Eps 17

Revan masih menggenggam erat tubuh Prilly yang terasa dingin di atas dadanya. Pintu lift sudah terbuka, ia keluar mendekat ke pintu depan apartemen. Meski sedikit susah, tapi Revan berhasil juga memasukkan kodenya.

Ia meletakkan Prilly di atas matras di dalam kamar miliknya. Ya, karena kini Priska mengisi kamar Prilly.

Revan juga meluruskan kedua kaki dan melipat tangan Prilly di dada. Satu buah selimut tebal langsung membantu menghangatkan tubuh Prilly.

Apa begini sudah benar, apa dia akan baik-baik saja? gumamnya ragu dalam hati.

Ia diam, cukup lama menatap lekat wajah gadis itu. Pikirnya, mungkin Prilly tengah tertidur.

"Apa yang Tuan lakukan?"

Revan tersentak. Astaga kupikir tadi dia tidur?

"Ah, apa sekarang kamu sudah merasa lebih baik?" tanya Revan.

"Emm," Lirih.

"Syukurlah, kalau begitu, kamu tidur saja dulu di kamarku malam ini."

"Terimakasih, tapi bagaimana dengan Tuan sendiri?"

"Kau tak perlu khawatir padaku, aku bisa tidur di sofa!"

Revan tak menyadari, kali ini ada secercah senyum mengembang di antara kedua bibirnya saat bicara pada gadis itu.

Tuan Revan ternyata masih memiliki sikap lembut, kupikir selama ini dia hanya pria sombong dan dingin. Cukup lama Prilly menatapnya tanpa berkedip, membuat Revan sedikit canggung.

"Tuan?"

"Ya?"

"Anda manis saat tersenyum!"

Deg.

Ungkapan Prilly berhasil membuatnya terdiam sejenak dengan tatapan tak berkedip.

Apa? Baru saja dia memuji kan?

Ia masih menatap lekat.

Dag dug.

Dag dug.

Ada apa denganku? Kenapa aku merasa gugup begini, kenapa juga senyumnya terlihat begitu manis dan hangat?

Desiran darah langsung mengalir hangat menuju puncak kepala. Rona di pipi Revan bahkan sudah nyaris berwarna pink.

"Ah, begitukah?" jawabnya canggung.

"Em." Gadis itu mengangguk kecil, masih dengan senyuman di sana.

Revan sedikit canggung. "Kalau begitu, aku akan keluar sekarang." Pelan ia menutupnya. Saat kedua lengan Revan hampir menghilang di balik pintu, tiba-tiba kembali ia membuka. "Ahh, anu ...,"

"Em?"

"Tidak, hanya .. jika ada yang kamu perlukan, kirim saja pesan melalui ponselmu!"

Senyum manis Prilly lemparkan sebagai jawaban 'ya' atas ucapan Revan.

"Baiklah, selamat beristirahat."

Kali ini, pintu itu benar-benar tertutup rapat.

Duh, ada apa denganku? Revan mulai melangkah menuju Sofa. Membaringkan tubuhnya di sana. Masih terlintas wajah Prilly dalam benaknya. Kenapa sekarang dia serasa hantu?

Sementara itu, Prilly yang juga masih belum memejamkan mata, sibuk dengan pertanyaan yang kini menggeluti isi kepalanya.

Tak kusangka Tuan Revan begitu baik, hmm tapi siapa kira-kira tamu yang berkunjung tadi, sepertinya dia cukup berkuasa.

Ia melamun untuk beberapa saat hingga tersadar. 'Oh iya, tapi kenapa tuan muda mengantarku ke kamarnya, kenapa tidak dikamarku saja, aneh. Ia menelisik ke sekitar.

Huh, kamar ini mengingatkanku pada kenangan pahit.

Prilly mulai menekan pelipis, lalu membalut sempurna tubuhnya dengan selimut.

Jangan pikir yang tidak-tidak, Prilly. Gadis itu berusaha men-support diri sendiri.

******

Sinar mentari kembali menyapa pagi. Cahaya hangatnya menerobos masuk pada dinding kaca di kamar Prilly.

