Ibu duduk terdiam di depan tungku. Tangannya memegang gelas cangkir dan menyesapnya beberapa kali. Sesekali aku mendengar beliau menghela nafas panjang. Wajahnya tampak sayu, mungkin Ibu lelah harus berjaga semalaman karena aku takut dan menangis terus menerus. Sehingga Ibu harus berjaga dan menenangkan aku.
"Bu." panggilku lirih. Beliau menoleh lalu tersenyum.
"Maem, Nduk." jawabnya sambil berdiri menuju meja untuk mengambilkan sarapan untukku.
"Bapak mana, Bu?" tanyaku karena tak menemukan Bapak pagi-pagi begini. Biasanya Bapak akan duduk di dapur sambil menyesap kopi panasnya sebelum berangkat ke ladang dan mencari rumput.
"Ke makam, Nduk." jawab Ibu singkat.
"Semalam ndak jadi?"
"Jadi, makanya sekarang kesana lagi." Ibu memberikan sarapanku dan menyuruhku untuk bergegas karena harus pergi ke sekolah.
"Memangnya sekarang ke makam mau ngapain lagi?" tanyaku penasaran.
Ibu menarik nafas panjang. Raut wajahnya berubah. Aku tahu pasti ada sesuatu yang terjadi di makam tadi malam. Namun Ibu tak ingin membuatku semakin takut.
"Yang di sembunyikan oleh laki-laki yang Minah lihat kemarin, ketemu?" tanyaku semakin penasaran.
"Nduk, tapi orang itu tidak tahu kan kalau Minah disana?" tanya Ibu tampak cemas.
Aku menggeleng. "Sepertinya begitu, Bu."
"Memangnya kenapa?"
"Semalam Pak Soleh menemukan seperti apa yang Minah bilang ke Bapak." aku menutup mulut tak percaya, ternyata benar apa yang aku lihat. Sebuah potongan tangan dari jari sampai pergelangan di simpan di sebuah kotak dan di sembunyikan tak jauh dari tempatku bersembunyi. Mengapa orang itu menyembunyikan disana? Mungkin saking paniknya dia sehingga tanpa berpikir panjang langsung melempar dan meninggalkannya begitu saja ditempat itu. Makam di desa kamu memang cukup jauh dari pemukiman warga. Sehingga suasananya cukup sepi kalau siang hari, dan sangat sepi saat malam hari.
"Lalu Bapak ke makam untuk apa?" tanyaku penasaran.
"Membantu beberapa warga yang diminta untuk membongkar makam." Mataku mendelik tak percaya. Senekat itukah akhirnya makam yang sudah berumur sebulan dibongkar lagi. Yang jadi masalah ini bukan makam sewajarnya pada umumnya. Tetapi makam yang penghuninya sering keluar untuk menghampiri rumah warga satu persatu. Aku bergidik ngeri membayangkan apa yang akan terjadi nanti malam kalau penghuninya tak berkenan makamnya di obrak abrik.
Sepanjang perjalanan ke sekolah aku memikirkan hal yang seharusnya tak ku pikirkan sebagai seorang pelajar yang masih piyik. Aku yang seharusnya memikirkan pelajaran ataupun pekerjaan rumah yang di berikan oleh guru untuk kami, aku malah sibuk memikirkan tentang pembongkaran makam Mas Samsul. Pasti nanti di sekolahan bakal ramai anak-anak bakal bercerita tentang teror, pocong, makam dan sebagainya.
"Minah." sebuah tepukan cukup keras mendarat di pundak. Siapa lagi yang suka mengagetkanku begitu kalau bukan Atun. Untung sekali aku bertemu dengannya di tengah jalan seperti ini. Aku bisa mengobrol dan melupakan sejenak cerita Ibu tadi pagi.
"Nah, kamu sudah tahu belum?" tanya Atun padaku.
"Ya belumlah, kan kamu belum bilang apa-apa sama aku." jawabku santai.
"Ish. Jenazah Mas Samsul tangan dan telinganya hilang." bisik Atun tepat di telingaku membuatku merinding dan berteriak.
"Jangan berisik. Kenapa kamu teriak begitu." Atun memukul keras pundakku. Bagaimana tidak terkejut, ternyata apa yang ku lihat kemarin benar-benar milik Mas Samsul. Padahal aku berharap kalau aku salah lihat saja dan apa yang ku beritahukan pada Bapak itu salah. Tubuhku lemas mendengar cerita Atun. Rupanya waktu makam Mas Samsul ada yang membongkar beberapa kali, ternyata warga hanya kembali mengaruknya tanpa mengecek kondisi jenazahnya. Warga berpikir hanya tanah kuburnya saja yang dibongkar dan tidak sampai ke dalam karena kondisi papan pelindungnya masih terlihat rapi dan tak terlihat pernah ada yang mengambilnya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 55 Episodes
Comments
Rini
mas samsulny mau minta tolong dikembalikan telinga sama jari tangannya
2022-04-09
1