19

Weekend akhirnya tiba setelah 5 hari disibukkan oleh pekerjaan dan kegiatan sekolah. Mereka yang biasanya sibuk akhirnya bisa istirahat sejenak menenangkan pikiran dengan cara berlibur. Jadi tak heran jika jalanan padat oleh kendaraan sejak pagi.

Arkan tenang berada di balik kemudi, jalan macet tak membuatnya kesal apalagi marah karena ada Gysta di sampingnya. Melihat ke arah Arkan-tersenyum-berkedip-sesekali menyuapkan cookies yang ada di tangannya. Itu semua sesuatu yang sempurna bagi Arkan, ia tak butuh apa-apa lagi.

Arkan dan Gysta hendak menuju bandara untuk menjemput Sarah yang akan sampai di Bandung pukul 10 pagi. Keadaan Sarah membaik setelah koma beberapa hari yang lalu. Walaupun penyakit itu tidak bisa sembuh tapi keadaan Sarah sudah jauh lebih baik dari pada satu bulan yang lalu.

"Setelah jemput Kak Sarah, aku mau ke rumah kamu." Arkan melihat sesaat ke arah Gysta dengan senyum yang terus menghiasi wajah tampannya. Suasana hati Arkan sedang baik karena Kakak nya kembali ke Bandung dan Arkan berniat melakukan sesuatu pada Gysta yang sebelumnya tertunda.

"Nggak nemenin Kak Sarah dulu?" Gysta mengangkat kedua alisnya, ia ingin memberikan Arkan dan Sarah menghabiskan waktu berdua untuk melepas rindu.

"Nggak." Arkan menggeleng. "Aku bisa nemenin dia nanti malem, kalau kamu kan nggak bisa setiap saat aku temuin."

"Iya sekalian belajar materi ujian semester 1 minggu depan."

"Belajar?" Kedua alis Arkan bertaut, melirik Gysta yang membalas pertanyaannya dengan anggukan penuh semangat, Arkan hanya menghembuskan napas malas. Sungguh Arkan paling malas belajar, lagi pula ia akan tetap mendapat nilai baik walaupun tidak belajar. Tapi Arkan menurut saja agar Gysta tidak kecewa.

Mereka sampai di bandara lebih awal dari jadwal landing pesawat yang Sarah dan Mama nya tumpangi.

"Mau makan nggak?" Arkan menggandeng tangan Gysta. Mereka melangkah masuk ke dalam bandara. Arkan mengedarkan pandangan mencari salah satu kafetaria untuk makan. Gysta mengangguk, ia sudah makan tadi pagi seperti kebiasaan keluarganya yang tidak boleh beraktivitas di luar rumah kalau belum sarapan. Tapi Gysta akan makan lagi menemani Arkan, ia tahu cowok itu belum makan.

Mereka duduk di salah satu kafetaria memesan nasi ayam penyet dan es jeruk.

"Tangan kamu berkeringat, panas ya?" Gysta merogoh tas selempangnya mencari tisu di dalam sana untuk mengeringkan tangan Arkan yang basah oleh keringat.

"Enggak." Arkan menggeleng melepaskan tautan di antara mereka. Arkan mengusap telapak tangannya sendiri.

"Sini." Gysta menarik tangan Arkan lalu mengusapnya dengan tisu. "Kamu kenapa sih?" Gysta mendongak, menatap kekasihnya. "Tangan kamu dingin tapi keringetan." Tiba-tiba Gysta teringat pada kejadian saat dies natalis sekolah saat Arkan sakaw, gejalanya sama seperti sekarang dimana Arkan berkeringat dingin. Gysta menatap lekat Arkan yang menunduk, tak hanya tangan pelipis Arkan juga berkeringat.

"Aku ke toilet dulu." Arkan menepis tangan Gysta dan berlari meninggalkan area kafetaria tersebut. Gysta tidak tahu dimana letak toilet disini namun sepertinya Arkan sudah hafal seluk beluk bandara ini.

"Silahkan Neng." Seorang wanita menghampiri meja Gysta dengan membawa menu yang telah Arkan dan Gysta pesan.

"Makasih." Ujar Gysta sebelum wanita paru baya itu meninggalkan mejanya.

