang dari tadi tak henti-hentinya mengomel pada Gysta.
Gysta diam. Ia mengambil alih piagam di tangan Gysta lalu membawanya ke stan siaran karena sesaat lagi upacara serah terima jabatan akan dimulai. Entah lah kejadian ini tidak bisa diterima akal sehatnya, kepalanya juga pusing, ingin tidur.
Upacara dimulai dengan menghidupkan api unggun. Pengurus OSIS, PMR, Pramuka dan eksrtakurikuler berbaris tepat di depan api unggun yang sudah menyala memantulkan cahaya kuning pada tubuh orang-orang yang berada di dekatnya.
Satu per satu pengurus lama diberikan piagam penghargaan oleh kepala sekolah bersamaan dengan nama mereka yang disebutkan melalui pengeras suara diiringi tepukan tangan oleh peserta lain.
"Piagam terakhir untuk Arkan Fahreza Ketua Ekstrakurikuler musik, dengan pembina Bapak Yudi." Suara MC terdengar lantang namun para peserta terdiam tidak bertepuk tangan karena yang berbaris di paling ujung bukan lah Arkan melainkan Nindy.
"Saya menggantikan Arkan disini, dia tidak bisa hadir." Ujar Nindy pada kepala sekolah.
"Ya." Kepala sekolah mengangguk beberapa kali, beliau memberikan piagam kepada Nindy dan menjabat tangannya.
Gysta tertegun untuk kedua kalinya. Benar saja, ia tidak melihat Arkan sejak outbond tadi. Kemana perginya laki-laki itu. Ia tidak menyadari bahwa Arkan tidak ada karena banyaknya kegiatan sejak tadi siang. Terakhir melihat Arkan adalah ketika mereka duduk di bawa pohon pinus sambil minum teh.
Arkan kemana?
Gysta membayangkan hal-hal buruk tentang Arkan. Ia takut Arkan diam-diam pulang atau minum obat terlarang itu karena sakaw lagi seperti ketika Dies Natalis sekolah. Lalu sekarang Arkan sedang tidak sadarkan diri di suatu tempat karena efek obat itu. Gysta menggeleng kan kepala, itu tidak akan terjadi. Arkan jangan hilang. Tubuhnya benar-benar lemas, ia harus segera menemukan kekasihnya.
Tiba-tiba lapangan upacara gelap, seluruh lampu yang menerangi tenda mati seketika. Peserta upacara ribut mencari penerangan masing-masing dengan ponsel. Hanya api unggun yang memberi penerangan bagi mereka.
"Arkan jatuh ke jurang!" Teriak seorang lelaki yang tengah berlari ke arah barisan peserta upacara sambil membawa senter.
"Apa? Apa kamu bilang?" Gysta berlari menghampiri lelaki tersebut. "Alan!" Sentak Gysta setelah tahu bahwa cowok itu adalah Alan.
"Gys, Arkan jatuh ke jurang." Alan menarik tangan Gysta membawanya berlari jauh dari lokasi tempat mereka upacara.
Kaki Gysta lemas namun harus cepat berlari menuju pinggir terbing. Jantung nya seperti melompat dari tempatnya. Kepala nya pening seperti tersambar petir, Gysta berteriak spontan masih berlari di belakang Alan.
Peserta yang lain juga ikut ke arah larinya Gysta dan Alan sambil menghidupkan ponsel masing-masing untuk penerangan.
"Itu!" Alan berhenti di pinggiran tebing menunjuk ke bawah yakni jalan raya. Gysta melihat ke bawah sana tanpa berkedip. Sepi. Hitam. Tidak ada apapun. Tangan Gysta memegang lengan Alan gemetar.
"Arkan..." Gysta memandang nanar ke arah Alan. Ia ingin menghilang dari sana saat ini juga.
"Happy birthday!" Suara lantang beberapa orang dari arah belakang mengagetkan Gysta.
Gysta memutar badan masih berpegangan pada Alan, ia tidak bisa berdiri dengan kakinya sendiri karena terlalu terkejut, kepalanya juga sangat pusing. Ratusan lampu berwarna kekuningan menyala menerangi area bumi perkemahan bersamaan dengan kembang api yang meluncur ke atas. Mulut Gysta menganga tidak percaya pada apa yang terjadi di depannya sampai akhirnya Arkan menghampiri Gysta sambil membawa kue berukuran sedang dengan lilin angka 1 dan 7 di atasnya.
Gysta terduduk lemas di atas rumput, air mata meleleh begitu saja tanpa aba-aba membasahi pipi Gysta. Ia seperti kehilangan tulang-tulang yang menopang tubuhnya.
Arkan ikut duduk tepat di depan Gysta menyodorkan kue agar gadis itu segera meniup lilin ulang tahun nya.
Semua kejadian hari ini telah direncanakan oleh Arkan dengan Guru, dan murid lain untuk merayakan Ulang Tahun Gysta yang ke-17.
"Tiup lilinnya tiup lilinnya.." seluruh peserta upacara berseru.
"Jangan lupa make a wish." Ucap Arkan lembut. Gysta tersenyum disela tangisnya, ia memejamkan mata dan membuat harapan.
Aku ingin Arkan hanya menjadi milikku hingga akhir hayatnya.
Suara tepukan tangan terdengar riuh ketika Gysta selesai meniup lilin.
Gysta menarik Arkan dan memeluknya. Arkan mengangkat kue di tangannya, kue tersebut sudah diambil alih oleh Nindy. Arkan membalas pelukan Gysta sambil menggosok punggung cewek itu lembut. Gysta memeluk Arkan erat masih menangis tersedu-sedu, ia tidak pernah membayangkan kejadian seperti ini sebelumnya bahkan lupa bahwa hari ini adalah hari ulang tahunnya. Gysta terlalu sibuk untuk mengingat hari lahirnya.
Gysta melepas pelukannya setelah cukup lama, ia menghapus kasar air matanya. Bukan air mata kesedihan melainkan bahagia dan haru menjadi satu. Arkan paling hebat memainkan emosi nya, memberinya kejutan sehebat ini.
"Udah nangisnya dong." Arkan tersenyum, ibu jarinya bergerak untuk mengusap air mata yang telah membasahi wajah cantik kekasihnya.
"Aku pikir kamu bunuh diri." Ujar Gysta gemetar, masih menyisakan keterkejutan disana.
"Ada kamu, alasan aku untuk hidup." Suara Arkan pelan.
"Makasih Arkan." Lirih Gysta yang dijawab anggukan oleh Arkan.
Murid lain memberi selamat pada Gysta satu per satu. Gysta bersyukur dikelilingi orang-orang baik di sekitarnya. Mereka makan kue bersama dan makan malam di warung yang terletak di dalam area the Lodge Maribaya. Kemudian dilanjutkan dengan acara pentas seni mengelilingi api unggun.
"Selama jantung aku masih berdetak seperti sekarang maka aku tetap milikmu." Lirih Arkan yang sedang bersandar di salah satu pohon pinus menatap lurus ke arah api unggun.
"What a lucky girl to have you." Gysta bersandar pada dada Arkan yang bidang merasakan ketenangan disana.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 65 Episodes
Comments
Kiar Dan Sasuke
yaaa ampooonnnnnnn knpa seee arkan sweet bgt thorrrr???? mau donggg 1 yg kaya arkan😀😀😀😀😀😀
2019-10-02
2