Cowok tampan bertubuh atletis dengan kulit putih bersih itu baru saja keluar dari tenda nya. Ia sedikit meregangkan tubuh sembari menghirup udara dengan rakus. Jarang sekali ia melihat pepohonan hijau saat baru bangun tidur. Matanya mengedarkan pandangan ke seluruh penjuru area perkemahan dan mengembangkan senyum saat menemukan seseorang yang dicarinya. Para cewek yang sedang mengumpulkan sampah melihat cowok paling tampan satu sekolah itu dengan gemas. Siapa lagi kalau bukan Arkan Fahreza yang pesonanya mampu menyihir para cewek.
Cewek-cewek tersenyum bahkan berteriak heboh saat Arkan melewati mereka. Arkan berjalan menghampiri Gysta yang tengah membuat makanan.
Kabut masih menyelimuti kawasan hutan pinus the Lodge Maribaya pagi hari yang dingin. Beberapa murid membuat sarapan dengan tungku buatan sendiri dan yang lain mengumpulkan sampah sebelum pulang. Berkas sinar matahari menembus di antara celah pohon pinus yang rimbun memberikan sedikit kehangat bagi makhluk hidup di bawahnya.
"Pagi." Arkan menghampiri Gysta memberikan senyum paling manis miliknya.
Bisa diabetes lama-lama begini. Gysta membatin.
"Gimana tidurnya, nyenyak?" Tanya Arkan, ia tahu Gysta sulit tidur jika tidak ada lilin aromaterapi di dekatnya. Gysta tidak mungkin membawa lilin ke dalam tenda.
"Nyenyak banget karena sebelum tidur, dikasih kejutan super tak terduga." Gysta tersenyum lebar memperlihatkan deretan gigi nya yang putih bersih.
"Apa nanti aku kasih kejutan setiap hari buat gantiin lilin kamu?" Arkan menatap Gysta intens, ia tidak ingin mengalihkan pandangannya dari gadis itu barang sedetik.
"Apasih." Gysta memukul lengan Arkan pelan. "Kamu mau jantung aku copot dikasih kejutan kayak semalem setiap hari."
"Ada jantung aku kalau jantung kamu copot." Arkan mengangkat kedua alisnya sementara Gysta tertawa mendengar ucapan itu keluar dari mulut Arkan.
"Maka kamu harus sehat." Gysta menepuk bahu Arkan dua kali sebelum melanjutkan kegiatannya membuat makanan. Ada makna dalam di balik ucapannya entah Arkan sadar atau tidak, Gysta tetap ingin Arkan menghentikan kebiasannya mengkonsumsi narkotika sebelum terlambat. Sebelum banyak yang mengetahuinya, itu lebih aman dari pada Arkan harus ditangkap polisi dan ditahan.
Ah tidak-tidak! Gysta menggeleng kuat untuk menghilangkan pikiran buruknya.
"Kenapa?" Arkan melihat Gysta heran.
"Nggak apa-apa." Gysta menggeleng pelan melihat Arkan sekilas.
"Kamu bikin mie?" Arkan memperhatikan Gysta yang sedang memasak mie instan di atas tungku.
"Bikin mie instan, sebenarnya nggak sehat buat sarapan tapi aku nggak bisa masak apapun kecuali ini." Gysta cemberut, ia ingin sekali pandai memasak seperti Mama nya tapi untuk pergi ke dapur saja ia sangat malas.
"Nggak apa-apa." Arkan tersenyum menggelengkan kepalanya. "Aku rela makan mie instan setiap hari asal bisa lihat kamu gini." Mata Arkan berbinar-binar, pemandangan yang sangat jarang ia saksikan yakni Gysta membuat makanan.
Gysta diam, pipi nya memanas karena ucapan manis Arkan, ia menunduk pura-pura sibuk mengaduk mie yang sudah matang.
"Sini aku yang angkat." Arkan bergegas mengangkat panci yang digunakan untuk merebus mie.
"Kita makan ini ya." Gysta melihat Arkan menunggu jawaban dari cowok yang hanya mengenakan kaos oblong abu-abu padahal suhu pagi hari mencapai 16 derajat.
"Iya." Arkan mengangguk dengan senang hati.
Gysta mengambil sendok plastik yang berada di samping nya memberikan satu untuk Arkan. Mereka akan langsung makan dari panci nya agar tidak mengotori wadah lain.
