Sore hari menjelang kedatangan Priska ke kontrakan yang di tempati oleh Prilly dan ayahnya.
Hari sebelum Priska membawa Prilly ke hadapan Tuan Revan.
*****
Sore itu ....
Prilly melepas sendalnya, masuk lalu menggantinya dengan sandal rumah. Ia baru saja pulang, usai bekerja di pasar lokal.
Begitu tiba, ia tak langsung mandi atau sekadar mengganti pakaian. Ia justru menuju dapur, meraih pisau, meracik beberapa batang wortel dan buah kentang yang ia bawa dari pasar, untuk kemudian memasaknya dalam satu panci sedang. Sayur sup menjadi pilihan menu makan malam.
Ia harus segera memasak, membuat menu yang akan menjadi makan malam bersama ayahnya itu.
Ayahnya memang nyaris lumpuh, tapi masih bisa berbicara dengan sangat fasih.
"Prilly, kenapa baru pulang sekarang? Apa kamu tidak tahu betapa laparnya ayah menunggumu pulang, hah?"
Seperti biasa, nada bicara sang ayah selalu terdengar menggertak. Ya, itu karena semasa sehat dulu, ayahnya termasuk pria pemabuk berat, penjudi, juga tukang hutang. Membuat istrinya pergi meninggalkannya beserta putri yang saat itu masih menduduki bangku sekolah dasar. Ya, putri itu tak lain adalah Prilly yang kini menjelma menjadi gadis dewasa.
Prilly diam tak menjawab pertanyaan ayahnya itu. Ia memilih menyibukkan diri dengan memotong-motong sayuran di atas meja dapur di samping tempat memasak. Gadis itu memang cukup sabar menghadapi sikap kasar ayahnya.
"Heh, Anak Haram!" hardik ayahnya kesal karena Prilly tak kunjung menghiraukannya. Bukannya Prilly ingin bertingkah durhaka dengan mengabaikan ayahnya, ia hanya lelah jika harus berdebat setelah seharian bekerja mencari nafkah. Namun, panggilan dengan sebutan 'Anak Haram' itu berhasil mengacak-acak kesabarannya. Prilly menoleh pelan, dengan sorot lesu.
"Ayah, aku lelah, bisakah ayah membiarkanku memasak tanpa harus memakiku?"
"Kenapa? Kau tidak terima? Aku hanya mengatakan yang sebenarnya, ibumu itu seorang pelac*r, makanya dia pergi meninggalkanmu untukku. Aku bahkan tak tahu, pria mana yang sudah menidurinya hingga melahirkanmu."
Praak.
Prilly membanting baki yang berisi sayuran sop itu. Membuat potongan sayur itu berhamburan ke lantai.
"Cukup, Ayah! Berhenti menjelekkan ibu, itu tidak benar, ibu tidak seperti itu." Prilly tak kuasa menahan diri mendengar hinaan yang bahkan keluar dari mulut ayahnya sendiri.
Seketika ia beranjak pergi, berlari kecil keluar rumah untuk menenangkan diri dari rasa sakit yang mencabik-cabiknya hatinya itu.
Kucuran air mata langsung membanjiri wajah kusut gadis itu. Isakan tangis bahkan tak bisa ia redam. Namun, baru saja langkahnya berhasil berpijak di luar rumah, mendadak ia dikejutkan dengan kedatangan seorang wanita yang tidak asing, wanita itu dikawal oleh dua bodyguard di belakangnya.
Ia tak lain adalah Priska. Gadis yang datang itu langsung disambut oleh penampilan lusuh dan bau tak sedap dari tubuh Prilly yang memang baru saja usai bekerja di pasar ikan. Aroma keringat yang bercampur dengan bau amis nyaris membuat Priska merasa mual. Gadis itu sampai menutup hidungnya dengan satu tangan. Sedang sebelahnya lagi tampak mengibas-ngibas, berusaha mengusir aroma tak sedap itu.
"Hei, apa yang baru kamu kerjakan? Aroma tubuhmu membuatku mual, tahu!" Ia mendelik jijik. Sapaan yang seperti penghinaan itu manjadi awal percakapan mereka.
"Maaf, aku baru saja selesai bekerja di pasar ikan, dan belum sempat mengganti pakaian."
"Ougghh, huee!" Priska merasa mual hingga hampir muntah di hadapan Prilly.
"Prilly!" Teriakan yang berasal dari dalam. "Apa yang kamu lakukan? Cepat buatkan aku masakan, sekarang! Apa kau tidak tahu, aku sudah sangat lapar."
Seketika Prilly dan Priska terdiam mendengar suara hardikan yang datang dari dalam rumah itu.
"Prilly, jangan coba-coba kabur dari ayah. Kau jangan lupa, siapa yang sudah bersusah payah membesarkanmu!" Lagi, Prilly diam tak menyahut.
