Teror Pocong Di Desa Pakis Rejo
Sebuah desa bernama Pakis Rejo terletak di sebuah kota kecil di Jawa Tengah merupakan sebuah desa yang mayoritas penduduknya bekerja sebagai petani dan juga beternak. Sebagian besar masyarakat sana mengolah sawah untuk ditanami berbagai jenis padi untuk memenuhi kebutuhan pangan mereka, dan juga mereka juga banyak yang memelihara kerbau untuk kebutuhan membajak sawah serta untuk di ternak hingga beranak pinak dan memberikan untung yang besar bagi si pemelihara. Begitu juga dengan orang tuaku, mereka tentu saja memiliki sawah dan juga beternak kerbau seperti warga yang lainnya.
Pada suatu hari, muncul teror sesosok pocong yang menggemparkan seluruh warga desa Pakis Rejo. Saat itu aku masih anak-anak. Pocong itu meneror setiap warga dari rumah kerumah, bahkan dijalan-jalan saat ada warga yang melintas di jalan desaku.
"Pak,jare ono pocong keliling desa saiki.( Pak, katanya ada pocong keliling desa saat ini )"kata ibuku malam itu ketika bapak pamit mau berangkat ronda malam dikampung.
"Yo piye maneh bu, wong wes jatahe ronda. Gelem ragelem yo kudu menyat.(ya mau gimana lagi bu, orang udah gilirannya ronda. Mau gak mau ya harus berangkat)" jawab bapak sambil keluar rumah dengan membawa sarung dan senter. Dari dulu dikampungku memang selalu diadakan giliran ronda malam. Selain untuk menjaga desa agar tetap aman dari maling yang bisa saja menjarah rumah dan juga kerbau, kegiatan itu juga bisa sebagai ajang silaturahmi antara bapak-bapak warga desa karena pada siang harinya mereka semua sibuk di sawah masing-masing tanpa ada waktu untuk bercengkrama.
Aku yang saat itu sedang membantu ibu mengupas kacang tanah hanya diam mendengarkan obrolan ibu dan bapak soal pocong di desa kami.
"Bu, jare dhe Muji winginane ditekani pocong juga nang mburi kandang.(Bu, kata budhe Muji kemarin di datangi pocong juga di belakang kandang)"kataku pada Ibu saat Bapak sudah berangkat ronda.
"Uwis toh Nah ojo mbok bahas, mengko nek koe weruh dewe malah wedi.(udah toh Nah jangan kamu bahas, nanti kalau kamu ketemu sendiri malah takut)"ujar Ibuku supaya aku tidak membahas soal pocong tadi. Tidak dipungkiri, sebenarnya Ibu juga merasa takut dengan adanya setan pocong tersebut.
"Wooiii kang Tejo, kok mung dewe wong loro toh ? Lah Bardi karo Sardi nandi iki ?(Wooiii kang Tejo, kok cuma kita aja berdua toh ? Lah Bardi sama Sardi mana ini ?)"tanya bapak saat sampai di pos ronda dan hanya mendapati Kang Tejo yang sedang duduk sendirian di pos ronda sambil menghisap sebatang rokok menyan.
"Embuh iki podo nandi wong loro kae. Jo muni mergo teror pocong kae njuk do wegah metu ronda ( gak tau nih pada kemana dua orang itu. Jangan bilang gara-gara teror pocong itu terus mereka tidak mau keluar untuk ronda)."jawab Kang Tejo sambil terus menghisap rokok yang terselip di jari nya. Dan akhirnya hanya Bapak dan Kang Tejo yang ronda malam itu.
"Ngopi ra Kang ?(kopi tidak kang?)" kang Tejo menawarkan segelas kopi pada bapak. Bapak mengangguk tanda setuju. Bapak melihat-lihat sekitar, suasana sangat sepi sekarang. Hanya terdengar suara kerbau warga yang sesekali bersuara. Sedangkan Kang Tejo sibuk menyeduh kopi di gelas.
"Bluk" terdengar suara seperti benda jatuh. Kang Tejo yang saat itu sedang mengaduk kopi langsung lompat dari dipan di pos ronda. Bapak juga dengan sigap mengambil senter dan mencari-cari sumber suara itu.
