Episode 8

Aku  masih saja bergumam ‘dingin’, tak berani beranjak dari tempat tidur dan semakin melilit tubuh dengan selimut tebal hijau lebih kurang sudah dua tahun menemaniku di sini.

Aku mengelus-elus perut. Lapar. Dingin

membuatku semakin lapar. Kemarin malam nggak makan, langsung tidur, capek. Ah, kakiku malas untuk melangkah ke luar.

“Woi, Gentong. Bangun!”

“Berisik! Ke luar sana!” Aku melempar guling pada cowok satu tahun di bawahku. Dia adalah sepupuku yang menyebalkan, namanya Meka.

“Bangun! Dasar pemalas!”

Entah mengapa tiap pagi dia sudah berada di kamarku. Ini sudah dua tahun, tetapi cowok itu tetap saja menyebalkan.

Meka tinggal di sebelah, samping rumah ini.

Gigiku gemertak. Mengatup rahang kuat. Cowok itu nggak berhenti menyiksa dan menyebutku ‘pemalas’. Iya, kuakui, tapi itu

dulu. Sekarang aku sudah bisa melakukan semuanya sendiri dari; memasak, mencuci, memetik daun teh. Semua sudah bisa kukerjakan.

“Jangan panggil aku gentong!” Aku

mengambil bantal di bawah kepala dan melemparnya lagi. Cowok itu terbirit ke

luar sebelum bantalku mendarat di atas kepalanya. Kalau berat badanku seperti dulu, aku jamin bisa meremukkan badannya.

“Hoaaam ....” Aku membuka mulut lebar.

Masih mengantuk, tapi sepagi ini dia sudah membuatku gerah. Lagi pula ini adalah

hari minggu. Hari di mana untuk waktunya bersantai. Menyebalkan! Kakek-nenek saja tidak pernah memperlakukanku sekejam itu. Hah, aku tidak percaya, anak satu tahun lebih muda dariku ... berani membentakku? Ouh, aku tidak percaya dia

bilang gini, ‘yang tidak bekerja. Tidak boleh makan!’.

Aku memijit jidat. Kata-kata itu selalu

saja terngiang. Dia lebih bawel daripada emak-emak bawel. Nenek saja memperlakukan layaknya bak putri kerajaan. Lah, si bocah tengil itu—anak sama

emak memang mirip. Mulut emaknya terkadang juga pedas. Paman (kakak mamaku) yang sabar, yah, menghadapi mak lampir seperti itu. Di depan nenek, kakek, dan

paman saja itu orang baik banget. Namun, di belakang? Dia menyuruhku melakukan ini-itu.

Tapi aku sadar diri, kok. Mana mungkin

aku membiarkan nenek dan kakek bekerja sendiri. Lagian, paman juga sibuk dengan keluarganya. Kalau sudah capek bekerja, dia nggak singgah ke sini, meski rumah nenek dan paman bersebelahan.

Lihatlah badanku!

Aku berdiri di depan cermin yang agak

buram. Mulutku mengerucut. Sebulan lalu, mama datang ke sini. Terkejut. Dia

memelukku erat. Mungkin dia pikir hidupku merana karena kehilangan berat badan setiap

kali ia menengokku.

Jangan sedih, Mam. Aku senang tinggal

di sini.

Kata-kata itulah yang sering keluar dari

mulutku. Di sini memang menyenangkan. Aku suka udara dan pemandangannya. Tapi, aku lebih suka masakan mama. Di sini makanku nggak selahap di rumah. Mungkin itulah salah satu faktor yag membuatku kehilangan berat badan. Ditambah lagi hampir dua tahun ke sekolah harus berolahraga dulu. Mengayuh sepeda pagi buta hanya untuk menimba ilmu. Satu tahun tertinggal pelajaran membuatku menyesal dan harus mengulang kelas delapan.

Ketika itu, aku sedikit protes karena tidak

ada kendaraan yang bisa mengantarku ke sekolah. Kakek bisa saja mengantarku ke sekolah menggunakan motor, tapi pulangnya? Tidak mungkin, kan, aku terus-terusan meminta belas kasihan? Kakek masih punya banyak pekerjaan. Bukan saja mengurus kebun teh, ladang kakek yang lain juga butuh perhatian. Dan kemudian, datanglah sosok

super ngeselin di muka bumi. Ya, dia adalah Meka. Bayangkan saja, menyebut diriku pemalas, cengeng, lebih buruknya adalah panggilan ‘gentong’, dan kata-kata lain yang ingin membuatku melenyapkannya dari muka bumi ini.

