Lampu remang-remang menghiasi seluruh area outdor sugar cafe di malam hari. Salah satu tempat yang tak pernah sepi dikunjungi remaja adalah cafe, biar kekinian katanya.
Kali ini sepasang kekasih paling populer di sekolah nya itu memilih suasana romantis gazebo untuk makan. Sore tadi mereka pulang dari the Lodge Maribaya, istirahat sebentar lalu pergi ke cafe.
Arkan menyiapkan kejutan kedua untuk kekasihnya. Setelah Arkan lama menunggu, akhirnya hari ini datang juga. Lelaki tampan itu sengaja menunggu hari ulang tahun Gysta untuk memberi kejutan tersebut.
"Croissant nya habis mbak." Ujar salah satu pelayan yang baru saja mendengar Gysta menyebutkan pesanannya.
"Habis?" Ulang Gysta dengan wajah terkejut sedetik kemudian kecewa, ia mendongak melihat pelayan tersebut. Perempuan dengan seragam coklat putih itu mengangguk menjawab pertanyaan Gysta.
"Kami punya beberapa pastry lagi, mungkin mbak mau pesan menu lain."
"Nggak usah deh." Gysta mengibaskan tangannya. Raut wajah Gysta kecewa karena makanan yang sudah dipikirkannya sejak tadi pagi ternyata tidak ada.
"Kita cari di tempat lain ya." Arkan menggenggam tangan gadis nya di atas meja dengan tatapan teduh berusaha menenangkan Gysta. Arkan tidak mau membuat rencana nya gagal karena Gysta batal makan croissant.
"Aku mau makan nasi goreng aja, laper." Gysta menggosok-gosok perutnya yang rata sambil mengerucutkan mulut. Arkan gemas melihat ekspresi Gysta, ingin sekali ia mencubit pipi halus itu hingga merah.
"Ya udah nasi goreng dua sama lemonade." Ujar Arkan akhirnya. Pelayan tersebut meninggalkan meja untuk membuat pesanan.
"Aku udah nggak pernah lihat rokok di dalam mobil dan tas kamu." Gysta menatap lurus ke arah Arkan.
"Aku emang udah nggak ngerokok." Sahut Arkan dengan mengembangkan senyum tipis.
"Oh ya?" Gysta membelalak terkejut sekaligus senang. "Kok kamu nggak bilang sama aku?" Protes nya.
"Kalau aku bilang, mau dikasih hadiah apa?" Arkan menyipitkan matanya.
"Aku tahu berhenti merokok itu nggak gampang, kenapa kamu bekerja keras sendirian padahal kamu punya aku?"
"Kamu inget nggak pas aku bilang pasti berhenti merokok tapi perlahan. Gys!" Wajah Arkan sedikit maju semakin dekat dengan wajah kekasihnya, menatap lekat gadis cantik dengan rambut terurai tersebut.
"Hm?" Gysta menunggu kalimat Arkan selanjutnya.
"Aku selalu serius dengan ucapanku, nggak pernah main-main." Suara Arkan pelan namun Gysta dapat mendengarnya dengan jelas. Gysta menelan saliva nya mencerna kalimat yang baru saja Arkan katakan. Selama ini Gysta memang tidak menganggap serius ucapan Arkan yang mengatakan akan berhenti merokok dan kecanduannya pada narkotika serta alkohol, Gysta pikir Arkan hanya ingin menenangkannya dengan kalimat itu namun ternyata cowok itu membuktikan ucapannya.
Tiba-tiba bibir hangat Arkan mendarat di pipi Gysta.
Pipi Gysta memanas lalu berubah kemerahan. Arkan tersenyum lebar melihat ekspresi gadis nya, ia gemas sekali ingin mencubit pipi mulus itu.
Oh jangan-jangan ini kejutan keduanya. Gysta memegangi menutupi pipi nya dengan tangan menyembunyikan semburat merah disana.
Kejutan apa ini? Aaargh aku malu.
