Dahiku mengernyit melihat Vino dan Dino berjalan bersama. Berhenti. Kemudian memulai suatu obrolan. Tampak serius. Penasaran sih, tapi palingan mereka membicarakan masalah klub basket. Lagian sebentar lagi klub mereka latih tanding dengan sekolah luar.
Akhir-akhir ini, aku juga jarang berduaan sama Dino. Cowokku itu super sibuk, alasannya latihan basketlah atau sibuk membantu orang tua-lah. Hah, aku tidak melarang, tapi kasih perhatian sedikit saja sama pacarnya. Masa aku harus berpacaran dengan telepon mulu? Kita gak lagi LDR-an, Dino. Kenapa kita tidak menghabiskan waktu berbicara di sekolah atau di tempat romantis?
Percuma saja kalo di telepon dia cuma bilang sayang-sayangan, tapi bertatap muka saja gak pernah memanggilku sayang. Aku juga iri dengan hubungan Rissa-Fandy. Mereka terlihat harmonis, meski Rissa sedikit risih dengan panggilan honey di depan umum.
Apa kamu tipe yang pemalu, Dino?
Ya sudahlah. Lagian, aku tidak menuntut itu sepenuhnya dari dirimu. Sebagai ceweknya aku harus pengertian. Menerima pasangan apa adanya. Karena dia telah menerimaku apa adanya. Jarang loh, ada lelaki seperti Dino. Aku harus bisa mempertahankan hubungan ini sebaik mungkin.
“Rin, jadi ke kantin?” ajak Rissa.
Aku mengangguk.
Kami berdua menuju kantin tanpa Fandy. Palingan itu anak lagi kumpul sama geng-nya. Syukurlah, kalau dia ikut entar uang jajanku bisa habis, dianya minta traktiran mulu. Uangku hanya cukup untuk Dino dan Rissa. Kalau mentraktir mereka berdua sih, gak apa-apa karena mereka baik padaku. Kata Mama, ‘kebaikan harus dibalas kebaikan, tapi kejahatan jangan dibalas kejahatan’.
“Mbak, seperti biasa!” teriak Rissa memesan nasi goreng dan jus jeruk.
Hari ini, aku nggak bawa bekal. Berharap kali ini bisa makan dengan Dino di kantin, ternyata dia masih sibuk. Itu pun dia bilang melalui SMS.
Tak lama makanan pun sudah ada di meja. Melihatnya saja aku tak bernafsu. Masakan Mama memang lebih menggoda dari apa pun. Setiap memakannya, aku tak bisa berhenti menyuap. Mama seperti penyihir masakan seperti Hayama Akira dalam anime Shougeking no Shoma.
“Rin, kenapa gak dimakan?” tanya Rissa menatap piring yang berisi nasi goreng udang di depanku.
Aku tersenyum tipis. “Ya, aku kan makan.”
Karissa membalas senyumanku kemudian kembali menyuapi nasi gorengnya dengan lahap.
***
Sekarang masih jam istirahat. Aku pun melangkah ke lokal Dino, habisnya aku tidak menemukannya di klub basket maupun di kantin. Sepulang sekolah nanti, aku berencana mau mengajak Dino nonton. Sudah lama kita tidak nonton bareng. Di balik jendela, aku menemukan Dino duduk sambil membaca buku. Tidak ada satu pun murid ada di dalam kelas kecuali dirinya. Ternyata cowokku rajin juga, saat istirahat pun masih belajar. Dino seperti Papa dulu.
“Gak istirahat?”
Dino mengangkat wajah.
“Kamu kenapa, Din?” selidikku melirik pada bagian wajahnya.
“Tak apa,” ucap Dino sembari meraba samping bibirnya yang agak memar.
“Maaf, aku pergi dulu.” Aku melangkah cepat meninggalkan Dino yang masih menyentuh sudut bibirnya.
Ini pasti ulah Si Vino. Habisnya tadi mereka bicara terlihat serius gitu. Kenapa cowok itu gak suka banget melihat diriku senang?
“Rin, ke mana?” seru Dino.
“....”
Tanpa balasan aku bergegas ke luar dari kelas Dino—menuju kelas musuh bebuyutanku.
“Vin, aku ingin bicara!” Aku menyeret Vino paksa dari kelasnya dan membawanya ke luar. Di sini agak sepi lagian kalau ngehabisin ini anak gak apa-apa lah, ya?
“Apa itu ulahmu?”
Vino mengernyit. Kurasa ia berusaha mencerna pertanyaanku atau dia pura-pura begok tanpa menunjukkan rasa bersalah. Kamu mau mencari alasan apa kali ini?