Gysta merubah posisi duduknya yang sebenarnya sudah nyaman, ia menghidupkan layar ponsel nya, pukul 09:55. Itu artinya 5 menit lagi Sarah dan Mama nya akan sampai sedangkan Arkan belum juga kembali dari toilet. Gysta meraih ponselnya, mencari nama Arkan lalu menekan ikon hijau.

Nada dering ponsel Arkan terdengar dekat dari tempat Gysta duduk.

"Ditinggal?" Gysta menggerutu karena Arkan meninggalkan ponsel di kursi.

Aroma ayam penyet menusuk-nusuk indra penciuman Gysta namun sungguh ia sama sekali tidak selera untuk menyantapnya. Selain kenyang, Gysta juga gelisah karena Arkan pergi cukup lama bahkan terlalu lama untuk sekedar buang air kecil.

Gysta beranjak dari duduknya, membayar menu yang telah dipesannya dan memutuskan untuk mencari Arkan. Gysta tidak peduli pada 2 piring penuh nasi ayam penyet dan es jeruk yang tak tersentuh itu.

Gysta mempertajam pandangannya, melihat ke kiri dan ke kanan berusaha mencari sosok Arkan di antara orang-orang yang berlalu lalang. Jika ada pasti Gysta akan segera menemukan cowok itu.

"Pak, toilet terdekat dari sini dimana ya?" Gysta menghampiri salah satu satpam yang berdiri di dekat pembelian tiket.

"Adek lurus aja dari sini terus belok kanan." Jelas satpam tersebut sambil menunjukkan arah dengan tangannya.

"Makasih Pak." Gysta menunduk sesaat sebelum berlari ke arah yang sudah ditunjukkan oleh satpam itu. Perasaan Gysta tidak enak, takut Arkan pingsan di dalam toilet atau lebih buruk dari itu.

Ada 5 pintu toilet pria yang semuanya tertutup. Gysta menarik napas panjang, keringat mengalir di pelipisnya, tangannya basah oleh keringat dingin.

"Arkan, kamu disana nggak?" Gysta setengah berteriak karena tidak mungkin ia mengetuk satu-satu pintu tersebut atau orang akan berpikir bahwa ia sedang mengintip laki-laki di dalam sana. Tangan Gysta bergerak untuk membuka salah satu pintu toilet berharap ada Arkan di dalam sana.

Kosong.

Gysta membuka pintu lain yang tidak terkunci. Biasanya Arkan tidak mengunci pintu saat berada di kamar mandi.

"Arkan!" Gysta memekik saat melihat Arkan terkulai di atas lantai toilet dengan kepala bersandar pada dinding. "Kamu kenapa?" Gysta menyandarkan kepala Arkan pada bahunya.

"Gysta..." Pandangan Arkan berkabut, ia berusaha meraih tangan Gysta.

"Berapa lama kamu nggak makan pil itu?"

"Dua minggu." Arkan gelisah, ia merogoh saku celananya dan memberikan bungkusan berisi pil putih pada Gysta. "Buang...." Lirih Arkan dengan mata terpejam. Bibir Arkan gemetar bersama sekujur tubuhnya yang mengeluarkan keringat dingin.

Gysta menatap pil di genggamannya, ia ikut gemetar melihat Arkan sakaw di depannya. Ternyata dua minggu ini Arkan tidak mengkonsumsi obat-obatan itu lagi, ia benar-benar menepati janjinya namun melihat keadaan Arkan saat ini membuat Gysta tidak tega.

"Buang, aku mohon." Arkan berkata lemah. Sesak. Arkan seperti kehilangan oksigen di sekitarnya. "Buang dan tinggalin aku, Kak Sarah udah sampai disini, jemput dia."

"Enggak!" Gysta menggeleng kuat enggan meninggalkan Arkan disini sendiri.

"Aku mohon." Tangan Arkan meraha pipi Gysta hingga hembusan napas nya terasa mengenai permukaan kulit gadis itu. "Bilang aku ada urusan mendadak, kamu jemput dia, bawa mobil aku."

Gysta masih menggeleng dengan air mata yang sudah meluncur bebas membasahi pipinya. Namun Arkan tetap menyerahkan kunci mobil nya pada Gysta. Arkan tidak bisa menemui Kakak nya dalam keadaan seperti ini, walaupun seandainya ia memasukkan pil itu efeknya akan sia-sia, Arkan tetap akan tak sadarkan diri disini. Jadi Arkan memilih untuk tidak memasukkan pil itu.