Akhir-akhir ini Arkan sering membaca buku tentang narkotika. Tetapi teori di buku tak semudah praktek nya, nyatanya sampai hari ini Arkan belum juga berhenti mengkonsumsi pil terlarang itu. Sakaw itu menyakitkan dan Arkan tidak bisa menahannya dalam waktu yang lama, setiap kali sakaw ia akan memasukkan banyak pil lagi ke dalam tubuhnya.
"Silahkan." Seorang waiter datang membawa nampan berisi dua porsi nasi goreng yang masih mengepulkan asap dan lemonade minuman kesukaan Arkan.
Gysta hanya melirik nasi goreng yang kini berada di atas meja, ia masih membeku akibat ciuman Arkan.
"Katanya laper." Arkan melihat Gysta yang tidak berani menatapnya. "Aku suapin?" Tawar Arkan.
"Nggak-nggak!" Jawab Gysta cepat, belum reda malu karena dicium Arkan malah ingin menyuapinya tentu saja ia menolak kalau tidak wajah nya akan semakin memerah.
"Makan pelan-pelan." Ucap Arkan sembari mengambil telur mata sapi setengah matang di atas piring Gysta dengan sendok. Arkan tidak pernah lupa memperhatikan gadis nya bahkan pada hal sekecil itu, Gysta tidak suka telur setengah matang. Arkan mengganti telur di piring Gysta dengan beberapa udang dan daging miliknya.
"Udah Kan, nanti aku tambah gemuk." Keluh Gysta walaupun ia senang mendapat perlakuan seperti itu tapi tetap saja Arkan juga harus makan banyak melihat tubuh nya yang terlihat semakin kurus itu.
"Nggak masalah." Jawab Arkan enteng. "Kamu cantik, mau gemuk atau kurus ya tetep cantik." Tambahnya.
Oh Tuhan! Tolong aku ingin menghilang dari sini. Aku nggak kuat sama Arkan yang tampan ini.
*****
Mobil Arkan melaju kencang membelah jalan malam hari kota Bandung yang padat. Arkan bersama Gysta hendak mengunjungi restoran di sekitar Lembang demi memenuhi keinginan Gysta makan croissant.
Ponsel Arkan berdering keras. Tangan kiri lelaki tampan yang berada di kursi kemudi itu merogoh saku jeans nya. Gysta memutar kepala sesaat melihat Arkan menjawab telepon.
Gysta tidak bisa mendengar percakapan Arkan dengan seseorang disana. Arkan berbicara dengan suara pelan dan gemetar. Gysta penasaran siapakah orang yang tengah bicara dengan Arkan itu.
"Maaf Gys, Aku anterin kamu pulang ya." Ujar Arkan, ia tampak sibuk dengan ponsel nya dan sesekali mendongak untuk melihat jalanan. Dengan gerakan cepat Arkan memesan tiket melalui ponsel nya.
"Kenapa?" Gysta penasaran melihat raut wajah Arkan berubah serius.
"Kak Sarah kritis." Arkan meletakkan ponsel nya pada dashboard sembarangan setelah selesai memesan tiket malam ini untuk pergi ke Singapura.
"Kamu mau kemana?" Gysta memutar kepala melihat Arkan.
"Aku mau kesana." Suara Arkan samar.
Gysta menelan saliva nya dengan susah payah belum bisa percaya pada ucapan Arkan, ia bersandar pada jok mobil dan mengalihkan pandangan lurus ke depan. Pandangan Gysta kabur tertutup air mata yang mulai menggenang, sekali saja ia berkedip pastilah luruh cairan bening tersebut. Bukan karena Gysta tidak mau Arkan pergi lagi pula Sarah juga orang yang sangat berarti untuk Arkan bahkan mereka hidup bersama dari kecil. Hanya saja ini sangat mendadak bagi Gysta, ia belum mempersiapkan diri untuk berpisah dengan lelaki itu.
"Nggak lama kok, nanti setelah Kak Sarah baikan aku pasti pulang." Ucap Arkan seolah tahu pada apa yang Gysta pikirkan.
Gysta mengangguk pelan, ia membasahi bibir nya dan memutar kepala memilih melihat jendela kaca di samping kiri nya agar Arkan tidak melihat air mata nya yang sudah meleleh.