Priska terbangun. Ia mengusap kedua mata. Menyibak selimut yang sejak semalam menghangatkan tidurnya. Gadis itu belum menyadari akan keberadaannya yang sejak semalam tidur di kamar Prilly.

Perlahan ia beringsut dari ranjang. Berjalan gontai menuju kamar mandi untuk membersihkan diri. Hingga kepalanya terbentur dinding barulah ia mulai tersadar.

"Aduuuh," ringisnya pelan. Mengusap jidat yang baru saja menjadi korban kecerobohan. "Tunggu!" Ia tersadar penuh. "Sepertinya ini bukan kamarku, di mana aku, sebenarnya apa yang terjadi?"

Priska memutar tubuhnya, mengurungkan niat awal dengan tujuan mandi di bathub. Ia memilih menuju pintu kamar.

Krieeet.

Pelan ia membuka, khawatir kalau saja ia sedang diculik, maka itu artinya para penjahat sedang menunggu berjaga di luar, tapi sepertinya ia salah menduga.

Priska melangkah pelan. Kini, seluruh arsitek ruangan mewah itu tampak jelas.

"Tunggu, sepertinya ini apartemen Revan." Ia mengusap-usap mata, hanya ingin memastikan bahwa itu bukanlah mimpi. "Sepertinya aku tidak bermimpi."

"Pagi, Nona. Anda sudah bangun?" Priska menoleh ke arah suara. Dua orang wanita dengan pakaian khas pelayan menyapa ramah. "Oh, pelayan!"

"Ya, semalam Nona mabuk, dan mampir ke kediaman Tuan Revan, Tuan Harlem menelepon dan meminta kami mengurus anda."

Tuan Harlem, sebenarnya apa yang terjadi .. apa itu artinya, kenapa alu bisa ada di sini. Terakhir kali aku hanya ingat berada di bar. Apa Revan yang menjemputku ke sini, apa artinya sepanjang malam aku tidur bersama Revan? Ahh mimpi apa ini ....

Ia mulai tersenyum seorang diri.

"Kalau begitu, di mana Tuan Revan?"

"Tuan Revan?"

"Ya."

"Sepanjang malam beliau tidur di sofa."

Jleb.

"Apa? Kalian serius?"

"Iya, Nona."

'Huh, yang benar saja. Istrinya ada di sini, dia malah memilih tidur di sofa. Oh iya, di mana gadis kampung itu, dia tidak berniat menggoda suamiku Revan, bukan?

"Baiklah, kurasa sekarang aku sudah lebih baik. Terimakasih sudah menjagaku, kalian bisa pulang sekarang, sampaikan salamku untuk nyonya dan Tuan Harlem."

"Baik, Nona Muda." Mereka menunduk, lalu pergi ke sebuah ruang kecil, tampak mengemas beberapa barang sebelum pergi.

Priska mengendap menuju sofa. Dari sana, terlihat ujung selimut menjuntai nyaris menyentuh lantai.

Itu pasti Revan.

Ia masih mengendap ke sana, sampai. Kini terlihat jelas sosok Revan terbaring di atas sofa.

Ia mulai menghampiri sang suami sandiwara yang terlelap itu, mendekatkan kepalanya hingga jarak antara mereka hanya sejengkal, Priska mulai berjongkok tepat di depan wajah Revan.

Hmm, setelah aku perhatikan, suamiku memang tampan. Kenapa aku baru menyadarinya. Harusnya aku bersamanya saja bukan bersama Joshua si pengkhianat itu.

"Revan sayaaang," Priska memanggil pelan, membuat pria itu menggeliat kecil. Ia belum bangun, hanya desahan napasnya yang terdengar agak mengigau.

"Revan, aku di sini, apa kamu tidak merindukanku?"

"Ya, aku merindukanmu, Prilly!" jawabnya setengah sadar, membuat Priska yang tadi tersenyum manja seketika berubah kecut. Ia sampai berdiri untuk menjauh dari pandangan yang sebelumnya berdekatan itu.

