Angin menerpa wajah begitu motor melaju. Setelah beberapa waktu menyusuri jalanan yang sedikit padat, akhirnya kami keluar dari Kota Malang.
Memasuki Kota Batu, jalanan semakin menanjak dan berkelok-kelok, khas lereng pegunungan. Pemandangan alam di kiri kanan jalan, sangat menakjubkan. Udaranya pun lebih dingin. Aku menyesal karena tidak memakai jaket yang lebih tebal.
Rendra terus memacu motor ke daerah padat penduduk, berbelok beberapa kali hingga terlihat penunjuk arah yang bertuliskan Desa Wisata Pujon Kidul. Pada akhirnya ia menepikan motor di halaman sebuah bangunan seperti gazebo. ‘Kafe Sawah’, begitu tulisan yang terpampang di depan gerbang tadi.
“Oh ini toh, kafe yang lagi hits di instagram,” gumamku. Landscape-nya cukup bagus, pemandangan sawah yang luas berlatar belakang gunung, entah gunung apa namanya. Areal pintu masuk dan tempat memesan makanan berada pada dataran yang lebih tinggi, sementara gubug-gubug dan beberapa spot swafoto berada di persawahan yang letaknya lebih rendah. Untuk menuju areal gubug, terdapat beberapa turunan tangga yang dibentuk dari tanah. Di kiri kanannya juga dihias dengan berbagai tanaman dan juga papan penunjuk arah.
Menuruni tangga, kami menuju deretan gubug yang ada di tengah sawah. Tampak beberapa pengunjung sedang ber-selfie di spot-spot khusus yang sudah disediakan. Akhirnya kami menemukan gubuk kosong yang paling ujung. Kuletakkan makanan dan minuman di meja lesehan lantas melepas lelah dengan berselonjor kaki.
"Gimana Say, suka?" Rendra meletakkan ransel di antara kami lalu ikut bersila.
“Bangeeet,” jawabku sambil menyesap jeruk hangat. Satu jam lebih perjalanan terbayarkan dengan pemandangan luar biasa dan suasana pedesaan yang tenang. Tidak rugi aku menerima tawarannya untuk jalan-jalan. Maklumlah, di Surabaya sangat sulit menemukan kawasan lapang yang hijau seperti ini.
“Sering ke sini sama cewekmu, ya?” tanyaku pada Rendra yang meraih gelas STMJ.
Dia menoleh. Satu sudut bibirnya tertarik ke atas. "Cemburu nih?” godanya.
“Heh, cemburu? Sorry ya!” Kutonjok lengannya yang gempal karena gemas.
“Hei-hei, tumpah nih,” protesnya.
Aku terkikik. Sembari mengambil gelasku dan menyeruput jeruk hangat lewat sedotan, kuperhatikan beruang madu yang sedang melakukan kegiatan serupa. Lama-lama dipandang, Rendra cute juga.
“Eh, otakku mulai ngaco lagi nih!” sergahku dalam hati.
Kubuang pandangan ke luar untuk mengalihkan perhatian. Tampak sekumpulan burung putih melintas di atas sawah. Hamparan hijau berpadu udara sejuk, serasa memberiku suasana tenteram. Angin semilir mengibarkan ujung jilbab, membius mataku untuk terpejam.
Tiba-tiba ada flash cahaya. Rendra mengambil fotoku tanpa izin.
“Hei! Apa-apaan kamu!” Kucoba merebut hape ditangannya. “Sini, Ndra!”
Meleset.
Dia menggeleng, sambil berdiri mendekatkan hape itu ke dada. Wajahnya terlihat bangga bisa mengambil fotoku tanpa ketahuan.
Aku benar-benar sebal melihatnya. “Sini, hapemu,” pintaku sekali lagi.
Dia menggeleng.
