...
Why can't I hold you in the street?
Why can't I kiss you on the dance floor?
I wish that it could be like that
Why can't it be like that?
'Cause I'm yours
Why can't I say that I'm in love?
I wanna shout it from the rooftops
I wish that it could be like that
Why can't it be like that?
'Cause I'm yours
...
Secret Love Song by Little Mix
Nemu lagu mellow di YouTube gara-gara scrolling IG pagi ini. Musiknya easy listening, tapi liriknya miris banget. Alhasil, ku-download juga lagu itu dan masuk list play untuk didengar lewat headset pas berangkat ke kampus, seperti senin pagi yang cerah ini.
Moodku sedang bagus. Bukan hanya karena akan bertemu Rendra, tapi karena rencana ke Malang Tempoe Doeloe bersama Pak Agam sabtu malam kemarin, gagal. Hujan deras mengguyur sampai pagi. Mungkin juga karena Pak Agam capek, akhirnya dia telepon untuk membatalkan acara itu.
Sebenarnya setelah ujian, tidak ada jadwal kuliah, hanya tinggal mengumpulkan beberapa tugas yang belum kelar. Bahkan beberapa teman di grup--salah satunya Mario--langsung cabut pulang kampung. Namun karena aku janji membawakan ransel Rendra, mau tidak mau aku tetap datang ke kampus.
Setelah memarkir motor, aku menuju bangku di depan taman Fakultas Ekonomi. Tempat itu telah menjadi favoritku dan teman-teman jika janjian. Tidak kusangka, Neva telah duduk lebih dulu di sana bersama Rendra.
Suasana hatiku yang tadinya cerah ceria, langsung berubah seratus delapan puluh derajat.
"Hai, Nad," sapa Rendra yang kebetulan melihatku datang.
"Nih, ranselmu," ujarku sambil setengah membanting ransel ke pangkuannya.
"Kenapa lu," komentar Neva tanpa basa basi.
Asal kamu tahu ya, Nev. Aku ama Rendra udah jadian kemarin!
Rasanya ingin kuteriakkan itu ke mukanya. Namun aku memilih untuk diam saja. Bisa gawat kalau cewek centil ini sampai tahu. Urusannya bakalan panjang kayak episode sinetron drakor yang nggak kelar-kelar.
"Duduk, Nad," pinta Rendra seraya menarik tanganku.
Wajahnya yang lucu memhuatku luluh. Kini Rendra duduk di antara aku dan Neva.
"Abis ini kalian ada rencana mau kemana?" tanya Neva.
"Mau nyervis lepi. Kayaknya remuk tadi dibanting Nada," sahut Renda, lalu menoleh ke arahku, "dan kamu kudu ikut buat bayar biaya servisnya," lanjutnya sambil mengedipkan sebelah mata padaku.
"Yah, padahal aku pengen ngajak kalian makan-makan. Gue ultah hari ini," sesalnya.
Rasanya tidak tega juga melihat Neva seperti ini. Mungkin dia suka nyinyir, tapi mungkin itu bentuk perhatian dia padaku. Tak menunggu lama, aku berdiri menghampirinya.
"Aku temenin, deh. Mending makan gratis sama kamu, dari pada sama Rendra, disuruh bayarin servisan," hiburku.
Neva mendongak tak percaya. Matanya yang berembun, terlihat kembali berbinar.
"Serius lu?"
Aku mengangguk.
"Lu emang best friend gue, Nad!" ujarnya bahagia. Serta merta gadis mungil itu berdiri memelukku.
"Happy birthday, Nev. Semoga Allah memberimu kebahagiaan dunia akhirat," bisikku seraya memeluknya.
"Aamiin. Doain gue ya, Nad. Gue pengen konsisten pake jilbab kayak lu."
Hatiku terasa disiram air es. Apakah dia melihatku sebaik itu? Padahal, sikapku selama ini bisa dibilang cukup buruk padanya. Apalagi, aku merasa semakin lama menjauh dari prinsip-prinsip yang sudah kupegang selama ini. Salah satunya sejak kenal Rendra.
"Jangan jadikan aku contoh, Nev. Aku nggak pantes," ujarku sambil melepas pelukannya.
"Elu orang baik, Nad. Gue yakin itu," timpalnya, "udah ah. Yok mau makan di mana kalian? Aku traktir sepuasnya."
"Mau ke Mall apa resto," sahut Rendra.