"Jemput Kak Sarah." Lirih Arkan lagi, matanya terpejam.

Gysta mengusap wajah Arkan lembut menyeka keringatnya. Arkan bisa minta apapun tapi jika meninggalkannya maka Gysta tak sanggup.

Apa sebaiknya berikan saja pil ini pada Arkan?

"Gys, jemput Kak Sarah." Pinta Arkan lagi.

"Kamu mau ini?" Gysta menyodorkan plastik berisi pil pada Arkan.

Arkan menutup rapat bibirnya sambil menggeleng, membenamkan wajah pada lengan Gysta. Arkan merapatkan giginya menahan sakit di dada, sungguh menyakitkan.

Gysta menarik napas panjang sebelum mengeluarkan belasan pil dari dalam plastik. Bimbang antara memberikannya pada Arkan atau membuangnya saja.

"Buang." Bisik Arkan.

Gysta harus membuang pil itu demi mengurangi ketergantungan Arkan pada narkotika. Dengan tangan gemetar, Gysta menuangkan pil di tangannya ke dalam closet dan menekan tombol flush. Pil itu menghilang dalam sekejap bersama air yang berputar.

Gysta bangkit dari posisi duduk melihat Arkan sesaat sebelum keluar meninggalkan cowok itu di toilet sendiri.

Gysta sengaja mengunci pintu toilet dari luar berharap tidak ada siapapun yang masuk kecuali dirinya.

"Harus cari Kak Sarah!" Tangan Gysta mengepal untuk menyemangati dirinya sendiri. Gysta mengusap air mata nya sambil mengembangkan senyum. Sebelumnya Gysta tidak pernah bertemu dengan Sarah namun ia bertekad akan menemukan wanita itu dengan bekal mengingat-ingat wajah Sarah yang pernah dilihatnya pada foto di ruang tamu rumah Arkan.

Kak Sarah pakai kursi roda.

Gysta ingat ucapan Arkan tadi di mobil. Maka sekarang Gysta hanya perlu mencari seorang wanita muda dengan kursi roda. Kalau perlu Gysta akan bertanya pada setiap orang yang menggunakan kursi roda.

"Wah kenapa bandara harus luas banget." Kepala Gysta menoleh ke kanan dan ke kiri. 10 menit yang lalu semangat Gysta masih berkobar tapi setelah cukup lama berputar-putar di sekitar bandara, ia kelelahan karena tak juga menemukan sosok Sarah.

"Kak Sarah!" Pekik Gysta saat melihat seorang wanita dengan kursi roda baru saja melewatinya.

Merasa namanya dipanggil, wanita berambut ikal kecoklatan itu menghentikan laju kursi rodanya. Seorang wanita paruh baya yang membawa koper besar itu juga menghentikan langkahnya bahkan memutar kepala saat mendengar seseorang memanggil nama anaknya.

Gysta menghampiri Sarah yang tengah melihatnya penasaran. Gysta tersenyum manis melihat Sarah dari dekat, ternyata Sarah banyak berubah tidak seperti di foto. Tulang hidung nya terlihat lebih tinggi dengan pipi yang sangat tirus dan wajah putih pucat. Manik mata hitam legam seperti milik Arkan.

"Kamu Gysta?" Tanya Sarah ragu-ragu melihat gadis cantik di depannya.

"Kak Sarah tahu?" Gysta semakin mengembangkan senyumnya, pandangannya beralih pada perempuan yang berdiri di samping Sarah. "Tante apa kabar?" Gysta menyapa perempuan yang ia yakini seratus persen adalah Mama Arkan.

"Baik, kamu pasti pacar Arkan." Duga Mama Arkan. Gysta menjawabnya dengan anggukan sopan.

"Arkan mana?" Tanya Sarah karena tidak melihat Adik nya bersama dengan Gysta padahal tadi pagi Arkan sangat bersemangat untuk menjemputnya di bandara.

Senyum Gysta memudar mendengar pertanyaan Sarah. Terlalu semangat hingga Gysta lupa mempersiapkan jawaban jika Sarah menanyakan keberadaan Arkan.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!