Kang Tejo Berpulang

Hari berganti hari, namun teror pocong yang katanya penampakan arwah Mas Samsul yang penasaran karena tidak diterima bumi akibat kematian yang tak wajar masih saja meresahkan. Bahkan setiap malam hampir seluruh warga desa dihantui rasa takut, gelisah karena kemunculan sosok pocong yang selalu datang tiba-tiba di rumah mereka. Rasanya begitu lama dan panjang seluruh penghuni desa melewati malam-malam setiap harinya. Saat sore menjelang, mereka sudah was-was dan ketar-ketir untuk menghadapi malam yang mencekam. Mereka hanya bisa berharap kalau malam yang akan mereka lalui akan damai dan tak perlu merasakan kehadiran sosok yang menyeramkan itu.

Kang Tejo, bahkan sekarang kondisinya kembali memburuk. Rupanya menghilangnya Kang Tejo beberapa hari belakangan ada hubungannya juga dengan teror sosok pocong tersebut. Kang Tejo yang tengah sibuk menenangkan kerbaunya yang tiba-tiba saja ribut di malam hari, malah di temui oleh sosok pocong yang menungguinya di kandang kerbau miliknya. Kang Tejo yang terkejut dan ketakutan hanya bisa pasrah dan tak bisa meminta pertolongan kepada tetangga karena tubuhnya yang mendadak lunglai dan lidah terasa kaku sehingga tak mampu untuk berteriak. Salah satu tetangga dekat rumah Kang Tejo menemukan Kang Tejo tergeletak di kandang saat pagi hari. Dengan bantuan beberapa tetangga tubuh Kang Tejo di pindahkan ke dalam rumah dan dipanggilkan mantri desa untuk memeriksa keadaannya saat itu.

"Sampai kapan ya, Tun, kita begini." tanyaku pada Atun.

Atun tak menjawab, dia hanya mengangkat bahunya dan sibuk melempar batu-batu kecil ke empang milik Bapaknya.

"Sepertinya kita harus melakukan sesuatu." ucapnya tiba-tiba.

"Apa?"

"Bagaimana kalau makamnya di buatkan rumah-rumahan terus di kunci dari luar." idenya Atun sungguh membuatku tak percaya.

"Terus kamu pikir setannya bakal tidak bisa keluar?" tanyaku sewot. Atun nyengir mendengar omelanku.

"Jangan macam-macam. Nanti kamu di datangi baru tahu rasa." ancamku membuat bibir Atun mengerucut.

"Janganlah, Nah. Baru juga semalam aku di datangi. Masa tidak bosan-bosan itu pocong datang ke rumahku terus. Kan bisa gantian juga kerumah kamu dulu." ucapnya membuatku membelalakkan mataku lebar-lebar.

"Jangan sembarangan kamu, Tun." aku melemparkan batu kecil ke arah temanku itu membuatnya berlarian dan tertawa. Sepertinya puas sekali dia membuatku jengkel kali ini.

Aku menghirup nafas dalam-dalam. Menikmati indahnya siang hari tanpa ada rasa cemas dan takut. Atun pun melakukan hal yang sama.

"Kamu tidak takut, Tun?"

"Sudah kebal, Nah. Kata Bapak, tidak perlu takut sama yang seperti itu. Asal kita mau mengaji dan membacakan ayat kursi, setan itu akan berhenti mengganggu kita." nasihat Atun padaku. Aku terdiam, aku selama ini hanya di hantui rasa takut saja. Jangankan ayat kursi, untuk membaca doa-doa pendek saja aku sering lupa karena rasa takut yang berlebihan.

"Kamu benar, Tun. Harusnya aku juga tak perlu takut dengan makhluk seperti itu. Bapak juga sering bilang begitu." ucapku pelan.

"Bapak mau kemana?" tanyaku pada Bapak yang terlihat sangat terburu-buru.

"Ketempat Kang Tejo." jawab Bapak singkat.

"Bu." aku juga melihat Ibu terlihat gelisah.

"Ada apa?" tanyaku pada Ibu yang tak bisa tenang.

"Kang Tejo kritis." jawab Ibu singkat. Rupanya setan itu mampu membuat Kang Tejo kritis. Tidak tahu apa yang sudah setan itu lakukan pada Kang Tejo. Malang sekali nasib Kang Tejo, hidup sendirian dan harus mendapatkan teror setiap hari yang membuat dirinya rapuh dan akhirnya kalah.

