Eps 4

Prilly masih duduk di ujung ranjang di atas tempat tidur, waktu sudah menunjukkan pukul sepuluh malam, bunyi denting dari jarum jam bahkan semakin nyaring saja terdengar, suasana di apartemen yang hanya dihuni dua insan itu semakin hening.

Prilly sengaja menyalakan lampu tidur yang hanya memancarkan warna kekuningan, hingga suasana di kamarnya sedikit redup.

Dengan berselonjor kaki, ia membaca selembar kertas bertintakan peraturan selama tinggal bersama tuan muda itu.

"Apa maksudnya dengan semua peraturan ini? Dia sudah gila, ya?" gumamnya.

"Tidak boleh mengganggu ketenangannya, tidak boleh menyentuh semua barang yang bukan miliknya, tidak boleh menggunakan toilet luar, tidak boleh ...." Prilly terus membacanya hingga nyaris ke peraturan terbawah.

"Peraturan apa ini? Apa dia ingin membuatku seperti robot yang mematuhi semua peraturannya tanpa memikirkan perasaanku?" Prilly masih melanjutkan membaca. "Tidak boleh menggoda tuan muda, tidak boleh manja ...," sambungnya.

"Cih, pede sekali dia, dia pikir aku akan menggodanya." Lagi, Prilly kembali melirik lembar kertas yang hampir selesai ia baca. "Jika berhasil mengandung anakku, tidak boleh keluyuran, tidak boleh pergi tanpa izin, tidak boleh pergi sendirian ...." Tatapan mata Prilly sudah semakin menajam karena geram. Panas rasanya. Matanya sampai terasa perih membaca isi dari peraturan itu. "Huh, membaca peraturan ini membuatku lelah." Ia merebahkan tubuhnya sejenak. Menatap langit-langit yang mulai sekarang akan semakin sering ia lihat.

Prilly menggantungkan tangannya ke udara, membentuk bayang-bayang dari cahaya lampu tidur dengan jemarinya, mencoba mengingat kenangan manis masa kecilnya, dulu ia pernah merasakan dekapan hangat dalam keluarga yang harmoni, meski kini tinggal kenangan.

Tak terasa, buliran bening lolos dari kedua kelopak mata. Lagi, ia tak kuat menahan tangis jika membandingkan kehidupannya yang dulu dengan yang sekarang itu jelas benar-benar berbeda, yang sekarang begitu pahit dan menyiksa.

Ibu ... andai dulu ibu tidak selingkuh, mungkin ayah tidak akan berubah menjadi pria ********, pemabuk dan penjudi. Mungkin keluarga kita masih harmoni. Ayah juga tidak akan menderita stroke, dan aku ... juga tidak harus melakukan pengorbanan sebesar ini.

Bip.

Ponsel Prilly berkedip satu kali. Tanda bahwa kini ada sebuah pesan masuk yang harus segera ia cek.

Prilly meraihnya, membuka kunci lockscreen pada layarnya. Nama pengirim pesan yang tertera 'Tuan Sombong' langsung membelalakkan matanya.

"Tuan muda? Mau apa dia mengirimku pesan di saat malam begini? Dia tidak sedang memintaku untuk melakukan itu sekarang, 'kan? Tidak boleh! Aku bahkan belum siap!" Prilly sedikit gemetar saat membuka isi pesan yang datang dari tuan muda dingin itu.

'Kenapa belum mengirim juga surat perjanjiannya ke kamarmu? Apa kamu ragu menandatanganinya dan berniat membatalkan semua kontraknya?'

"Astaga, aku lupa. Dia kan menyuruhku menandatangani surat ini di bawahnya, dan mengirim ke kamarnya. Duh, bagaimana ini? Kenapa aku bisa sampai lupa? Pulpen mana pulpen?" Prilly sedikit gelabakan mencari benda kecil berwarna hitam itu. "Itu dia, ah akhirnya ketemu juga!" gumamnya yang langsung membuka penutupnya, mengarahkan ujung benda itu ke atas kertas yang sudah berstampel resmi.

"Tunggu, bukankah surat ini adalah penentu hidupku selama setahun ke depan, haruskah aku benar-benar menandatanganinya?" Prilly sempat berpikir sejenak, masih mengarahkan ujung pulpen ke bagian penerima surat. "Duh, kenapa sekarang aku jadi ragu begini?"

Bip.