"Ngemol aja kali ya, sekalian jalan-jalan cuci mata," jawab Neva.
"Aku mah, terserah," jawabku saat keduanya meminta persetujuaan.
"Oke, yuuk berangkat. Aku nebeng kamu ya, Nad," kata Neva.
*
"Rendra makin cakep ya, Nad," kata Neva saat kami berdua masuk ke sebuah toko hijab. Sementara Rendra lebih dulu menghilang ke deretan toko gawai di lantai atas.
Usai makan tadi, kami berpisah. Rencananya aku ingin membelikan Neva jilbab sebagai hadiah. Jika saja aku tahu lebih awal, tentu lebih baik pesan ke Mbak Milla. Rekan kerjaku di Surabaya. Toko onlinenya menyediakan berbagai busana muslim cowok dan cewek.
"Ihh, lucu Nad yang ini," kata Neva sambil menenteng jilbab pasmina bermotif polkadot.
"Emang kamu bisa pakai pasmina?"
"Eh, pan tinggal liat you tube. Banyak kan tutorialnya. Gue gak mau pake bergo, kayak emak-emak," ujar Neva.
"Serah deh, serah," jawabku sambil mengambil satu hijab warna salem bermotif love kecil-kecil.
Setelah memborong beberapa hijab, iner bandana, dan tunik, aku dan Neva menuju kasir.
"Rendra mana ya, belum nongol juga," kata Neva. Aku tidak begitu mempedulikan kata-katanya karena masih sibuk membayar kasir.
"Dia makin keren, ya Nad sekarang," katanya lagi. "Sayang, ya udah taken. Coba masih single, gue bakalan mati-matian ngejar dia sampai dapet."
Aku menoleh. "Kamu masih naksir dia?"
"Ya, gimana ya. Belum punya gebetan lain, sih gue. Di kantor juga, rata-rata cowoknya udah pada merit. Yang single pada nggak masuk kriteria gue," lanjutnya.
Mendengar cerita Neva, malah seperti bercermin, nasib kami mirip. Cuma bedanya, dia jauh lebih muda dariku. Peluangnya untuk menikmati hidup sebelum dikejar-kejar timer usia pantas nikah masih panjang. Aku yakin satu saat nanti Neva akan menemukan jodohnya. Doa yang sama untuk diriku sendiri.
"Cari minum yuk," ajakku, begitu keluar butik. "Thai tea?"
"Boleh."
"Kira-kira, kalau aku nikung tunangannya Rendra, gimana ya Nad. Mereka pan belum resmi husband and wife."
Tidak kutanggapi perkataanya. Walau sebenarnya aku tahu Rendra tidak berminat dengan calon tunangannya itu, dan malah memilihku. Jika Neva sampai tahu hal ini, kasihan juga dia. Sebaiknya kubiarkan Neva berasumsi Rendra sudah taken, daripada dia kecewa kalau sampai tahu hubungan kami.
"Nad, elu kok nggak ngerespon sih? Diem mulu dari tadi," protesnya.
"Aku haus, Nev. Udah, ah, yuk buruan. Itu counter-nya udah kelihatan."
"Hai girls! Udah selesai shoppingnya?" sapa Rendra yang tiba-tiba sudah dibelakang kami. "Oh iya, Nev. Ini buat kamu."
"Waoh makasih Ndra." Buru-buru dibukanya tas kertas berlogo BodyShop. "Parfuuuum, makasih. Kamu tahu banget seleraku."
Aku hanya tersenyum simpul melihat kelakuan si centil itu. Semoga saja dia tidak semakin menaruh harapan pada Rendra.
"Green tea satu, Mbak," ucapku pada penjualnya, "kalian mau rasa apa?" tanyaku pada Neva dan Rendra.
"Rasa yang tak pernah ada," jawab Rendra ngawur, disambut tawa renyah dari Neva. Aku pun ikutan tertawa pada akhirnya.
Kamu memang spesial, Ndra.
*
Usai mengantar Neva pulang dan melihatnya berjingkrak kegirangan karena kuberi hadiah dua buah jilbab plus tunik lucu, akhirnya aku dan Rendra bisa berduaan.
Ia mengantarku pulang lebih dulu untuk menaruh motor, lalu kami cabut ke tempat favorit, kafe sawah. Aku suka suasana seperti ini, lengang, dikelilingi alam bebas, dan bisa bersantai duduk lesehan. Karena hari efektif pengunjungnya pun jarang, bisa dibilang hanya ada kami berdua di sini.
