Eps 5

Suasana pagi yang belum menunjukkan adanya tanda-tanda kehadiran mentari di sambut oleh kehadiran Prilly. Gadis itu masih terlihat kusut dengan menggunakan piyama, rambutnya bahkan sedikit acak-acakan.

Hamparan embun pada daun-daun hijau di sana menyapu pandangan Prilly saat ia keluar apartemen dengan menyeret sebuah troli kecil.

Ya, gadis itu memang sudah terbiasa bangun disaat yang lain masih terlelap, juga berhubung karena kini ia tinggal bersama pria yang bisa dikatakan suami sekaligus majikan itu.

Ia menyeret troli yang menampung setumpuk sampah ke pembuangannya. Decitan roda kecil troli sampai menggema karena pagi itu benar-benar masih sepi. Gadis itu terlihat menggerutu seorang diri, seperti mengutuk seseorang.

"Dasar, tuan muda sombong sialan! Pekerjaan berat begini dia masukkan dalam daftar surat perjanjianku! Apa-apaan dia. Apa dia juga akan membiarkanku melakukan ini setelah aku hamil nanti!" Sesekali nadanya terdengar mendesah kala ia harus menggunakan tenaga ekstra untuk mengangkat benda itu ke dalam bak sampah.

"Aggghhh! Sampah ini berat sekali, aggghhh!" Tangan kecilnya bahkan terlihat bergetar saat mencoba menaikkan benda itu. Tanpa ia sadari, sepasang mata pria yang sedari tadi bersandar pada mobil tengah memperhatikannya. Pria itu menertawakan gelagat Prilly yang terlihat bodoh di matanya, dan ketika Prilly mulai oleng saat memporsir tenaganya yang tidak sebanding dengan berat sampah itu, seketika saja sang pria tadi berlari ke arahnya, menangkap benda itu, dan langsung mengambil alih, membuang sampah, tugas yang harusnya diselesaikan oleh Prilly itu.

Siapa pria ini?

Prilly sampai terkejut saat tiba-tiba seseorang datang menolongnya.

"Kenapa kau tidak minta bantuan laki-laki jika kamu tidak mampu. Apa kamu tinggal sendirian di apartemen ini?"

"Ehh!" Bukannya menjawab, Prilly justru terlonjak kaget karena pria itu bicara dengannya.

Dia bicara denganku?

"Hai Nona? Kau mendengarku atau tidak? Atau jangan-jangan kamu bisu, ya?" ucap Pria itu, lalu terlihat benda menyala dalam kantung kemejanya, barulah ia mengalihkan pandangannya pada Prilly. Segera ia meraih benda itu dan menempelkannya ke sela telinga.

Ia menjauh sejarak dua meter lalu bicara, masih terdengar jelas percakapannya dalam telepon itu.

"Iya, Tuan, saya sudah berada di bawah!"

Tak ingin memedulikan hal yang bukan urusannya, Prilly memilih melenggang pergi untuk kembali ke apartemen tapi baru saja langkahnya memasuki koridor, tiba-tiba ia bertabrakan dengan seseorang yang hampir membuatnya terjatuh.

"Heh, apa kamu gak gunakan matamu saat berjalan? Ish, bajuku bisa kotor!"

Prilly mendongak, dan terkejut. "Tuan?" Pandangan mereka bersitatap sekilas, lalu Revan mengibas-ngibas jasnya, bertabrakan dengan Prilly sudah seperti tertabrak benda kotor saja. Mungkin karena ia mengingat Prilly baru saja keluar untuk membuang sampah. Ia sedikit berdecak kesal sebelum meninggalkan Prilly.

"Ck, merepotkan saja!" keluhnya yang terlihat menjauh, lalu di seberang sana berbicara dengan pria yang menolongnya tadi. Pria itu terlihat ramah dan patuh pada Revan.

"Oh, jadi pria itu anak buahnya?" gumam Prilly. Gadis itu kembali melangkah masuk ke dalam liff dengan menekan tombol angka sepuluh. Ya, apatemen Revan memang berada di tingkat sepuluh.

Ting.

Sesampainya, Prilly keluar menuju pintu kamar, menekan beberapa angka pada tombol pengunci pintu itu.

Klap.

Terbuka, Prilly langsung masuk, menutup rapat pintu yang kembali terkunci otomatis, lalu mengganti sandalnya dengan sandal rumah.

"Huh, lelah sekali! Hampir semalaman aku bergadang gara-gara memikirkan nasibku nanti malam," gumam Prilly. Ia masuk ke kamarnya, melepas pakaian untuk kemudian membersihkan diri. "Untungnya kamar ini sudah di fasilitasi dengan kamar mandi, jadi aku tidak perlu repot-repot keluar!"

