Kubuka kaca helm ketika lampu lalu lintas berubah merah. Semilir angin yang menerpa wajahku, mampu menepis semua keruwetan persiapan kuliah. Lampu berubah hijau, si matic kembali kubawa melaju di jalanan Kota Malang yang lengang. Aku sengaja memilih tempat tinggal yang agak jauh dari kampus, agar tidak bosan.
Senin ini adalah minggu ke tiga, setelah dua minggu masa orientasi. Jadwal kuliah sudah ada tapi belum ada tatap muka. Sebagai gantinya mahasiswa harus mencari daftar buku dan membuat tugas resume dengan referensi menggunakan Bahasa Inggris letterlux di bidang ekonomi.
Kenapa memilih S-2 ilmu ekonomi? Pilihan jurusan yang ditawarkan oleh program beasiswa tidak banyak. Sehingga aku harus memilih jurusan yang linier dengan pekerjaan dan menunjang karir. Sebagai pemegang rancangan anggaran program kerja yang berkutat dengan laporan, maka jurusan ekonomi adalah pilihan paling masuk akal.
Jujur saja, jurusan S-1 dulu memang tidak relevan dengan pekerjaanku sekarang, tapi itulah hidup. Banyak hal tidak terduga terjadi, salah satunya garis takdir membawaku kuliah di kota Malang.
Setelah memarkir motor, aku menuju bangku taman di seberang jalan. Tempat mahasiswa biasa nongkrong sambil menunggu pergantian jam. Aku menyandarkan punggung dengan malas dan meletakkan tas ransel di sebelah, mumpung bangkunya kosong. Lalu lalang orang keluar masuk gedung terlihat jelas dari sini, walau terhalang tanaman hias.
Kuambil gawai di kompartemen depan tas. Layar menampilkan jam digital yang membentuk angka 08:05. Berarti masih ada waktu sekitar dua puluh lima menit lagi sebelum kuliah dimulai.
Saat ini di kelas pasti kosong melompong. Jadi lebih baik aku bersantai sebentar sambil menunggu teman-teman datang. Ketika masih seru-serunya scrolling IG, tiba-tiba seseorang berdiri di hadapanku.
“Maaf, tasnya bisa diambil? Saya mau duduk.”
Suara bariton itu membuatku seketika mendongak, tertegun menatap wajah yang lumayan ganteng. Rambutnya ikal di sisir rapi. Hidung mancungnya diapit sepasang bola mata yang memiliki warna iris sedikit aneh. Tidak hitam atau coklat seperti orang kebanyakan, tapi biru gelap. Kulitnya sawo matang, khas orang Indonesia. Bajunya yang rapi mengingatkanku pada outfit CEO di drama Korea kesukaan Mbak Milla. Kemeja biru muda lengan panjang yang dilipat sampai siku serasi dipadu dengan celana panthalon biru dongker.
“Mbak, tasnya.”
“Oh, iya. Maaf, silakan.” Entah berapa lama kami bertatapan tanpa suara tadi.
Saat mengambil tas ransel berbahan denim itu, ponselku terjatuh. Cowok tadi segera menunduk mengambil benda berlayar 6 inci di dekat kakinya. Sambil tersenyum sinis dia mengamati layar itu sejenak, lalu duduk santai di sebelah.
Tiba-tiba aku merasa tegang, entah kenapa bisa begitu.
“Kamu mahasiswa baru, ya?” Cambang tipis di pipi dan dagunya ikut bergerak saat bicara.
“I-iya,” jawabku kikuk.
“Oh, pantes, masih suka kartun,” ujarnya sambil menyerahkan ponselku kembali.
“Terima kasih,” jawabku sambil memandangi layar hape.
Aku terbelalak ketika mendapati layar hape memperlihatkan adegan di komik ketika seorang cewek berciuman dengan cowok.
Waduuuhh! Pasti dikiranya aku seorang wibu.
Keheningan memberi jeda untuk mendamaikan hati. Detak jantung yang berdentum, mulai tenang. Aku tidak pernah melihat dia sebelumnya.
“Kamu kuliah Pasca? Kok nggak pernah kelihatan?” selidikku dengan curiga. Rasa penasaran mampu mengalahkan nervous sehingga membuat mulutku bertanya tanpa kendali. Sebuah kebiasaan yang kadang kusesali.
Tidak ada jawaban. Hanya mata elangnya memandangku tajam. Ujung bibirnya terangkat sebelah tapi tetap terkatup.
Aku salah tingkah.
“Nadaaa!” Suara cempreng memanggil.
Aku masih bergeming menatap sosok cakep di sebelah, yang tengah melirik ke arah datangnya suara. Selanjutnya ia melihat jam tangan yang melingkar di lengan kiri.
"Itu temanmu datang. Aku duluan, ya. Hampir setengah sembilan,” katanya sambil berdiri.
Tanpa sadar aku ikut berdiri. Dia menjulang di hadapanku. Padahal sebagai cewek tinggiku juga lumayan, 162 cm. Dia tersenyum sekilas sebelum pergi. Sementara yang kulakukan hanya terdiam menatap punggungnya yang menjauh.
“Hoooeeeiii! Lu liat sapa, sih? Sampe bengong gitu.”