“Apa maksud lu, Ngkong?” ujarnya sembari menarik tangannya.
“Kamu kan yang menghajar Dino?”
Vino memutar bola mata, seakan malas membahas hal itu.
“Kenapa!? Lu tanya aja, noh, sama pacar lu!” Vino memalingkan wajah.
Aku menghela napas. Ini bocah benar-benar kelewatan. “Tunggu, aku belum selesai!” cegatku memegang lengannya.
“Lu tau? Cowok lu cuma porotin lu doang!”
Jidatku berkedut. Segitunyakah Vino membenciku, sampai-sampai memfitnah Dino seperti ini? Aku tahu, mungkin saja Vino suka melihat keharmonisan kami. Karna dia masih JONES (Jomblo ngenes). Lagian cewek mana yang suka sama cowok kek Vino?
“Aku gak percaya. Jangan memfitnah sembarangan!”
“Nah, tuh kan! Percuma gue kasih tahu lu. Terserah!”
Kemudian Vino meninggalkanku sendirian. Hanya orang bodoh percaya dengan kata-katanya apalagi setelah melihat perlakuannya terhadapku. Akh, aku semakin jengkel dengannya.
***
Aku tercenung merenungkan ucapan Vino. Entah kenapa ada benarnya juga yang dia katakan. Kenyataannya selama kami jalan, akulah yang membayar semuanya dan membelikannya barang. Bagiku tidak masalah sih, karena aku sayang sama Dino. Cewek lain pun pasti akan melakukan hal yang sama, bukan?
Dino tidak mungkin memanfaatkanku. Dia begitu perhatian terhadapku. Dino sering SMS tiap malam, mengucapkan selamat tidur. Meneleponku meski hanya bilang ‘aku rindu’.
“Ya, meski diriku yang ngisi pulsanya,” gumamku sembari menempelkan pipi ke meja.
“Rin, kamu baik-baik saja? Sedari tadi lesu gitu.”
Makasih Riss, udah perhatian, tapi ...
“Aku baik-baik saja, kok.”
Tubuhku memang baik. Tapi tidak untuk otak dan hatiku. Kacau—bertentangan. Ucapan Vino terngiang. Hati membenarkan perkataan cowok itu, sedangkan otakku mengingatkan tentang perhatiannya padaku.
Bagaimana kalau Vino benar?
Ah, tidak!
Tapi bisa jadikan?
Tidak! Dino itu cowok baik!
Finalku setelah berdebat dengan diri sendiri.
“Aku rasa dirimu gak baik, Rin!” seru Rissa dengan tampang khawatir. “Kamu terlihat menakutkan ketika mengangguk dan menggeleng sendiri. Kalau kamu sakit, aku bisa meminta izin sama guru dan mengantarmu pulang.”
“Beneran Riss, aku gak apa-apa."
***
“Ma, Rin pengen tanya.”
“Waktu Mama pacaran sama Papa, apa Papa minta sesuatu? Minta traktir atau minta beliin barang gitu?”
Mama menggeleng. “Tidak. Malah papamu yang sering mentraktir mama, meski mama gak suka dibayarin!”
“Sebagai cowok, masa papa minta mamamu yang bayarin, wajah papa tarok di mana?” sambung Papa duduk di sampingku. Ikut nonton. Sudah lama tidak kurasakan kebersamaan seperti ini. Habisnya Papa sibuk mulu ke luar kota.
“Kenapa Rin tiba-tiba ...,” tanya Mama putus, “Rin dah punya pacar, ya?”
Aku menutup wajah dengan bantal sofa. Tebakan Mama memang selalu tepat.
“Wah, anak papa udah besar sekarang, dah bisa pacaran.” Papa mengusap rambutku.
“Papa, apaan, sih!” ujarku melirik di balik bantal. “Mama juga!” Padangku beralih ke meja makan. Di sana mama lagi mempersiapkan makan malam bersama Mbok Nini.
“Rin boleh pacaran, asal Rin bisa jaga diri,” kata Papa, lalu mencium pucuk kepalaku.
Aku mengangguk. Tentu saja. Lagian Dino orangnya baik. Gak berani ngapa-ngapain, Rin. Ya, waktu itu sempat meluk, sih, itu pun karena kegirangan. Anggap saja dia khilaf.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 58 Episodes
Comments
Shinya Gou
Masakan mama Dorin kayak Hayama "Shokugeki" /gigit jari, pen nyicipin/
2021-03-17
1
RA💜<big><_
like like like semngat 💪
2021-01-10
1
hanya orang biasa saja
kasihan Rin,cuma di manfaatin sama dino
2021-01-04
2