"Panas!" Pekik Gysta saat memasukkan mie yang masih berasap ke dalam mulutnya, ia sangat lapar sampai lupa kalau mie tersebut panas.
"Minum-minum." Arkan tidak jadi menyuapkan mie dan meletakkan sendok ke dalam panci, ia mengambil air mineral lalu memberikannya pada Gysta. "Aku tahu kamu laper." Arkan terkekeh. Kebiasaan makan Gysta selain mengaduk-aduk makanan saat sudah kenyang adalah memasukkan makanan tanpa meniupnya alhasil membuat cewek itu kaget sendiri.
"Aaaa'....." Arkan mendekatkan sesendok mie penuh mie yang sudah ditiupnya ke bibir Gysta, tidak butuh waktu lama Gysta melahap mie instan beraroma soto itu dengan semangat.
Ponsel Arkan berdering panjang tanda ada telepon masuk.
"Sebentar ya." Gumam Arkan merogoh saku celana nya untuk mengeluarkan ponsel. Gysta mengangguk, ia memakan sendiri mie instan nya yang sudah tidak terlalu panas.
Tertulis nama Sarah di layar ponsel Arkan, ibu jari Arkan mengusap layar untuk menjawab telepon dari kakak perempuannya.
"Gimana kabar kakak?" Arkan mengawali. Gysta berhenti mengunyah saat mendengar kalimat Arkan, ia juga ingin tahu keadaan Sarah.
"Masih sama seperti kemarin." Suara Sarah terdengar serak dan lemah.
"Udah sarapan?" Arkan mengabaikan suara sedih Sarah di seberang sana.
"Belum."
"Aku lagi sarapan sama Gysta, masak mie instan, kapan Kak Sarah pulang biar Gysta bisa makan masakan Kak Sarah yang enak." Senyum Arkan mengembang namun matanya berkaca-kaca.
Gysta tidak tahu bahwa Arkan hanya pura-pura tabah, jauh di lubuk hatinya, Arkan benar-benar hancur. Jika bukan karena Gysta pasti Arkan sudah menyusul ke Singapura untuk menemani Sarah.
"Kakak sakit." Suara Sarah tersendat-sendat sesekali terdengar suara hembusan napas lemah disana.
"Kak Sarah sehat." Sahut Arkan cepat.
Gysta mengatup bibir rupanya sudah mengetahui suasana di antara Arkan dan Sarah. Walaupun tidak bisa ikut mendengar suara Sarah tapi Gysta bisa menebak keadaan Sarah dari raut wajah Arkan.
Gysta beranjak dari duduknya membawa panci yang masih tersisa banyak mie disana, ia tidak selera makan, tiba-tiba perutnya kenyang.
"Don't move." Arkan menahan tangan Gysta, ia mendongak melihat wajah Gysta masih menempelkan ponsel di telinga nya.
Gysta menurut, ia kembali duduk di samping Arkan. Gysta melihat Arkan memasukkan kembali ponsel ke dalam saku celananya.
"Udah makannya?" Tanya Arkan melihat mie yang masih banyak.
"Udah kenyang, kamu masih mau makan?"
"Gimana kalau kita makan di sugar cafe sepulang dari sini." Arkan memberi inisiatif, tadi Sarah bilang rindu dengan sugar cafe dan makanannya, Arkan ingin menggantikan Kakak nya mengunjungi cafe itu. "Kamu lagi pengen makan apa?"
"Aku pengen croissant sih."
"Aku punya kejutan kedua buat kamu." Bisik Arkan di telinga Gysta.
"Apa?" Gysta melirik ke arah Arkan yang berada sangat dekat dengannya.
"Tunggu aja." Arkan beranjak dari duduknya.
"Mau kemana?" Gysta sedikit berteriak saat Arkan melangkah pergi meninggalkannya. "Arkan!" Panggil Gysta namun yang dipanggil tetap berjalan sambil tersenyum misterius, Arkan sudah memikirkan kejutan lain untuk kekasihnya.
Gysta menendang-nendang udara, ia kesal karena Arkan membuatnya penasaran.
"Untung ganteng." Gumam Gysta sebelum beranjak dari duduknya, ia akan membersihkan panci bekasnya memasak.
Kangen nggak sih? 😅
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 65 Episodes
Comments