Aku berdiri meraih hape yang sudah diangkatnya tinggi-tinggi. Sebuah usaha yang sia-sia. Tiba-tiba aku ingat sesuatu. Kulirik tas ransel Rendra yang teronggok di lantai. Aku duduk kembali dengan tenang. Perlahan kuletakkan ransel Rendra di pangkuan tanpa melihat ke arah pemiliknya. Lalu gelas jeruk hangat yang isinya masih tiga per empat penuh itu kuangkat ke atas ransel.
“Berikan padaku!” aku tersenyum penuh kemenangan memandang gelas di tangan kanan, “atau jeruk hangat ini kutuangkan ke laptopmu,” ancamku dengan suara selembut mungkin.
Rendra melongo. “Iya-iya. Ini!” Ia menyerahkan hape dengan enggan.
Kuterima dengan tangan kiri hape itu, sementara tangan kananku meletakkan gelas ke meja. Jariku menyentuh layarnya, mencari menu galeri. Fotoku berlatar belakang sawah dan pegunungan terpampang pada deretan paling atas. Di bawahnya ada beberapa foto Rendra bersama cewek dengan berbagai pose.
Dahiku mengernyit, “Siapa mereka? Koleksimu?” Kuhapus fotoku terlebih dulu, baru kemudian scrolling ke bawah.
Rendra menggeser duduknya mendekat, lalu mencomot kentang goreng.
“Ini namanya Nia. Cantik, ‘kan?" Rendra menunjuk foto cewek yang mengenakan tanktop pink dan jeans belel. "Yang ini Kiran, dia ...."
Tidak kusangka Rendra punya banyak mantan. Terang saja, dia baik, tajir, royal, dan wajahnya lumayan. Setidaknya ada empat foto cewek yang ditunjukkannya. Mereka semua cantik, seksi, dan need an expensive cost. Tipe-tipe cewek penakluk pria.
“Mereka itu cuma selingan kok, Nad,” ujarnya di sela kunyahan. Melihat Rendra menikmati kentang goreng, tanganku ikut mengambil beberapa potong.
“Sebenarnya, aku cinta mati sama kakak tingkat waktu kuliah. Dia senior dua tahun di atasku. Kami kenal saat OPSPEK. Dia cantik, baik, dan selalu bantuin aku kalau ada masalah sama senior lain. Singkat kata kami pacaran hingga dia lulus dan diterima bekerja. Lalu seseorang melamarnya. Dia memintaku segera melamar tapi aku belum siap. Maklumlah baru lulus kuliah waktu itu, dan belum kerja pula. Mau aku kasih makan apa dia nanti?”
Rendra menerawang jauh, sambil bercerita.
“Yah, akhirnya dia harus menerima lamaran itu karena terus didesak ortunya. Cinta pertama sekaligus membuatku patah hati pertama kali juga,” Rendra mendesah,” setelah itu bullshit-lah sama cinta-cintaan. Jalan sama cewek buat senang-senang aja.”
Aku masih terdiam menyimak ceritanya.
“Sebenarnya, aku belum resmi bertunangan sama Mirna kok," ujarnya sambil bersandar.
Oh, nama tunangannya itu ternyata Mirna.
"Baru dua bulan lalu Mama ngenalin aku sama dia. Sekarang ini kami penjajakan dulu, kalau nggak cocok ya bisa dibatalkan." Dia menyelonjorkan kaki yang sedari tadi bersila.
"Masih ada ya, zaman sekarang jodoh-jodohan gitu?" Rendra mengangkat bahu menjawab pertanyaanku.
"Kalau kamu gimana, punya pacar?" ia balik bertanya.
Aku menggeleng.
“Kalau mantan?”
Aku menggeleng lagi.
"Ah, yang bener?”
Aku mengangguk, mencomot beberapa stik kentang.
“Pasti nyari cowok yang kayak di webtoon itu ya?" cecarnya sambil terkekeh.
"Sok tau kamu!” Kulempar satu stik yang masih belum masuk mulut dan mendarat tepat di mukanya. “Hahahahha! Sukurin,” ucapku puas.
Rendra meringis. Lalu menatapku lekat lekat. Kuambil lagi kentang goreng untuk menghilangkan nervous. Masih saja dia bergeming menatapku. Lalu kusodorkan piring kentang goreng padanya. Dia menggeleng lalu tersenyum.
