Brak!
Baru saja aku meninju papan pengumuman yang sudah usang, terletak di samping pintu gudang belakang sekolah. Aku melarikan diri ke sini.
Ah, mataku terasa panas. Pandanganku buram. Kumerasakan air mata jatuh membasahi pipi.
"Apa aku terlalu cukup buruk bersembunyi, tapi kenapa?" Aku memukul dada yang sesak, mengingat tatapan menusuk semua orang.
Miss Ball, Kingkong, dan kata-kata lainnya menyakiti perasaanku. Semua tertulis di sana ... pada foto diriku yang mereka pajang di papan mading.
Masa lalu. Aku sudah melupakan semuanya, tetapi kenapa semua yang menyebalkan itu muncul lagi? Padahal aku sudah berusaha meneggelamkan sampai ke dasar.
Aku ingin hidup tenang dan damai ... bisakah?
Semuanya memasuki kelas karena bel masuk sudah berbunyi lima belas menit yang lalu. Dan sekarang aku bisa memasuki kelas tanpa perasaan was-was.
Saat menaiki tangga, seseorang memegang tanganku. "Rin!" panggilnya membuatku mengentakkan tangan. "Gue--"
Aku mengangkat satu tangan. Tidak ingin mendengar suaranya kali ini ataupun penjelasannya.
"Bukankah kamu dengan teman-temanmu suka melakukan ini, Fan? Mentertawakanku? Puas kamu sekarang?!" Aku mendorong tubuhnya dengan kedua tangan. Untung saja aku masih bisa menahan tinjuku. Lagi pula aku tidak ingin berurusan dengan guru BK.
Siapa lagi kalau bukan mereka yang melakukan, ha?
Semua foto-fotoku hanya ada di memori card-ku dan waktu itu hanya Fandy yang menyimpannya.
Aku meninggalkan Fandy--menaiki tangga menuju kelas.
"Permisi, Bu. Maaf, saya terlambat."
Bu Guru mempersilakan masuk. Untung saja dia tidak marah karena aku terlambat mengikuti pelajarannya.
Saat memasuki kelas, aku tahu semua mata tertuju padaku, tapi aku tidak memedulikannya. Lebih fokus menatap kursi yang kududuki.
"Dor-Dor," panggil Ela saat diriku sudah duduk di sampingnya. Dia memegang pergelangan tanganku dengan tatapan sedih. Padahal aku yang dibully, tapi entah mengapa dia yang mau menangis.
"Aku tidak selemah itu!" kataku sembari menarik tangan--mengeluarkan perlengkapan tulis dari dalam tas.
***
"Rin." Nora menghampiri ke mejaku setelah bel istirahat berbunyi. "Maafkan aku."
Aku mengangkat wajah. Gadis itu mengamit tangannya dengan gelisah. Dia menatapku dengan tatapan takut, seakan menyembunyikan suatu hal.
"Orang yang tak bersalah tidak mungkin minta maaf, kecuali kamu membuat suatu kesalahan."
Nora menundukkan pandangan. "Maaf, Rin. Ini salahku."
Aku menghela napas sembari menyandarkan punggung di kursi kemudian menutup buku tulisku.
"Aku akan mendengarkanmu. Aku lebih suka orang yang jujur daripada seseorang yang menusuk dari belakang."
Dari awal, aku sudah menyakini diri untuk tidak percaya pada siapa pun. Tapi, setelah kedatangan mereka berdua dalam hidupku, aku ingin membuka hati dan memercayai mereka berdua.
"Nora, apa terjadi sesuatu?" Ela bertanya dan Nora mengangguk setelah itu.
Nora menarik napas lalu menceritakan semua, bahwasanya dia dipaksa Friska untuk menceritakan semuanya. Tentang masa laluku. Secara, Nora adalah juniorku, tentunya dia tahu gosip yang beredar di sekolahku dulu.
Dan, tidak heran Friska mengetahui semua julukan yang diberikan anak-anak di sekolahku yang lama. Dia juga tahu kalau aku suka nembak cowok tampan dan ditolak detik itu juga. Kalau diingat, itu sangat memalukan.
"Tapi soal foto itu ... aku tidak tahu sama sekali!" lanjut Nora menerangkan.
Aku menghela napas. "Terima kasih sudah mau jujur," ujarku.
Mengingat soal foto-foto itu, bisa saja dia mencuri diam-diam dari Fandy, ya, secara nenek lampir itu pacarnya Fandy. Aku juga baru mengetahuinya.
Oh, Fan! Kenapa kau selalu menjalin hubungan dengan gadis-gadis seperti itu?
"Rin!" Panggil seseorang dengan suara lantang dan membuatku mengalihkan pandangan ke arah pintu masuk.
Aku mendengkus melihat Fandy berjalan mendekat ke arahku. Aku melipat tangan di depan dada masih posisi menyandar di kursi.
Cowok itu menarik lengan Ela, kemudian duduk di kursinya. "Dorin, percaya ama gue, bukan gue ngelakuin itu. Mana tega gue, Rin!"
Aku mengangguk pelan. "Ya, aku percaya."
Fandy tersenyum sumringah. "Benarkah?"
"Tapi, bisakah kamu menjaga pacarmu itu?"
Fandy mengerutkan alis. "Kenapa dengan Friska?"
"Selain lo, siapa lagi yang tahu foto itu? Pasti dia diam-diam mencuri memori card itu darimu."
Aku menghela napas lagi. Kurasa Fandy tidak mempercayai ucapanku, dari raut wajahnya dia masih bingung dan berpikir. "Tidak mungkin Friska ngelakuin hal itu, Rin. Ya, meski terkadang dia sedikit egois."
Aku hanya berdecih dalam hati. Sedikit dia bilang? Apa cinta selalu membutakannya? Fan, kapan sih, kamu sadarnya? Nenek sihir itu membenciku.
"Terserahmu deh, Fan. Tapi ingat, kalau sampai dia ngelewatin batas lebih dari ini dan kamu masih membela nenek sihir itu. Jangan pernah bicara denganku lagi."
Aku tidak segan-segan menghancurkan wajah centilnya itu. Dorin tidak selalu menjadi Dorin yang lemah.
Dan, dugaanku benar. Friska mengambil langkah duluan untuk membalaskan dendam padaku. Tragedi di kantin waktu itu, saat aku menyiram wajahnya dengan jus, mana mungkin dia akan melepaskanku dengan mudah.
Aku akan lihat. Sampai mana dia akan bertindak.
***
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 58 Episodes
Comments
Nimranah AB
👍👍👍👍
2021-05-25
0
Maria W.H
next up thor
2020-08-24
2
Rozh
Hai Thor🤗
selamat malam,, ceritanya bagus💖👍suka👍
semangat terus ya💪
mampir di novel pertamaku danau hijau buatan kakek ya🤗
terimakasih 💖
2020-08-02
0