"Bu,"panggilku lirih.
"Iyo nduk, kenopo koe kok biso semaput nduk? (iya nduk, kenapa kamu kok bisa pingsan)."jawab ibu sambil terus memijit kakiku.
"Ada pocong bu disitu."jawabku sambil menunjuk ujung kamar dekat lemari kayu.
Ibu dan Bapak terdiam. Begitu juga dengan Kang Tejo. Mereka saling berpandangan.
"Yo wes kamu tidur aja ya nduk. Biar ibu tungguin disini."ucap ibu lembut sambil mengusap rambut di kepalaku.
Aku hanya mengangguk dan mencoba untuk memejamkan mata. Namun entah mengapa setelah cukup lama mencoba kedua mataku enggan untuk di ajak beristirahat.
"Bu."panggilku lirih.
"Hhmmm..."jawab ibu lembut.
"Aku wedi bu.(aku takut bu)."ucapku lirih.
Ibu ku tersenyum, dan dengan lembut membelai rambutku.
"Rausah wedi nduk, ibu nang kene.(Gak usah takut nduk, ibu disini)"ucap ibu mencoba menenangkanku.
Namun tetap saja pikiranku melayang memikirkan kejadian tadi yang baru saja ku alami. Sosok pocong berdiri tegak di ujung kamarku dengan wajah yang sudah tak utuh dan menghitam, serta di penuhi dengan makhluk putih gemuk menggeliat-geliat di wajah memenuhi sosok pocong tersebut. Entah apa yang selanjutnya terjadi, karena tiba-tiba saja semua gelap dan hitam.
"Kang, poconge ngetutno aku tekan kene.(Kang, pocongnya ngikutin aku sampai sini)."ucap kang Tejo dengan wajah yang terlihat sangat ketakutan.
"Wes toh, ojo di bahas terus. Ojo nganti kui pocongan teko maneh nang kene.(udahlah, jangan di bahas terus. Jangan sampai nanti itu pocong datang lagi kesini."jawab Bapak ku. Kang Tejo masih saja ketakutan. Wajahnya pucat dan bola matanya kesana kemari seperti sedang mencari-cari sesuatu sekeliling.
"Wes toh kang, rausah mbok goleki.(udahlah kang, gak usah kamu cari-cari)."perintah bapak pada Kang Tejo yang sepertinya masih mencari-cari sosok pocong yang ada di rumah ini.
"Aku wedi kang, rupane gosong, medeni, bosok.(Aku takut kang, wajahnya gosong, serem, busuk)."ungkap Kang Tejo menjelaskan. Bapak hanya menghela nafas panjang. Meski bapak tau ada teror pocong di kampung kami, namun bapak juga tak bisa berbuat apapun. Mau melawan juga sudah takut duluan sebelum mendekat.
"Kang, opo bener Samsul anak Pak Dayat sing dadi pocong?(Kang, apa benar Samsul anak Pak Dayat yang jadi pocong)."tanya Kang Tejo lirih.
"Hust... ojo fitnah Kang.(jangan fitnah kang)."bantah Bapak.
Bapak tidak mau anggapan-anggapan warga desa menjadi fitnah dan membuat keluarga Pak Dayat semakin terpukul setelah kepergian Samsul putra satu-satunya yang meninggal tak wajar. Samsul di temukan tewas mengenaskan tergantung di sebuah tiang di rumah kosong tak jauh dari kebun pisang di pinggiran desa. Saat di temukan tubuh Samsul sudah membengkak dan membiru. Lidahnya menjulur keluar dan juga kedua matanya yang melotot hampir keluar membuat siapa saja yang melihatnya akan bergidik ngeri.
Desas desus warga Samsul nekat mengakhiri hidupnya lantaran tak terima gadis pujaan hatinya lebih memilih Udin anak Pak lurah ketimbang dirinya. Padahal sebelumnya Ayu yang tadinya adalah kekasih Samsul yang sudah berjanji akan selalu setia kepadanya walaupun kondisi Samsul saat ini masih pas-pasan dan belum mapan seperti Udin yang berpenghasilan dan bekerja merantau ke luar kota. Sebelumnya Ayu seorang gadis yang manis, tidak banyak menuntut dan selalu memberikan support pada Samsul untuk tetap kuat menghadapi kerasnya hidup.