Tak ingin menyia-nyiakan waktu, Prilly langsung membersihkan diri di dalam bathub. Membasahi rambutnya dengan menyalakan shower yang airnya otomatis jatuh di atas kepalanya. Bunyi percikan air yang memantul ke lantai langsung menggema dalam bathub kecil itu.

Gadis itu menengadah, membasahi wajahnya untuk menikmati sensasi air yang langsung memercik ke wajah itu.

Kini ia juga sudah berlumur dengan busa, pun dengan wajah dan kepalanya, tapi saat Prilly ingin membilas, tiba-tiba airnya mati.

"Loh, loh .. kok mati!" Ia meraba handuk yang tergantung untuk menyapu busa di wajahnya. "Duh, gimana bilasnya ini?" Buru-buru Prilly mengenakan baju mandi, berjinjit menuju area kamar mandi di luar kamar. Ia tahu, tuan mudanya baru saja pergi beberapa saat yang lalu.

"Dia tidak akan kembali, 'kan?" gumamnya. "Maafkan aku, tuan. Sepertinya, kali ini aku harus melanggar aturan, tapi aku terpaksa karena tak ada pilihan lain."

Sadar Revan tidak ada di sana, Prilly memilih membilas tubuhnya di kamar mandi luar saja, ketimbang tubuhnya penuh sabun tanpa di bilas. Tapi saat sudah mengangkat shower itu ke atas kepala, lagi, ia menemukan air mati di sana. "Sial! Kenapa dua toilet ini mati air sih!" Ia mendelik kesal.

"Huh, kalau begini, aku harus bagaimana?" Prilly masih terdiam di sana. Ia mendesah pelan. Lalu tiba-tiba terbesit dalam benaknya bahwa masih ada satu kamar mandi yang mungkin airnya tak akan pernah mati. Ya, kamar mandi milik tuan muda, sudah pasti fasilitas di sana sangat terjamin.

"Maafkan aku, tuan muda!" gumamnya yang kemudian beranjak menuju kamar Revan.

*****

"Tuan, hari ini kita akan meeting dengan klien dari USA." Masih di dalam mobil, di area parkir apartemen Revan.

"Oh, ya?"

"Ya, Tuan. Saya dengar mereka ingin menanam saham pada perusahaan Arkandi Group sebesar 500 juta US dollar."

"Kau serius? Kenapa dia datang tanpa mengabarkan padaku lebih dulu?"

"Karena, dia baru saja, usai melihat iklan kita, dia tertarik dengan perusahaan Tuan saat membaca artikel iklan tender yang kita pasang di majalah koran terbaru."

"Wah, ini benar-benar berkah di pagi hari!"

"Ya Tuan. Oh iya, Tuan, Presdir Harlem juga memintamu yang melakukan presentasi itu nanti!"

"Benarkah? Ayahku memintaku yang melakukannya?"

"Ya, saya rasa, Tuan Harlem ingin menguji kemampuan anda, Tuan!"

"Cih, tentu saja aku sangat tertantang dengan permainan ini," ucapnya, merapikan dasinya, lalu meminta pria itu membuka kopernya. "Coba kamu cek, apa aku sudah membawa filenya atau belum?"

"Baik, Tuan!" Asisten itu langsung memeriksanya, berulang kali ia mengulang tapi tetap tidak menemukan filenya di sana!"

"Maaf, aku tidak menemukan filenya, Tuan!"

"Kau yakin? Coba cek lagi!"

"Baik!"

Pria itu kembali mengacaknya. "Maaf, Tuan. Sepertinya memang tidak ada!"

"Hmm, mungkin aku meninggalkannya di kamarku!" tukasnya yang langsung membuka layar ponsel untuk melakukan pemanggilan.

"Aku akan ke atas mengambilkannya, Tuan!"

"Tidak perlu, biar orang di dalam sana yang mengantarkannya!"

'Orang di dalam sana? Kukira Tuan Revan tak suka jika ada orang lain di yang ikut tinggal di apartemennya?

Tuut.

Panggilan itu sudah masuk, tapi masih belum ada tanda-tanda diangkat. "Ke mana gadis ini, kenapa dia tidak mengangkatnya?"

Revan mematikannya lalu kembali mencoba menelepon. Ini bahkan sudah kali ke tiga, tapi masih tak kunjung diangkat. "Apa yang dilakukannya? Apa dia kembali tidur, dasar pemalas!" gerutunya. "Berapa waktu yang tersisa untuk sampai meeting dimulai?"

"Sekitar empat puluh menit, Tuan!"

"Fiuh, sepertinya aku tidak bisa mengharapkan gadis itu!" Ia kemudian keluar dari mobil, bergegas memasuki koridor kembali ke apartemennya untuk mengambil benda yang tertinggal itu.

Ting.

Lift bahkan sudah berbunyi, Revan langsung keluar saat pintu lift mulai terbuka kecil. Ia langsung menuju pintu kamarnya lalu menekan kode angka pada tombol kunci di sana.

Klap.