"Minah ikut Bapak ya, Bu." pintaku pada Ibu.

"Tidak usah, Nduk. Kita dirumah saja. Kita tunggu saja kabar dari Bapakmu nanti." bujuk Ibu. Aku mengalah, tak mungkin aku membantah ucapan wanita yang telah berkorban untuk melahirkanku itu.

"Kasihan Kang Tejo ya, Bu." aku merapatkan dudukanku pada Ibu.

Rupanya teror pocong yang terjadi di desa kami sudah sangat meresahkan. Meskipun belum sampai memakan korban meninggal, namun dengan kritisnya kondisi Kang Tejo menunjukan seberapa parah teror yang di terima Kang Tejo belakangan ini. Herannya Kang Tejo tak pernah bercerita pada Bapak atau siapapun tetangga terdekat. Tetangga Kang Tejo pun juga tak pernah menanyakan keberadaan Kang Tejo saat menghilang beberapa hari. Mereka mengira kalau selama ini Kang Tejo masih tinggal di rumah kami untuk menemani setiap harinya.

"Aku pikir tuh si Tejo masih tinggal di rumah sampeyan, Pak." ucap Pak Ratno saat Bapak memanggil beliau untuk meminta tolong merawat Kang Tejo yang lemah karena tak masuk makanan ataupun minuman sedikitpun selama dua hari.

"Sudah ndak lagi, Pak. Katanya waktu itu Kang Tejo sudah baikan. Dia juga kepikiran sama kerbaunya terus kalau tinggal sama saya terlalu lama."

Dengan telaten Bapak menyuapkan makanan berupa bubur ke mulut Kang Tejo. Namun rupanya Kang Tejo sudah kesusahan untuk menelan makanan. Sehingga makanannya hanya tinggal di dalam mulut saja.

"Sepertinya sudah waktunya, Kang." ujar Pak Ratno pada Bapak membuat Bapak beristighfar.

"Saya panggil beberapa warga lainnya, Pak. Dan juga Pak Kyai untuk membimbing Kang Tejo." ujar Bapak di setujui oleh Pak Ratno.

Tak beberapa lama rumah Kang Tejo sudah dikerumuni oleh banyak warga. Ada yang membersihkan halaman rumahnya, ada yang memasang terpal untuk tenda dan menata bangku-bangku yang dipinjam dari desa. Pak Kyai juga sudah meminta bantuan warga untuk menggelar pengajian bersama guna mendoakan Kang Tejo supaya dimudahkan dalam menghadapi sakaratul mautnya.

Aku memeluk tubuh Ibu. Ku dengar lantunan doa juga keluar dari bibir beliau. Tubuh Kang Tejo terlihat pucat dan kurus. Mungkin karena tekanan yang akhir-akhir ini beliau alami membuat tubuhnya drop.

"Kasihan Tejo. Hidupnya sebatang kara. Andaikan dia mau menikah, mungkin ada yang merawatnya di akhir hidupnya seperti ini." terdengar beberapa tetangga saling berbisik.

"Inna lillahi wa inna ilaihi raji'un".

Ibu menghela nafas panjang. Beliau langsung berdiri dan bergegas menemui Ibu-ibu yang berada di luar untuk mengabarkan kalau Kang Tejo sudah tiada. Semua saling bahu membahu menyiapkan peralatan untuk memandikan jenazah Kang Tejo dan juga untuk Ibu-ibu mulai sibuk meronce bunga untuk nanti di pasang pada keranda yang digunakan untuk menggotong jenazah Kang Tejo. Saudara Kang Tejo yang rumahnya cukup jauh, berbeda kecamatan dari kami juga sudah dikabari. Untung saja ada salah satu warga yang tergolong kaya mau meminjamkan sepeda motornya untuk digunakan untuk mengabarkan kematian saudaranya.

Isak tangis mengiringi kepergian Kang Tejo. Kakaknya yang tinggal di desa sebelah hanya bisa menangis saat jasad kaku adiknya di bawa menuju makam. Bukan karena tak peduli dengan kondisi adiknya saat sakit, namun karena keterbatasan membuat beliau jarang sekali mengunjungi adiknya yang hidup sebatang kara. Yu Tarni sudah sepuh, suaminya pun demikian. Untuk berjalan jauh mereka sudah tak sanggup. Apalagi saat itu tak banyak orang memiliki kendaraan sendiri.