Namun semenjak kembalinya Udin dari luar kota Ayu berubah 180 derajat. Ayu menjadi gadis cantik yang selalu berpenampilan modis dan sekarang selalu memakai pakaian bagus dan memakai barang-barang mahal. Apalagi di tunjang dengan paras cantik, kulit putih bersih, rambut hitamnya yang panjang terurai, bahkan tubuh yang tinggi semampai menambah kesan elegan pada penampilannya sekarang.
Krreeettttt ...
Kang Tejo dan Bapak sontak menengok berbarengan. Terlihat pintu ruang tamu terbuka lebar seperti ada yang membukanya. Sedangkan Bapak yakin kalau tadi sudah mengunci pintu rapat-rapat setelah Kang Tejo bilang ingin menginap dirumah. Kang Tejo masih ada hubungan saudara dengan kami, dia belum menikah di usia yang sudah cukup matang. Dengan alasan tak ada wanita yang mau mendampingi laki-laki tak memiliki pekerjaan jelas seperti dirinya.
"Kang...."panggil Kang Tejo lirih sambil sedikit beringsut dari tempat duduknya.
"Sssttt..."Bapak memberikan isyarat pada Kang Tejo untuk tak bersuara. Perlahan Bapak maju kedepan kearah pintu yang masih terbuka lebar di ikuti oleh Kang Tejo dari belakang sambil memegangi baju Bapak.
Keduanya terdiam, tak ada yang berani berjalan maju lagi. Nampak diluar sana sosok laki-laki bertubuh kurus dan jangkung berdiri tak jauh dari ujung jalan. Laki-laki itu diam tak bergerak. Namun wajahnya tak jelas sehingga Bapak dan Kang Tejo tak tahu pasti wajah siapa yang ada di ujung sana.
"Kang, iku Samsul.(Kang, itu Samsul)."ucap Kang Tejo tiba-tiba sambil menunjuk nunjuk ke arah sosok laki-laki di seberang sana. Bapak hanya terdiam, namun matanya tak lepas dari sosok di seberang sana.
Perlahan bapak mendekat ke arah pintu, dan berniat menutup pintu kembali dengan hati-hati.
"Ono opo Pak?(ada apa pak)."ucap Ibu pelan setelah keluar dari kamarku.
"Ssstttt..."Bapak kembali meletakkan telunjuknya di depan bibir supaya Ibu tak bersuara. Kemudian telunjuk Bapak menunjuk ke arah seberang jalan sana. Ibu mendekat dan ikut mengendap-endap di dekat Bapak.
"Si..siiaapa itu Pak?"tanya Ibu bergidik ngeri melihat sosok jangkung tersebut di bawah temaram lampu kecil di jalan.
"Samsul mbak."ucap Kang Tejo lirih. Ibu tak menjawab, beliau hanya menutup mulutnya yang terbuka dengan kedua telapak tangannya.
"Sing bener kang, Samsul kan wes raono.( yang bener kang, Samsul kan udah gak ada )."ucap Ibu lirih memastikan perkataan Kang Tejo.
"Uwes... uwes... ojo di bahas terus. Samsul wes raono, gak usah di bahas maneh.(udah...udah... jangan di bahas terus. Samsul udah gak ada, jadi gak usah di bahas terus)."ucap Bapak meminta ibu dan Kang Tejo berhenti membahas soal Samsul.
"Kang, nandi wonge mau ? kok raono sopo-sopo nang kono.(Kang, kemana orangnya ? kok gak ada siapa-siapa disana)."ucap Kang Tejo gugup setelah tak melihat sosok jangkung tersebut di tempat tadi. Bapak, ibu dan Kang Tejo memeriksa sekitar untuk memastikan bahwa sosok tadi sudah lenyap dari pandangan mereka.
"Kang, tulungono aku Kang.(Kang, tolong aku kang)" terdengar sebuah suara meminta tolong berasal dari dalam rumah. Perlahan ketiganya menengok ke arah suara di belakang.
"Aaahhhh ..."Ibu menjerit keras dan langsung lunglai di lantai.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 55 Episodes
Comments
🥰Siti Hindun
aku mmpir kak..
2023-10-20
1
Fachri
samgat seruuuuuhuu
2023-08-28
0
Rini
ceritanya bagus ,semangat y thor up terus y
2022-02-25
1