"Revan!" panggilnya manja, menggoyang pelan tubuh Revan. Kali ini suaranya sedikit keras, membuat Revan tersadar dari tidurnya. Pria itu mengerjap, dan langsung kaget mendapati Priska yang kini melekatkan tangannya di badan pria itu. Spontan Revan menepisnya.

"Apa yang kamu lakukan, singkirkan tanganmu dari tubuhku!"

"Ahh!" Priska terkejut dengan respon Revan, tapi ia masih berpikir positif. "Revaaan, kenapa nada bicaramu kasar begitu sih, aku ini kan istrimu!"

"Cih, kau mengigau, ya. Sepertinya bekas alkohol semalam belum sepenuhnya hilang dari badanmu. Pergi, cuci wajah berantakanmu, dan jangan coba menyentuhku lagi, kamu membuatku mual, tahu!" decih Revan bangkit. Ia langsung menuju bathroom yang berada di luar kamar. Sementara itu, Priska sedikit terhenyak melihat kenyataan Revan sama sekali tak lagi melirikhnya, sebaliknya mengatainya berwajah berantakan dan membuat mual.

Apa, wajahku membuatnya mual. Aghh keterlaluan sekali dia.

"Revan!" Priska mulai berdiri, geram ia juga mengepal erat kedua tangan. Sedang penampilannya sudah tampak seseram kuntilanak.

"Ck, apalagi."

"Kamu .. beraninya kamu mengataiku begitu!"

"Memangnya kenapa, lagipula kenapa juga kamu datang ke apartemenku, kamu bahkan hampir mengacaukan sandiwara kita, tahu!"

"Apa maksudmu?"

"Biar aku beritahumu. Orangtuaku berkunjung tadi malam, dan kamu dengan bau alkohol datang ke apartemenku. Kamu hampir mengacaukan segalanya."

"Kenapa? Hanya karena hal itu kamu marah, apa sandiwara ini lebih penting daripada aku?"

"Tentu saja!"

"Apa??"

"Kita sudah menjalaninya, aku tidak suka membatalkan sesuatu yang sudah terlanjur berjalan."

"Tapi, Revan ...."

"Sudahlah, aku sibuk, aku mau bekerja."

"Apa semua ini karena gadis kampung itu?"

Pernyataan itu berhasil menghentikan langkah Revan. Ia memutar tubuhnya menghadap Priska.

"Jadi aku benar ya, semua ini karena gadis kampung itu!" Senyumnya terlihat sinis setengah menghina.

"Cukup, Priska! Aku tak ingin mendengar kamu mengatakan dia gadis kampung lagi!"

Apa? ... bahkan sekarang Revan mulai membelanya.

"Tapi, Revan ...."

"Tidak ada kata tapi, kamu yang sudah mengirim dia padaku, apa kamu tidak bisa melihat pengorbanannya, dia bahkan rela mengandung anak yang mana seharusnya kamu yang menjalani itu."

Priska terdiam mendengarnya.

Apa? Jadi ... apa mungkin sebelumnya Revan sempat menginginkanku?

Keduanya hening. Hanya pandangan mata mereka yang saling beradu, menggantikan obrolan yang kini mulai tersendat. Pandangan Revan terlihat dingin dan penuh kebencian, sedang Priska terlihat penuh penyesalan.

"Revan, bisakah kita memulai semua dari awal lagi?"

"Apa? Kamu benar-benar masih mabuk rupanya."

Bersambung ....

Terpopuler

Comments

Ite

Ite

enak benar ya Prisa.. setelah dibuang yoshua mulai pilih plg ke pangkuan suami

2021-06-13

1

𝑨𝒓𝒚𝒏_𝑫𝒊𝒂𝒏

𝑨𝒓𝒚𝒏_𝑫𝒊𝒂𝒏

Heleh! 😒

2021-04-06

1

Yanti Agejul

Yanti Agejul

hmmm minta di jedotin lagi kepalanya si Priska......👿👿👿

2020-12-10

4

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!