Priska melajukan kendaraan roda empat dengan kecepatan tinggi. Sepanjang jalan ia menahan amarah, bisa bahaya jika emosinya sampai meluap. Berkali-kali ia membunyikan klakson untuk menyelip kendaraan lain yang dirasa menghalang jalannya.
"Agghh, minggir!"
Tiiin. Tiiin.
"Hei! Pelankan kendaraanmu." Salah satu pengendara mobil yang geram sampai meneriakinya. Tapi ia tidak peduli, kendaraannya tetap melaju pesat.
Hanya dalam hitungan menit, kini ia sampai pada sebuah gedung mewah. Gedung yang menjadi perkumpulan club para kaum elit. Dengan berbekal rasa kesal ia menuju ke pintu utama.
"Tolong tunjukkan kartu anda, Nona!" Dua penjaga yang siaga berdiri di depan pintu meminta Priska menunjukkan kartu anggota club. Gadis itu merogoh ke dalam tas mininya, mencari benda kecil yang diminta dalam dompet lalu memberikan pada mereka. Kartu dengan logo gold membuktikan bahwa Priska anggota yang tercatat sebagai kelas dengan tingkatan platinum. Mereka mulai men-scan-nya, tertera nama Priska sebagai salah satu anggota keluarga Sharta Grup, mereka kembali menyerahkan kartu itu pada Priska.
"Silahkan masuk, Nona." Keduanya mengulurkan tangan mempersilahkan Priska masuk. Gadis itu langsung melenggang ke dalam. Kini, yang ada dalam isi kepalanya hanyalah mencari sosok Airen.
Di mana kamu, Jal*ng. Aku akan langsung mencabik-cabik saat menemukanmu.
Ia masih berada dalam lift, belum juga tampak batang hidung Airen di depan mata, ia sudah siap mengepal kuat tas mini di tangannya. Mungkin ia berniat untuk melayangkan tas itu ke wajah Airen saat berjumpa nanti.
Ting.
Lift itu berbunyi satu kali. Tanda kalau kini ia sampai pada tujuannya di gedung teratas.
Ia keluar dan langsung menuju ruang eksklusif, dua penjaga terlihat berdiri di sisi gawang pintu, tapi mereka tak menahan Priska, melainkan hanya menunduk.
Tak menghiraukan oleh sikap ramah mereka, Priska langsung masuk begitu pun dengan matanya yang langsung menelisik ke sekitar. Puluhan meja dan sofa mewah terhampar luas di sana, juga nuansa lampu hias kuning keemasan di bagian langit-langit, berpadu dengan karpet bercorak motif arabic berwarna kemerahan, membuat suasana terlihat benar-benar ekslusif.
Mata Priska terbuka lebar, menyapu setiap inci ruang luas itu. Tawa gelahak para pengunjung anggota club meramaikan suasana, tak luput sejumlah minuman beralkohol tersebar di setiap meja menjadi sajian utama. Puluhan wanita dengan pakaian nyaris terbuka bergandeng tangan dengan pasangan pria yang berbalut jas. Di tangan mereka masing-masing menggenggam gelas piala berisikan wine.
Gadis itu memicingkan mata. Seorang wanita dengan rambut pirang kini menjadi sorotan utamanya.
Di sana kau rupanya.
Senyumnya sudah mengembang tipis, nyaris menaikkan seutas bibirnya ke atas. Dengan geram ia mendekat ke arah meja yang jelas kumpulan manusia di sana tak sebanding dengannya jika menyerang. Bermodal nekad Priska mendatanginya. Tapi tunggu, siapa Pria yang menggandeng tangannya itu. Pria yang tertawa keras bersamanya.
Priska berjalan ke arah kiri agar wajah pria itu dapat terlihat dengan jelas.
Dan ....
Deg.
Seketika jantungnya terasa berhenti berdegub. Dadanya sesak.
Joshua? Jadi benar berita yang kulihat itu? Benar-benar ular berbisa, bagaimana bisa dia bergerak sangat cepat.
Kini, emosinya 2 kali lebih panas dari sebelumnya.
"Brengs*k kalian!" hardiknya. Membuat semua kumpulan di sana menoleh padanya. Mereka terkejut tetapi sesaat kemudian tersenyum meledek.
"Hei, lihat! Siapa yang datang?"
Priska bersitatap kuat dengan Joshua, pandangan pria itu terlihat datar, seakan tak melakukan kesalahan apapun.
"Hei, Priska, kau ini bernyali juga ya datang ke kumpulan ini. Apa kamu sudah tidak punya rasa malu?" ledek temannya itu, membuat seisi kumpulan tertawa padanya. Sedang Airen hanya melempar senyum penuh kemenangan.
"Airen, kau benar-benar picik!"
"Aku picik? Hmm ... kenapa kau mengataiku begitu?"
Priska tak membalas, hanya napasnya yang kini mulai kembang-kempis. "Joshua, pengkhianat kau! Mulai sekarang, tidak akan ada lagi hubungan di antara kita!"
"Sayaang," desah Airen manja pada Joshua. Tangannya lincah menjelajahi dada bidang Joshua, menyentuh lembut dasi yang dikenakan pria itu. "Apa yang dikatakan gadis itu, apa benar kalian menjalin hubungan?"
"Tentu saja tidak, Sayang. Mana mungkin aku tertarik dengan wanita yang sudah menikah!" jawabnya membelai lembut wajah mulus Airen.
Jawaban Joshua seakan menjadi busur yang memanah tepat di atas dada Priska, tertusuk hingga tembus melalui punggung.
Apa?
Joshua! Tak kusangka kau tega melakukan ini padaku, setelah apa yang sudah kuberikan padamu ....