"Sama aku mau nggak?"
What!
"Ogah,” tukasku. “Kamu itu pinter banget ngerayu cewek, ya." Aku meninju lengannya dengan kekuatan penuh. Habisnya, bikin salah tingkah.
"Aduh! Main tonjok sembarangan. Ntar kalau cidera dan nggak bisa nyetir gimana? Sakit nih." Dia meringis seraya mengusap-usap lengan.
Aku tidak berani melihat ke arahnya lagi. Sibuk menyembunyikan debaran dan aliran hangat yang berhenti di pipiku. Kami sama-sama tidak bersuara. Suasananya jadi lumayan canggung.
"Nad?”
“Hmmm?”
“Beneran kamu nggak punya mantan sebiji pun?"
"Nope."
“Kenapa?”
Aku terdiam. Rendra tidak bertanya lebih lanjut. Kubiarkan dia menerka sendiri.
Sejak dulu aku lebih suka berteman dengan cowok. Mereka tidak ribet dan jarang bikin drama. Apalagi kegiatan fisik seperti karate, basket dan renang, yang biasanya dijauhi cewek malah menjadi kegemaranku. Bahkan saat kuliah, aku sempat mendalami beladiri karate dan ingin gabung MAPALA, sayang tidak dapat izin Ayah.
Pernah ada seseorang yang spesial di hatiku. Namun ternyata ia menganggapku hanya sebagai adik. Untung saja aku orangnya gampang move on, jadi tidak ada masalah yang berarti.
Keadaan berubah ketika aku masuk kantor. Jujur, menjadi abdi negara sama sekali bukan cita-citaku. Jika bukan karena paksaan Ayah untuk ikut tes CPNS, mungkin aku sudah melanglang buana travelling dengan teman-teman atau bekerja di industri kreatif.
Lagi-lagi takdir ingin bercanda denganku. Masuk di satu departemen yang sama sekali tidak linier dengan keahlianku di bidang desain komunikasi. Adaptasi dan peraturan yang mengikat, membuatku merasa seperti di penjara.
Namun, untunglah aku tipe orang yang mudah beradaptasi sehingga bisa mengikuti ritme kerja yang lumayan bikin spaneng. Kecuali menghadapi orang-orang yang mirip paparazi alias kepo dengan urusan pribadi, kehidupan sosialku tidak ada masalah.
Apalagi usiaku sudah mendekati tiga puluh, makin gencar saja orang yang ikut campur. Mulai dari menjodoh-jodohkan, sampai doyan menggunjing di belakang. Baru setelah dimutasi ke bagian laporan program kerja, di situlah kudapatkan info beasiswa.
Lama tercenung, perlahan kuarahkan pandangan ke sebelah. Rendra masih bertopang dagu dan tenggelam dalam pikirannya sendiri. Kupandangi wajahnya yang bulat dengan mata sipit, mengingatkanku pada oppa-oppa Korea. Namun sosoknya yang besar dan sikapnya yang usil, membuatnya mirip karakter Kungfu Panda. Ah, sama saja. Mereka sama-sama menggemaskan.
Merasa diperhatikan, beruang di sebelahku ini menelengkan kepalanya. "Apa liat-liat? Nanti jatuh cinta." Rendra mengangkat alisnya.
Aku tersenyum. “Ge-er-an banget, ya!"
"Udaaaah, ngaku aja. Kamu sebenarnya suka padaku kan?" balasnya jahil.
"Mending sama Neva sana! Dia kan nguber-nguber kamu terus tuh,” balasku.
Rendra langsung mengerucutkan mulut, lucu dan menggemaskan. Bersamanya membuatku lupa akan kuliah. Termasuk juga masalah dengan Pak Agam, sikap teman-teman yang memusuhi, ujian besok pagi, dan resume yang belum kubuat. Semua tekanan itu menguap begitu saja. Mungkin setelah ini aku ingin mencoba selfie di spot-spot foto yang ada disini.