Terpopuler

Comments

alena

alena

kasian kang tejo

2022-04-17

0

Rini

Rini

semangat thor😊😊😊

2022-04-02

1

lihat semua
Episodes
1 Munculnya teror 1
2 Munculnya teror 2
3 Sosok pocong disekitar rumah
4 Misteri munculnya pocong di desa
5 Penampakan Di Rumah
6 Di Ikuti Pocong
7 Sosok Misterius
8 Ketukan Tengah Malam
9 Yu Siti Bertemu Pocong
10 Yu Siti Syok
11 Makam Di Bongkar
12 Sosok Hitam Di Kaki
13 Teror di dapur
14 Kang Tejo Berpulang
15 Suara Ketukan
16 Misteri Kematian Samsul
17 Niat Pembongkaran Makam
18 Sosok Mencurigakan
19 Minta Tolong
20 Sesuatu yang Ditemukan
21 Penemuan Anggota Tubuh Yang Hilang
22 Mengembalikan Anggota Tubuh yang Hilang
23 Sosok Tanpa Wujud
24 Bu Dayat Kesurupan
25 Siapa Laki-laki itu
26 Bu Dayat
27 Penyebab Meninggalnya Bu Dayat
28 Penemuan Mayat di Bawah Pohon
29 Persiapan Pengajian
30 Hasil Otopsi
31 Tersangka
32 Mas Samsul Kembali
33 Pak Dayat Ditangkap
34 Siapa Pelakunya?
35 Keadaan Desa Yang Berbeda
36 Suara Minta Tolong
37 Yu Siti Terganggu
38 Kuburan Jugruk
39 Suara-suara di Rumah
40 Ibuku yang malang
41 Ibu Sakit
42 Ibu Kembali
43 Hukuman Pak Dayat
44 Keributan di Rumah Pak Dayat
45 Pak Dayat Jadi Pocong
46 Pocong di kebun Yu Siti
47 Di ikuti Sampai Rumah
48 Penemuan Barang Keramat
49 Rencana Warga
50 Rencana Pak Soleh
51 Budhe Ratmi Kesurupan
52 Malam Jumat Kliwon
53 Pengajian Di Rumah Pak Dayat
54 Keadaan Mencekam Di Rumah Pak Dayat
55 Akhir Dari Teror Di Desa
Episodes

Updated 55 Episodes

1
Munculnya teror 1
2
Munculnya teror 2
3
Sosok pocong disekitar rumah
4
Misteri munculnya pocong di desa
5
Penampakan Di Rumah
6
Di Ikuti Pocong
7
Sosok Misterius
8
Ketukan Tengah Malam
9
Yu Siti Bertemu Pocong
10
Yu Siti Syok
11
Makam Di Bongkar
12
Sosok Hitam Di Kaki
13
Teror di dapur
14
Kang Tejo Berpulang
15
Suara Ketukan
16
Misteri Kematian Samsul
17
Niat Pembongkaran Makam
18
Sosok Mencurigakan
19
Minta Tolong
20
Sesuatu yang Ditemukan
21
Penemuan Anggota Tubuh Yang Hilang
22
Mengembalikan Anggota Tubuh yang Hilang
23
Sosok Tanpa Wujud
24
Bu Dayat Kesurupan
25
Siapa Laki-laki itu
26
Bu Dayat
27
Penyebab Meninggalnya Bu Dayat
28
Penemuan Mayat di Bawah Pohon
29
Persiapan Pengajian
30
Hasil Otopsi
31
Tersangka
32
Mas Samsul Kembali
33
Pak Dayat Ditangkap
34
Siapa Pelakunya?
35
Keadaan Desa Yang Berbeda
36
Suara Minta Tolong
37
Yu Siti Terganggu
38
Kuburan Jugruk
39
Suara-suara di Rumah
40
Ibuku yang malang
41
Ibu Sakit
42
Ibu Kembali
43
Hukuman Pak Dayat
44
Keributan di Rumah Pak Dayat
45
Pak Dayat Jadi Pocong
46
Pocong di kebun Yu Siti
47
Di ikuti Sampai Rumah
48
Penemuan Barang Keramat
49
Rencana Warga
50
Rencana Pak Soleh
51
Budhe Ratmi Kesurupan
52
Malam Jumat Kliwon
53
Pengajian Di Rumah Pak Dayat
54
Keadaan Mencekam Di Rumah Pak Dayat
55
Akhir Dari Teror Di Desa

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!