Ketika Meka mengangguku, paman selalu memarahinya, namun percuma, tetap saja anak satu-satunya di keluarga itu selalu menindasku dengan kata-kata pedas. Nusuk banget.

Satu hal kuakui, meski dia anak tunggal, anak kesayangan emaknya, Meka sosok yang rajin. Selalu membantu ayahnya. Tipe pekerja keras. Tapi mulutnya ... wah, kayak emak-emak. Beneran!

Hmmm, setelah dipikir-pikir hanya padaku seorang dia bersikap menyebalkan. Di

sekolah Meka berbeda. Lebih lembut dan tersenyum ramah dengan gadis lain. Akh, ingin kurobek topeng palsunya itu. Sikapnya itu mengingatkanku pada seseorang.

"Kepana aku harus satu kelas dengannya?" gerutuku sambil membuka pintu lemari--mengambil pakaian. Saat itu, sempat syok juga mengetahui dia berada di kelas IX-3.

Tidak jauh berbeda sikapnya di rumah. Di kelas pun, Meka tetap saja memanggilku gentong. Padahal tubuhku nggak gendut lagi. Semua lemak di badan telah meleleh. Namun, gelar itu masih melekat. Anak-anak lain juga sama, memanggilku gentong. Ya, terkhususnya yang iri padaku.

Teman sebangku sempat memuji perubahanku, sepatutnya begitu, kan?

Mengingat kata teman, aku masih trauma dengan kata itu. Belum bisa percaya seutuhnya dengan orang lain, takutnya kejadian di masa lalu terulang lagi. Apalagi mereka hanya memanfaatkan kepintaranku saja, lebih tepatnya menyontek. Sekarang, aku tidak terlalu over menunjukkan bakatku. Apa pun itu, menurutku diam lebih baik.

Dari cara pandang seseorang, kita bisa menilai karena keirian bersumber dari ketiadamampuan seseorang untuk memiliki hal yang diinginkannya. Maka, jangan heran mereka memperlakukanmu dengan buruk, bahkan sampai membully-mu.

Kali ini, aku tidak ingin terlihat. Jujur, saat itu aku memang bertindak bodoh. Tidak berpikir dua kali. Andaikan dulu sadar diri, mungkin saat ini aku bisa menjalani hidup bahagia bersama papa-mama, beserta komik-komikku.

Aku berdecih, mengingat masa lalu memang membuat mood-ku berubah. Karena perasaan bodoh yang kupunya semua merendahkanku, menghina, membully, dan memanfaatkanku.

Apa aku begitu menyedihkan?

Aku mengutuk diriku yang dulu. Bukan

maafkan aku yang dulu!

HIAT!

Suara serempak terdengar dari arah luar.

“Pasti pada latihan silat,” gumamku seraya membuka jendela kayu.

Setiap hari libur, anak-anak di kampung

ini datang ke rumah untuk latihan silat dan kakek pun dengan senang hati melatih mereka. Kalau tidak ada tugas, terkadang aku juga ikut nimbrung. Biar nantinya si Meka sialan itu bisa kuberi pelajaran. Ah, tapi itu hanya khayalan semata. Dia lebih jago daripada yang lain. Kapan aku bisa membalas si kunyuk itu?

‘Ingat! Ilmu silat bukan untuk berkelahi, pamer, balas dendam, bikin sombong, dan siapa yang paling hebat. Tidak! Tapi untuk menjaga diri ketika dalam bahaya!’ ucap kakek terlintas di benak.

Ya, ucapan kakek ada benarnya juga.

Aku memejamkan mata menikmati angin pagi

berembus menyentuh pipi. Segar. Aku menghirup napas dalam-dalam lalu mengeluarkannya perlahan dari mulut.

“Gentong, apa lo gak ikut latihan?”

Aku membuka mata. Si kunyuk itu masih saja ...

“Ah, Rin ... sabar-sabar!” Aku mengusap

dada beberapa kali.

“Kakek! Hari ini aku gak ikut latihan!”

teriakku melongok keluar jendela.