Pemilik suara cempreng yang khas itu bernama Neva. Cewek mungil yang centil dan tengil dari Jakarta. Kami menjadi teman dekat sejak masa orientasi. Selain itu, ada dua orang lagi yang cukup dekat denganku, Rendra dan Mario. Kami berempat sering kali menjadi satu kelompok kerja dan suka makan bakso berempat. Ya, sama-sama hobi makan bakso yang menjadi pemersatu.
Neva menepuk bahuku lalu duduk menggantikan cowok misterius tadi. Aku tidak menoleh sedikit pun ke arahnya, sibuk memandangi cowok keren yang telah menghilang di belokan.
“Nggak, bukan siapa-siapa,” jawabku asal.
“Ya udah, masuk yuk," ajaknya.
“Gak nunggu Rendra dan Mario?”Aku menghela napas.
“Kayaknya aku barusan lihat mereka sudah masuk duluan tadi,” jawab Neva.
“Oh,” jawabku sambil memasukkan hape ke dalam tas. Kami berjalan bersama menuju gedung Pasca Sarjana di seberang jalan.
*
“Hai, gaess!” sapa Neva pada Rendra yang sibuk menatap layar hape di bangkunya.
Cowok bertubuh gempal itu mendongak memandang kami, lalu tersenyum padaku. Sejak pertama kali bertemu, dia sudah menaruh perhatian khusus. Sampai-sampai dia berani memanggilku dengan sebutan ‘Sayang’. Agak aneh memang, tapi aku sudah kebal dengan model cowok begini.
Sebaliknya, Neva mati-matian menarik perhatian Rendra, yang justru kurang mendapat tanggapan. Kasihan juga melihat gadis itu, padahal dia sangat cantik, putih, juga supel. Namun memang kuakui Neva doyan menggosip. Setiap hari ada saja berita baru yaang diberitakannya pada kami dengan heboh.
Di kelas ternyata sudah banyak yang datang. Aku menuju tempat dudukku di deretan ke dua, diapit oleh Neva dan Rendra. Bangku yang sama sejak hari pertama kuliah dan sampai sekarang formasi ini tidak pernah berubah.
Tidak lama kemudian terdengar bel berbunyi.
“Selamat pagi Saudara-Saudara.” Suara yang tidak asing menggema dari depan kelas.
Aku berbalik, seketika membeku melihat sosok yang ada di sana.
“Perkenalkan, nama saya Agam Alfiansyah. Dosen mata kuliah Makroekonomi dan Mikroekonomi Terapan. Karena saudara-saudara sekalian masuk prodi kelas khusus beasiswa, maka jadwal kita akan lebih padat dengan tugas-tugas.”
Pandangannya menyapu seluruh kelas lalu bertemu denganku. Dia terkejut untuk sesaat, lalu tersenyum.
“Bisa kita mulai sekarang?”
Aku beringsut duduk sambil berharap diriku mengecil sebesar cacing.
Pak Dosen kembali ke mejanya. Dia mengambil satu buku tebal dan membukanya.
“Open your textbook on page 5 ….”
Saat di kursi taman tadi, kupikir dia mahasiswa pasca juga. Usianya tidak berbeda jauh dengan teman-temanku. Mungkin sedikit lebih tua dari Mario, sekitar tiga puluh lima tahun.
Kukira dosen pengampu mata kuliah Ekonomi Makro yang bernama lengkap Tengku Agam Alfiansyah, Ph.D itu, botak atau rambutnya putih awut-awutan seperti Einstein. Ternyata aku salah, dia sangat ganteng dan keren. Ini pertama kalinya kami bertatap muka.
“Oke, sebelum saya akhiri pertemuan kali ini. Silakan Anda buat paper tentang bahasan minggu depan. Cari referensi yang relevan. Buat juga resume dari BAB VII sampai akhir dari buku ini. Kita tidak akan sempat membahasnya sampai tuntas. Jangan lupa berikan pula pembahasan menurut sudut pandang Anda secara keilmuan.”
Aku hanya menunduk, pura-pura sibuk menulisi buku ketika Pak Agam mengatakan itu.
“Sampai ketemu lagi minggu depan, dan selamat siang.”
“Siaaang, Paaaak,” sahut teman-teman.
Akhirnya, kuliah yang rasanya seperti empat abad, berakhir juga. Banyak coretan dan catatan di buku tulis yang entah nanti masih bisa kupelajari lagi atau tidak. Selama empat jam pelajaran tadi, aku tak berani terang-terangan memandangnya. Tatapan Pak Agam sangat mengganggu, membuatku tidak konsentrasi dan salah tingkah.
Setelah terdengar suara pintu menutup, baru aku berani mendongak. Yes, dia sudah pergi!
***
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 319 Episodes
Comments
mommy_yaya
baca yg ke sekian kalinya kangen Mas Fian🥰🥰
2022-09-30
0
Hannaadzkyaa
hallo mbak lana...
aku dtg lagi,,,udah ke 3kali ku baca ,,rindu sma mbak nada ..ehh sma mbak lana juga sihh...
2021-10-28
0
IG:@nia_yulia21🍁
i like it
2021-01-19
1