Gysta hendak membuka pintu namun Arkan lebih dulu membuka pintu untuknya. Mereka sampai di depan rumah Gysta.
"Kamu hati-hati, jangan lupa kabarin aku." Ucap Gysta saat turun dari mobil. "Jangan bawa pil ekstasi atau yang lain supaya perjalanan kamu nggak dipersulit." Nada suara Gysta pelan agar tidak ada orang lain yang mendengar ucapannya kecuali Arkan.
"Jaga diri baik-baik." Arkan memeluk Gysta erat. Jauh dari Gysta adalah hal paling menyakitkan untuk Arkan, lebih baik ia dipukuli Papa nya hingga pingsan dari pada harus jauh dari gadis itu. Namun sekarang Arkan harus pergi menemani Sarah walaupun Mama nya melarang tapi Arkan tidak bisa bernapas dengan tenang sementara keadaan Sarah tidak baik.
"Semoga Kak Sarah sembuh dan cepet balik kesini." Gysta mengusap punggung Arkan untuk menenangkannya.
"Maaf nggak bisa ngasih kamu croissant" Arkan memejamkan mata, ia merasa bersalah karena tidak bisa memberikan croissant yang diinginkan Gysta. Selain itu, Arkan juga gagal memberikan kejutan kedua untuk Gysta.
"Aku bisa makan croissant kapanpun." Gysta berusaha setegar mungkin, sungguh ia tidak masalah jika hanya masalah makanan itu. Lagi pula ada ribuan croissant di luar sana namun hanya ada satu Arkan di Bumi ini.
"Aku berangkat jam sepuluh malam ini." Arkan melepaskan pelukannya.
"Papa kamu ikut?" Gysta menatap lekat Arkan, tidak ingin mengalihkan pandangan dari wajah tampan itu.
"Who's care?" Sorot mata Arkan berubah gelap saat mengingat Papa nya.
"Hati-hati." Gysta tersenyum memberikan wajah teduh untuk cowok paling tampan se-Limerick Hull itu. Bukan Gysta tidak sedih tapi ia harus tegar dan ceria di depan Arkan.
"Kamu masuk dulu."
"Iya." Gysta mengangguk, ia melangkah masuk ke dalam pagar rumahnya yang tidak terkunci. Gysta ingin menoleh melihat Arkan sekali lagi tapi ia harus menahannya sebab air mata itu kembali meleleh.
5 menit. Arkan masih berdiri di dekat mobil nya. Arkan mendongak melihat ke arah jendela kamar Gysta. Bayangan Gysta tampak dari gorden putih jendela tersebut. Arkan melihat Gysta muncul dari balik gorden itu. Tangan Arkan melambai dan langsung dibalas Gysta. Setelah memastikan Gysta masuk rumah dengan aman, Arkan bergegas masuk ke dalam mobilnya.
"Sarah kritis Kan, kamu nggak usah kesini, dokter bilang akan mengusahakan yang terbaik untuk Sarah."
Arkan menginjak gas melaju kencang meliuk-liuk mendahului kendaraan lain. Ucapan Mama nya di telepon tadi membuat Arkan ingin segera sampai di tempat Sarah dirawat.
Tangan kiri Arkan menggenggam kotak perhiasan berbentuk bulat kecil warna biru muda. Arkan menunggu selama berbulan-bulan untuk hari ini, ia hendak melamar Gysta bertepatan dengan hari ulang tahun gadis itu. Tidak lama lagi mereka akan lulus sekolah, Arkan berencana menikahi Gysta. Namun lamaran itu tertunda karena Arkan harus segera pergi ke Singapura.
Mobil Arkan semakin melesat menghilang di tengah padat nya lalu lintas. Ada dua gadis berarti dalam hidup Arkan saat ini, ia sedang memperjuangkan keduanya.
Nggak tahu kenapa ada beberapa kata yang menurut aku nggak vulgar tuh jadi disensor sama pihak mangatoon >< aku jadi harus ganti kata-kata itu atau malah hilangin. hmm 😢
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 65 Episodes
Comments