"Gimana lepi?"
"Hardisknya aman. Kayaknya waktunya beli baru emang. Dan aku langsung beli, hehehhee," ujarnya sambil mengeluarkan MacBook pro edisi terbaru dari dalam ransel.
"Buset! Berapa duit?" tanyaku sambil menggeser gawai canggih itu. Kuamati layar 13 inci-nya yang bercasing hitam.
"Seribu lapan ratus," jawab Rendra.
"Eh, serius? Masa cuma sejuta lapan ratus?" tanyaku tak percaya.
"Dolar lah."
"Seribu delapan ratus dolar? Kalau rupiah berapa duit itu?"
Aku melotot dan otakku stuck di angka depan belas juta, jika kurs rupiah sepuluh ribu. Jadi lepi ini seharga motor? Buseet.
"Udah gak usah dipikirin. Kamu suka?"
Aku mengangguk, walau pertanyaan itu cukup aneh.
"Yaudah ini buat kamu aja. Aku aku beli yang 15 inch," katanya santai.
"Heh?"
"Iya, punyaku masih otewe kata tokonya. Paling besok dikirim ke rumah. Oh ya, ada satu lagi buat kamu."
Rendra mengeluarkan box kira-kira seukuran dua genggaman tangannya, berlabel Alexander Christie. "Bukalah."
"Apa lagi ini, Ndra?" Aku tertegun memandangi dua buah jam tangan, yang memang didesain seperti pasangan. Satu jam tangan cewek, satu cowok.
Rendra meraih jam tangan itu, lalu memakainya. Jam tangan berbentuk bulat dengan casing silver yang berukuran lebih kecil, dipakaikannya padaku.
"Now, we are couple, litteraly," ujarnya ketika kami sama-sama sudah memakainya.
"Ini terlalu berlebihan, Ndra. Kamu nggak perlu beliin aku barang-barang seperti ini."
"Udah, nggak perlu dibahas."
Lama aku terdiam memandangi barang-barang itu. Hati kecilku mengatakan ini tidak benar, tapi tidak terucap apa-apa dari mulutku.
"Nad?" panggilnya.
"Hemm?"
"Aku cowok possesive. Jadi tolong kamu jangan dekat-dekat cowok lain, ya. Jika perlu apa-apa, ngomong aja. Nggak perlu minta bantuan orang lain, termasuk Mario."
Tertegun memandang wajah Rendra yang serius, tiba-tiba aku seolah melihat sisi lain darinya. Sisi yang membuat diriku merasa sedikit takut, namun penasaran. Memang aku sudah tahu kalu dia gampang sekali emosi, tapi ini berbeda. Seperti ada satu rahasia yang tersembunyi dari dirinya.
"Minum, Nad."
"Eh, iya." Aku menyeruput jeruk hangat, berusaha untuk meredam perasaan aneh ini.
"Liburan dua minggu, ada rencana?" tanyanya.
"Mungkin balik Surabaya, kangen rumah. Kamu mau ikut? Sekalian kukenalkan sama Ayah."
"Lihat aja nanti. Mamaku buka cabang spa resort baru di di Bali. Kayaknya aku kudu nemenin dia ke sana. Males sebenarnya," jawabnya.
"Oh, gitu. Yaudah kapan-kapan aja, ketemu Ayah."
Rendra tak merespon. Kelihatannya dia tidak terlalu antusias untuk bertemu Ayah. Jujur saja aku sedikit kecewa. Kukira dia benar-benar serius, dan bersedia minta izin pada Ayah. Minimal Ayah jadi tahu dengan siapa anaknya berhubungan saat ini. Juga untuk memberi batas pada Pak Agam agar tidak terlalu agresif. Syukur-syukur klau dia sampai mundur.
Entahlah, mungkin terlalu cepat juga meminta hal ini pada Rendra. Mengingat sifatnya yang temperamental, aku harus lebih sabar menghadapinya.
"Udah pernah nyoba naik ATV, belom?" tanyanya tiba-tiba.
Aku menggeleng.
Di dekat Kafe sawah memang ada persewaan motor ATV yang masih satu kompleks. Sepertinya, hari ini Rendra sengaja mengajakku untuk eksplorasi tempat wisata ini, karena kunjungan sebelumnya kami hanya sebentar di sini.
"Yok, coba. Ntar kuajarin."
***
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 319 Episodes
Comments