Kakek menghentikan gerakannya, lalu

tersenyum mengangguk ke arahku. Kakek memang the best-lah.

Oh ya, aku baru tahu, kakekku adalah

orang Minang. Tidak heran juga kalau dirinya jago silat. Cerita kakek, dia merantau ke sini—bekerja di pabrik teh. Dan secara tidak sengaja bertemu nenek di kebun teh. Karena kecantikan sang nenek-lah membuat kakek kepincut. Virus merah jambu menjalar ke hatinya.

***

Ini adalah tahun terakhir SMP. Beberapa

bulan lagi bakal lulus. Aku masih bingung mau lanjut ke mana. SMA atau SMK

seperti mengikuti langkah mama, menjadi chef terkenal. Dulu aku memang pencinta makanan, sekarang malah jadi pencinta teh. Kata nenek, teh hijau baik untuk diet karena kandungan kafein dalam teh mampu meningkatkan kinerja fisik dan mampu membakar lemak yang berlebih dalam tubuh.

Memang, dulu aku lebih optimis dengan

program diet. Sampai-sampai sakit karena minum obat diet. Tidak makan selama

tiga hari, Mama sangat khawatir. Waktu itu papa lagi ke luar kota. Karena takut

dimarahi, aku meminta nama agar tidak memberitahukan pada papa, tapi dengan syarat; Aku tidak boleh diet sembarangan. Harus menjaga waktu makan.

Sampai sekarang, aku berusaha menjaga

waktu makan, meski tidak bernafsu melihat makanan yang ada di sini. Sesuap pun

harus masuk ke dalam perut.  Yang terpenting punya tenaga untuk menjalankan aktivitas.

Aku memasuki kamar. Mengambil beberapa

buku. Hari libur sebaiknya digunakan untuk belajar daripada bermenung di teras

luar. Aku sudah mengerjakan semua pekerjaan rumah hari ini dari; menyapu,

mencuci, dan memasak. Untuk hari ini, aku tidak ikut nenek ke kebun. Mau istirahat sejenak.

Langkahku berhenti di depan cermin yang

kabur. Meski buram, aku masih bisa melihat mata cokelatku. Hah, jadi rindu papa. Mata ini mengingatkan padanya.

Aku mengembangkan bibir lalu memonyongkannya. Kini, aku bisa melihat bibirku yang runcing. Haha, ternyata seperti inilah bentuk bibirku jika diruncingkan. Tidak tersaingi lagi oleh pipi bakpao-ku dulu. Dan, hidungku juga tampak mancung seperti hidungnya ... Rissa.

Aku menunjuk ke cermin. “Aku tidak akan

membiarkanmu dipermainkan lagi!” gumamku seraya membalikkan tubuh dan melangkah ke luar.

“Gentong, rajin amat lo!” Meka merampas

buku dari kedua tanganku.

Tidak di mana-mana, cowok itu selalu

mengganggu.

“Hei!” teriakku berlari mengejarnya.

Sial! Aku dipermainkan. Sedari tadi cowok

itu hanya berlari mengelilingi halaman. Bodohnya, aku pun mengikuti langkah

kakinya. Mungkin karena tubuhku seringan kapas, aku pun tidak mau berhenti mengejarnya. Dulu saja, baru beberapa meter berlari aku sudah ngos-ngosan. Rasanya jantung hampir copot. Debaran dada menggebu hebat. Sekarang, aku bisa hampir menyaingi larinya Meka.

Aku berhenti. Menatap tajam saat dia

menjulurkan lidah. Sudah mau lulus, namun kelakuannya seperti anak kecil. Makanya, minta emak kamu bikin adik! Jangan gangguin aku terus.

Tak dihiraukan lagi, aku kembali duduk

di teras dengan napas yang masih terengah-engah.

Terpopuler

Comments

Shinya Gou

Shinya Gou

alurnya udah mulai kek di blurb, makin seru.

2021-03-26

1

👑 ☘s͠ᴀᴍʙᴇʟ͢ ᴍᴀᴛᴀʜ💣

👑 ☘s͠ᴀᴍʙᴇʟ͢ ᴍᴀᴛᴀʜ💣

aq suka bbrapa statement d bab2 atas. smg berikutnya makin bagus y... 🤗

2020-10-06

2

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!