Suara ringtone Ed Sheran membuatku tersentak. Melihat nama kontak yang memanggil, buru-buru kugeser tombol terima. Tumben Ayah telepon, pasti ada yang penting.
"Assalamualaikum."
“Waalaikum salam. Nada, ini Ayah. Cuma mau ngabari kalau sekarang Ayah dalam perjalanan ke Malang.“
Mataku terbelalak mendengar ucapan Ayah. Waduuh, gawat ini, kami harus segera balik.
“I-iya, Yah,” jawabku gugup.
“Ya sudah, nanti Ayah kabari lagi. Assalamualaikum.”
“Waalaikum salam.”
Aku berpaling pada Rendra yang masih menyeruput sisa STMJ. “Ndra, ayo balik. Ayahku mau datang.”
"Gak mau. Pulang sendiri sana!"
Aku melotot mendengar jawabannya. Rendra menatapku balik dengan tajam. Sama sekali tidak menakutkan bagiku, malah terlihat semakin lucu. Ia tidak bisa melotot karena matanya sipit.
"Okeeeee! Aku pulang sendiri, santai saja," kataku sambil menghabiskan sisa jeruk hangat. Setelah itu kuambil hape dari tas. Rendra bergeming.
Dasar beruang!
"Pasti ada Gojek di sekitar sini," gumamku. Setelah berdiri aku memeriksa aplikasi Gojek di ponsel.
"Hei-hei tunggu! Napa sih buru-buru?" Rendra menarik lenganku agar duduk kembali.
"Sorry, Bro. Ayahku mau datang. Aku harus buru-buru balik." Aku tersenyum sinis penuh kemenangan, “Emang kamu kira aku bakalan merengek-rengek gitu?” Dengan congkak pula kusingkirkan tangannya.
"Iya-iya, hadeeeh. Kamu ternyata bossy banget, ya."
Tanpa menunggunya aku keluar gubug. Kulirik Rendra yang sedang memakai ransel dan bangkit dengan malas. Ia berjalan menyusulku. Sesampainya di parkiran langsung kupakai jaket dan helm.
"Betewe, Nad. Ransel kutaruh depan aja, biar kamu bisa pegangan," kata Rendra sambil naik motor.
“Udah deh, nggak usah modus. Pakai di punggung aja kayak tadi. Ayok buruan,” ucapku sambil melotot.
“Iya-iya, tuan putri. Jangan lupa pegangan ya,” pesannya penuh arti.
Ternyata ucapannya tidak main-main. Berbeda dengan berangkat tadi, Rendra memacu motornya dengan kecepatan yang cukup membuatku bergidik ngeri. Mau tidak mau aku berpegangan erat ke ranselnya dan kerap berteriak agar pelan-pelan. Hanya membutuhkan waktu tiga puluh lima menit, kami sudah sampai kembali ke rumah. Padahal berangkat tadi setidaknya membutuhkan waktu satu jam lebih.
“Sengaja kamu, ya!” bentakku kesal setelah turun dari motor. Rendra membuka kaca helmnya dan memandangku tanpa ekspresi. Karena kesal aku segera berbalik untuk membuka kunci pagar.
“Oh, iya Nad.”
“Apaan?” tanyaku ketus tanpa menoleh.
“Kutunggu jawabanmu.”
“Jawaban apa?” Masa iya, ujian besok dia minta contekan.
“Mau nggak jadi pacarku?”
Aku berbalik memandangnya. Rendra mengedipkan sebelah mata. Tanpa menunggu jawaban, dia membunyikan klakson dan pergi begitu saja. Meninggalkanku yang masih berdiri terbengong-bengong memegangi pintu pagar.
Pacaran sama Rendra? He must be joking.
***
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 319 Episodes
Comments
IG:@nia_yulia21🍁
makin kesini makin kepo aku 😆
2021-01-21
0
Ernawati
aq udah mampir baca thor..
2020-05-30
0
Lukita Meida
jan makin penasaran siapa Rendra kie sebenerx 😅
2019-12-04
4