Sebuah pesan kembali menyalakan layar ponsel Prilly yang sempat redup. Gadis itu takut-takut meliriknya. "Tuan muda lagi," gugup ia membuka.

Cepat, aku tunggu kau mengantar ke kamarku sekarang dalam hitungan sepuluh detik. Tertambat sedetik, kau harus angkat kaki dari apartemenku ini.

Deg.

Tak lagi berpikir dua hingga tiga kali, Prilly langsung menodai kertas berstempel itu dengan tandatangannya. Dan langsung menghambur keluar kamar menuju kamar tuan muda.

Ia sampain terengah-engah saat berlari.

Napasnya juga tersengal saat tiba di luar kamar tuan muda. Masih dengan susah payah mengatur napas, ia menggantung tangannya di handle pintu, sambil terhuyung melangkah ke dalam, begitu jarak mereka sudah dekat, ia menyodorkan kertas itu dengan kedua tanganya seraya menunduk.

"Ini .. ini surat perjanjiannya, Tuan. Sudah saya tandatangani di sana."

Pria yang duduk dan terlihat sibuk dengan laptopnya di atas sofa itu, melirik sekilas pada Prilly. "Sembilan detik, kau nyaris terlambat satu detik!" ucapnya dingin.

Apa? Dia benar-benar menghitungnya.

Mata Prilly nyaris terbelalak. "Apa kau sudah menandatanganinya?"

"Sudah, Tuan!"

"Jadi kau benar-benar bersedia mengorbankan dirimu demi sebuah rumah?"

"Ya, meski itu artinya aku harus kehilangan harga diriku!"

Revan langsung tertawa mendengarnya. "Cih, wanita mataduitan sepertimu, tapi masih berlagak memikirkan harga diri!" Kembali kata hinaan terlontar untuk Prilly.

Terus saja menghinaku, Tuan! Semoga Tuhan segera membalasmu.

Prilly diam tak nenyahut atau sekadar berontak kecil atas hinaan yang terlontar untuknya, membuat Revan mendongak pelan. Masih terpampang di hadapannya surat perjanjian yang disodorkan Prilly itu. Ia pun menarik kasar. Membaliknya dengan kedua tangan sambil terus menatap pada Prilly yang setia menunduk.

Dua tangannya sudah menggenggam kertas itu. Sepasang matanya langsung menyelidiki tandatangan di bawah sana.

Jadi, dia benar-benar menandatanganinya. gumam gadis itu dalam hati.

"Hmm, jadi karena kau sudah menandatanganinya, kapan kau bersedia aku mentransfer benihku?"

Apa? Transfer? Dia pikir rahimku ATM?

"Ah, itu .. bisakah Tuan memberi tenggang waktu agar saya siap?"

"Oke, kuberi kau waktu satu hari, jika setelah satu hari kau masih belum siap, maka kontrak itu akan di batalkan."

"Terima kasih atas kemurahan hati anda, Tuan!"

"Hmm, kembalilah ke kamarmu sekarang. Aku tak ingin berlama-lama melihat wajahmu!" Ia mengibas tangannya, mengusir Prilly agar segera berlalu.

Glek.

Jahat sekali dia! Aku lebih tak ingin berlama-lama menatap wajah sombongnya.

Prilly mundur perlahan, hingga langkahnya berhasil berpijak di lantai luar, barulah ia memutar tubuhnya kemudian beranjak menuju kamarnya. Sepanjang menuju kamar ia tak hentinya mengutuk sang tuan muda yang sombongnya sudah melampaui menara pencakar langit.

"Dasar tuan sombong, aku akan benar-benar menjauh darimu saat kontrak kita telah usai!" gerutunya.

Maaf lambat post, next novel ini akan update pertiga hari, dengan dua atau tiga chapter sekaligus. jadi tetap dukung novel ini dengan like, vote, dan komen kalian yah~

Jangan pelit untuk sekadar memberi komen, karena itu sangat berguna untuk meningkatkan power of excited author 🤭🙏🙏

Terpopuler

Comments

Heksa Suhartini

Heksa Suhartini

dinikahin dulu knapa thorrr Prilly dan Revan nya...kan seru

2021-07-30

1

Masiah Firman

Masiah Firman

proses bayi tabung.....jd gak kehilangan keperawanan

2021-07-18

0

Santy Mustaki

Santy Mustaki

Jangan jahat revan... Ntar bucin baru nyaho

2021-06-04

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!