Terbuka, ia masuk, tak lagi mengganti sepatunya dengan sandal rumah karena tengah buru-buru, Revan langsung masuk ke kamarnya, menuju meja sofanya yang ada di sana, mengingat tadi malam usai bekerja, ia meletakkan benda penting itu di sana.

"Dapat!" Revan langsung menyimpan benda kecil itu ke dalam saku kemeja. Namun, saat baru saja langkahnya menuju pintu untuk keluar kamar, ia terhenti karena mendengar percikan air di kamar mandinya.

"Apa mungkin aku lupa mematikan airnya setelah mandi tadi?"

Ia pun memutar tubuhnya, untuk lebih dulu mematikan air sebelum kembali pergi. Tapi saat langkahnya sampai di depan kamar mandi, ia terkejut karena pintu itu sudah terbuka lebar, bathub yang hanya berdinding kaca transparan itu memperlihatkan dengan jelas sosok yang sedang mandi di sana. Revan diam, menunggu gadis menyelesaikan mandinya.

"Cih, kucing liar ini? Rupanya dia tidak bisa di beri kebaikan sedikit, baru satu hari dia sudah berani melunjak."

Prilly masih belum menyadari kehadiran Revan di luar bathub. Ia masih asyik, bernyanyi sambil membilas rambut panjangnya.

Selesai, ia langsung mematikan shower itu. Membalut tubuhnya dengan baju mandi, juga melilitkan handuk ke atas kepala. "Na-na-na!" Beranjak pergi setelah puas menggunakan kamar mandi Revan, sambil menjenteng sikat gigi di tangan.

Deg.

Prilly terbelalak saat bola matanya menangkap sosok Revan yang sudah bersandar di gawang pintu, menyedekap tangannya di dada, bahkan tatapannya sudah menjurus jauh, menjangkau tubuh Prilly.

Aduuh, bagaimana ini? Kenapa dia ada di sini? Bukankah dia sudah berangkat tadi?

Prilly mengeratkan genggaman tangannya, ia menelan saliva dengan berat.

Glek.

"Tu-tuan, sa-saya bisa jel-"

"Apa yang kau lakukan?"

"I-itu, tadi ...."

"Apa kau lupa peraturan untuk tidak menyentuh barang pribadiku, kau bahkan masuk ke kamarku, menggunakan kamar mandiku tanpa izin!"

Revan berjalan mendekat, membuat Prilly mundur perlahan dengan segenap rasa gugupnya. Pria itu terus mendekatinya hingga langkah Prilly tak lagi bisa dirayun. Ya, punggungnya sudah mendarat pada dinding, sudah tidak ada ruang untunya bisa melangkah mundur.

"Apa kau kucing liar yang sudah tidak sabar untuk melakukan hubungan denganku?"

Bola mata Prilly sudah nyaris membulat. Bahkan, ia sudah tak mampu untuk sekadar menenggak saliva. Tak ada kata yang dapat ia ucap, kesalahan fatalnya pagi itu membuat nyalinya menciut, nyaris kabur dari raganya.

Revan bahkan sudah menekan kedua tangannya ke dinding, membuat Prilly semakin tidak berkutik, tak ada ruang untuk bisa kabur.

Bola mata pria itu menatap tajam, nyaris tak berkedip. "Aku tahu, ini pasti taktik yang biasa kau lakukan untuk mengelabui pria hidung belang di luar sana, tapi aku tidak akan tergoda seperti mereka hanya karen taktik murahan seperti ini!"

Apa? Hinaan apa ini? Menyakitkan sekali!

"Sekalipun kau punya tubuh yang elok, aku tidak pernah berharap bisa tidur denganmu, aku terpaksa melakukannya karena aku butuh rahimmu, jangan pikir aku akan memuaskan hasratmu?"

"Tapi kalau kau sudah tidak sabar untuk berhubungan denganku, kau boleh menunggu di kamarku malam ini! Kau juga boleh kenakan pakaian apapun sesukamu. Karena sekarang sepertinya kau sudah tak tahan, akan kupuaskan kau malam nanti, jadi bersiaplah!" ucapnya yang kemudian kembali berdiri tegak, masih setia menatap Prilly hingga beberapa saat, sebelum akhirnya pergi tanpa menoleh lagi.

Prilly langsung mematung dengan bola mata sayu yang tak lagi mampu berkedip. Seketika tubuhnya luruh, terduduk lemas dengan air mata yang langsung membanjiri wajah mungilnya. Hinaan kali ini benar-benar mengoyak-ngoyak hatinya.

Terpopuler

Comments

Santy Mustaki

Santy Mustaki

Jahat bener si revan😡😡😡

2021-06-04

0

Zaniar Niar

Zaniar Niar

tenang aja prilly ..revan pasti ngebet tu sm kamu

2021-02-23

1

Raka Pg

Raka Pg

hmmmmmm

2021-02-09

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!