"Ssstt... kang. Kang Kusno." panggil Kang Tejo lirih. Bapakku yang mendengar Kang Tejo memanggil hanya menengok dan meletakkan telunjuk di depan bibir, seolah-olah memberi isyarat supaya Kang Tejo tidak bersuara.
"Kang, ojo nekat. Jo nganu medi cumplung.(Kang, jangan nekat. Jangan-jangan hantu cumplung)"bisik Kang Tejo pada Bapak. Cumplung dalam bahasa Indonesia artinya kelapa yang busuk dan berlubang. Biasanya karena dimakan oleh tupai. Sedangkan medi cumplung adalah istilah orang jawa menyebut hantu berbentuk kelapa yang bilamana diambil oleh orang dan dibawa dalam gendongan biasanya lama-lama akan semakin berat dan muncul mata yang melotot dan mulut yang menyeringai menakutkan. Bahkan akan tumbuh rambut di seluruh kelapa itu seolah-olah berubah menjadi sebuah kepala.
Bapak tetap melanjutkan pencariannya, sedangkan Kang Tejo hanya mengekor dibelakangnya.
"Kang, mending dewe mencar wae. Sampeyan mrono kae, aku tak metu kene.(Kang, mendingan kita mencar saja. Kamu kesana itu, aku tak lewat sini)."kata Bapak kepada Kang Tejo yang masih saja mengekor dibelakangnya.
"Tapi kang,"Kang Tejo berusaha menolak saran Bapak.
"Ojo tapi-tapian. Mengko nek ternyata wong sing niat gawe elek malah keno awak dewe. Iki tugase dewe saiki sik jaga. Wes ndang cepetan.(Jangan tapi-tapian. Nanti kalau ternyata ada orang yang berniat jelek malah kita berdua yang kena. Ini tugas kita yang saat ini sedang jaga. Udah ayo cepetan.)"bantah Bapak pada Kang Tejo yang enggan untuk berpencar. Jujur saja pasti Kang Tejo merasa takut untuk berjalan sendirian ditengah malam begini. Penerangan yang kurang di desa karena saat ini listrik belum merata keseluruh desa. Hanya beberapa rumah yang tergolong mampu yang sudah diterangi dengan listrik. Rumah yang lainnya hanya menggunakan lampu teplok ( lampu dengan sumbu dan bahan bakar minyak tanah ) untuk didalam rumah, dan untuk keluar rumah mereka biasa menggunakan obor. Dengan berbekal sebuah senter yang ia bawa dari rumah, mau tak mau ia mengikuti saran bapak untuk tetap berkeliling mencari sumber suara seperti barang jatuh tadi.
Setelah lama mencari namun tak ada hasil, Kang Tejo dan bapakku kembali berkumpul di pos ronda.
"Ora ono opo-opo kang. Aku wes muter seko sisih kono maring sebelah wetan gak nemu blas sing nyurigai. ( tidak ada apa-apa kang. Aku sudah muter dari sebelah sana ke sebelah timur tidak menemukan sama sekali yang mencurigakan)" kata Kang Tejo pada bapak.
"Podo Kang, aku juga ora nemu opo-opo.( sama Kang, aku juga tidak menemukan apa-apa)."jawab Bapak.
"Krassaakk bluuggg" kembali terdengar suara benda jatuh tak jauh dari tempat Bapak dan Kang Tejo jaga malam. Keduanya saling berpandangan. Serempak keduanya berdiri dan mendekati sumber suara tadi. Terlihat sebuah bayangan hitam memanjang berada di semak-semak pohon pisang yang rimbun tak jauh dari pos ronda.
"Opo kui kang ? koyo bandosa.(Apa itu Kang ? Seperti keranda)."tanya Kang Tejo pada Bapak. Bapak dan Kang Tejo terperanjat melihat sebuah keranda mayat berada di semak-semak pohon pisang yang lumayan rimbun.
"Ayo lapor Pak Sukma."ajak Bapak pada Kang Tejo. Segera Bapak dan Kang Tejo menuju rumah kepala desa untuk memberi tahukan adanya keranda mayat di kebun pisang.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 55 Episodes
Comments
Lembaran Dakwah
sipp lah,Kren keren mntul kng
2023-04-22
0
FLA
sumpah aku paling wedi karo poci tapi kok yo penasaran hee
2023-03-06
0
Ni L. Pt. D. Virgianti Alit P.
bc ini pas jam 12 mlm...
2022-10-08
0