Air mata Priska langsung terbendung, matanya merah berapi, tapi ia masih berusaha mempertahankan benteng bendungan itu agar tidak sampai tumpah di sana. Ia tak ingin terlihat lemah dengan membiarkan bara api di matanya sampai padam, bahkan untuk setetes pun tak akan ia biarkan air mata mengalir di antara kedua pipinya.
Jangan sampai menitik, Priska. Jangan!
Ia menatap lekat Joshua yang masih memancarkan raut datar seakan tak berdosa.
Baiklah kalau ini maumu. Mulai sekarang aku tak akan pernah menghubungimu lagi. Kau sudah kuhapus dari daftar pria calon masa depanku. Begitulah hatinya bergumam.
Tak ingin berlama-lama dipermalukan, Priska akhirnya memilih pergi. Sedang tawa meledek masih menggema di sana.
Sepanjang jalan ia masih menahan tangisnya, hingga tiba di mobil tangis itu pecah. Sudah tak kuat lagi menahan bendungan yang ia ciptakan sendiri, gadis itu benar-benar menyesal telah percaya pada ucapan manis Joshua yang menjanjikan sejuta harapan padanya.
"Brengs*k kamu Joshua!" Priska meluapkan kekesalannya, memukul-mukul setiran mobil yang tak berdosa, menjadikannya alat pelampiasan kekesalan.
*****
"Nona, biar kami saja yang melakukannya." Beberapa perawat berusaha menahan Prilly saat ia membersihkan tubuh ayahnya, menyeka bagian lengan dan dada.
"Gak apa-apa, saya sudah biasa melakukan ini sebelumnya. Lagipula, hanya ayah satu-satunya keluarga yang saya punya, saya masih ingin berbakti padanya."
"Tapi, Nona. Kami tidak ingin dikatakan pemakan gaji buta."
"Ha-ha-ha, kalian berlebihan. Aku pulang kan cuma sehari, bagaimana bisa kalian merasa makan gaji buta. Sudah, biarkan aku mengurus ayah sebentar."
"Baiklah, kalau itu yang Nona inginkan." Mereka akhirnya menyerah, membiarkan Prilly melakukannya, membuat senyum gadis itu mengembang untuk mereka.
"Prilly!" panggil ayahnya pelan.
"Ya, Ayah."
"Kamu ke mana saja, sudah 2 hari kamu baru pulang, apa kamu tahu bagaimana sedihnya ayah tanpa dirimu?" Buliran kristal tampak membendung di pelupuk mata ayahnya. Tapi Prilly lebih dulu menumpahkan miliknya. Ia langsung menyeka dengan satu tangan. Berusaha menutupi kenyataan bahwa ia juga sangat sedih berpisah dengan ayah. Meski selama bersama ia sering mendapat perlakuan kasar, juga bentuk makian dari ayahnya, tetap saja Prilly menyayanginya, karena hanya ayah satu-satunya keluarga yang tersisa.
"Maafkan Prilly sudah meninggalkan Ayah. Prilly hanya berusaha bekerja lebih keras untuk membuat kehidupan kita lebih nyaman."
"Prilly, kamu sudah banyak berkorban, jika suatu saat kamu sudah mendapat apa yang kamu mau, segeralah pulang."
"Emm!" Ia hanya berdehem pelan.
"Kalau Ayah boleh tahu, sebenarnya pekerjaan apa yang kamu lakukan di luar sana?"
Deg.
Seketika Prilly gugup, bicaranya bahkan mulai terbata.
"Ah, itu, anu ...."
Ayah Prilly memutar kepala menghadap gadisnya. Menunggu jawaban, tapi yang ia dapat hanya kata-kata yang tersendat.
"Prilly, kenapa bicaramu tersendat begitu?"
Prilly sudah mulai memucat. Pun dengan seluruh perawat di belakangnya, mereka juga memilih bungkam, meski sebenarnya mereka juga tahu pekerjaan yang kini digeluti nona muda itu.
"I-itu, Prilly, hanya bekerja sebagai penjaga bayi." sahutnya berdusta.
"Maksudmu, Baby Sitter?" jawab ayahnya cepat.
"Iya, Ayah. Prilly bekerja sebagai Baby Sitter."
"Hmm, baik sekali tuanmu itu, kau hanya bekerja sebagai penjaga bayi, tapi mereka sampai mengirim lima perawat untuk menjaga ayah. Rasanya sungguh tidak masuk akal."
"Ya Ayah, mereka memang sepasang suami-istri sekaligus majikan yang baik."
"Iya, beruntung sekali dirimu, Nak!"
"A-ha-ha, iya!" sahutnya canggung.
Huh, aku terpaksa memujimu, Tuan Revan dan Nona Priska.
Bersambung ....
Next cerita ....
Sepertinya next baru saya bisa suguhkan kisah kunjungan Tuan Harlem bersama ibunya ke apartemen Revan, maaf dari kemarin selalu menjanjikan bagian itu, tapi ternyata setelah diuraikan masih belum sampai juga. 😂🙏
Jangan lupa tinggalkan komen yang menggemaskan, like dan vote juga sangat bermanfaat buat saya, itu saja dulu yaa, selamat membaca 🤗
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 60 Episodes
Comments
Theresa Lydia🐣✨
makanya jadi cewe tuh jangan selingkuh saat udah menikah jadi Weh dapat balasan yang setimpal,Revan dan Joshua pun sudah berpaling dari Priska 🤭🤭🤭🤭🤭🤭🤭
2020-11-29
5
Tiara Holika
mengamati karma priska
2020-10-15
1
Endang Suwarsih
deg deg kan
2020-07-14
1