"Dia, ayahmu?" tanya Priska pelan. "Jadi .. ayahmu bertempramen kasar, ya?" Priska mencoba menebak kepribadian ayah Prilly dari caranya memperlakukan anaknya itu. Prilly mengangguk pelan.
"Kau bilang, ayahmu terkena stroke? Kau berbohong, ya?"
"Tidak, dia memang stroke, tapi masih bisa berbicara fasih."
"Hmm, jadi begitu. Oke, aku langsung ke intinya saja, ya. Kedatanganku ke sini untuk mengecek kebenaran dari data yang kamu sampaikan tadi pagi. Apa kamu sudah menyiapkan data yang kuminta?"
"Hmm, aku sudah menyiapkannya. Aku akan mengambilnya ke dalam. Apa Nona tidak ingin menunggu di dalam?"
"Tidak, di sini saja!"
"Umm!" Prilly mengangguk, lalu masuk ke dalam menuju kamarnya. Melewati kamar ayahnya yang sentiasa terbuka itu.
"Heh, Prilly, cepat selesaikan masakanmu!" Kembali ayahnya memerintah saat melihat anak gadisnya yang kembali masuk dan melintas di depan kamarnya.
"Maaf, ayah. Aku tidak bisa melanjutkan untuk memasak sekarang. Aku akan membelikan makanan siap saji saja nanti!"
"Hei, Prilly, apa maksudmu? Jika ingin membeli, harusnya sekarang! Jangan nanti, cepat bawakan makanan dan suapi aku."
Prilly hanya lewat menuju kamarnya, selang beberapa saat ia keluar dan membawa seberkas catatan nilai-nilai semasa kuliah dulu. Tak ia hiraukan ayahnya yang terus saja memanggil itu. Ia memilih mendatangi Priska saja di luar sana.
Masih terlihat Priska yang berdiri di teras rumah menghadap jalanan.
"Nona!" panggil Prilly padanya, membuat gadis itu menoleh. Ia mendekat dan langsung menyerahkan berkas saat sudah berdiri dengan jarak yang hanya setengah meter dengan Priska. "Ini berkas semasa kuliah saya dulu yang Nona minta," ucapnya menyerahkan lembaran kertas nilai kuliah itu pada Priska.
"Oke." Priska langsung menyerahkan berkas itu pada dua pengawal di belakangnya, untuk mengecek kebenarannya. Tanpa menunggu lagi, mereka segera mengeceknya.
"Ya, Nona, berkas ini nilainya bagus semua!" ucap mereka menerangkan. Priska melirik sekilas, kemudian mengangguk pelan.
"Oke, aku pengawalku sudah melihat berkasmu, jadi .. bisakah kita membuat kontraknya, sekarang?"
"Kontrak, secepat ini?"
"Ya, aku butuh cepat, aku tidak memberimu kesempatan kedua, tanda tangani kontrak kerjasamanya sekarang atau tidak sama sekali, tapi kamu dan ayahmu bisa angkat kaki dari rumah ini!"
Prilly terdiam sesaat. "Tapi, aku tidak harus ikut denganmu sekarang, 'kan?"
"Harus ikut, sekarang!"
"Lalu, jika aku ikut, bagaimana dengan ayahku?"
"Aku yang akan mengurusnya, akan kukirim beberapa asisten untuk merawat ayahmu. Atau jika kamu mau, aku juga bisa memberi fasilitas pengobatan agar ayahmu bisa kembali pulih!"
"Benarkah?"
"Ya, jadi, bagaimana? Kau bersedia tanda tangan sekarang dan ikut denganku?"
"Apa aku akan tinggal denganmu juga?"
"Ya, mungkin untuk beberapa waktu kau tidak perlu pulang dulu, tapi kau juga tidak akan tinggal denganku!"
"Maksud, Nona?"
"Kau akan tinggal dengan suamiku, sampai kau benar-benar mengandung anak dari benihnya!"
Deg.
Mengandung anak, kalimat itu sudah seperti petir di siang hari. Jantung Prilly seakan berhenti memompa. Ya, bagaimana tidak, gadis yang bahkan belum pernah melakukan hubungan badan itu harus merelakan rahimnya menjadi alas penyambung hidup dia dan ayahnya.
Semoga Tuhan mengampuni dosaku. Ia kini hanya bisa berdoa dalam hati.
Jangan lupa untuk menekan tombol favorit juga ya, biar gak ketinggalan upadetan terbarunya. 🤗🤗
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 60 Episodes
Comments
Masiah Firman
lanjut thour
2021-07-18
0
Mariaton
yang sabar fryli
2021-06-16
2
Santy Mustaki
Sabar prily....☹️☹️☹️☹️
2021-06-04
0