Eps 15

Ting. Tong.

Bell kembali berdenting, wanita molek dengan usia setengah abad itu berjalan menuju pintu depan. Tak terpikir olehnya untuk mencoba melihat dulu siapakah tamu di luar pada layar kecil, melainkan langsung membukanya.

Kriiet.

Pintu terbuka sempurna. Sosok gadis sederhana dengan raut lelah menggunung di wajahnya langsung memenuhi ruang penglihatan Nyonya Harlem.

Kedua pasang mata itu bersitatap kuat. Saling lempar tanya dalam hati.

Siapa dia?

"Anda siapa?" tanya Nyonya Harlem. Nadanya tegas, dalam hati ingin segera mengusir.

Gadis itu terkejut. Matanya terbelalak mendapati tatapan tajam menghujam di wajahnya, tatapan yang seperti melihat seorang buronan kasus pengedar narkoba, lalu tertangkap basah membawa sabu.

Akibatnya, berat ia menelan saliva untuk mengusir rasa gugup.

"Maaf, apa benar ini kamar Sherly?" jawabnya asal.

Semoga beliau tidak curiga.

Netranya menyipit. Ada seberkas pertanyaan yang langsung terbesit dalam isi kepalanya. Siapa Sherly?

"Bukan!"

"Oh, jadi bukan, ya?" jawab gadis itu canggung. "Kalau begitu, maaf, sepetinya saya salah kamar, saya permisi dulu, Nyonya!"

"Hm." Ia hanya berdehem pelan. Wajahnya terlihat berat untuk sekadar melemparkan senyuman. Dipandanginya gadis itu yang tampak berjalan lambat.

Gadis ini mencurigakan, dia kelihatan kampungan. Jangan-jangan dia punya niat tak baik pada Revan.

Ia masih enggan menutup rapat pintu, hanya ingin memastikan hingga gadis itu benar-benar pergi, lenyap dari hadapannya, barulah ia bisa menutupnya dengan lega.

"Siapa, Mah?"

"Bukan siapa-siapa, hanya orang yang salah alamat."

"Ohh!"

Revan yang tadi sempat tegang akhirnya bisa bernapas lega. Wajah pucatnya perlahan memudar. Diliriknya ponsel yang seketika menyala, tampak satu buah notifikasi masuk ke dalam layar persegi itu.

"Tuan, sepertinya sekarang anda kedatangan tamu, maaf sudah membunyikan bell, saya akan menunggu mereka pulang dulu."

Secercah senyum kecil langsung mengembang di antara dua bibir Revan.

Good job, Prilly. batinnya bergumam.

Ting. Tong.

Baru saja langkah ibunya hampir sampai di sofa tempat mereka berkumpul, mendadak bell kembali berdenting di depan sana. Dengan kesal ia memutar arah tubuhnya, untuk kembali membuka pintu.

"Mau apalagi sih gadis itu! Kurang kerjaan sekali." Geram, ia merutuk kesal.

Krieett.

Dap.

"Mau apalagi, sih!" hardiknya yang langsung terkejut karena kini sosok yang ditangkap matanya sudah berbeda. Seorang gadis dengan tubuh lunglai langsung terjatuh ke hadapannya. Sigap ia menangkap.

"Loh, Priska, apa yang terjadi?" Ia kaget bukan kepalang. Gadis itu mendongak pelan, lalu tertawa kecil.

"Hei, lihat. Wajahmu bahkan mengingatkanku pada Nyonya Harlem! Apa kamu kloningannya. Ha-ha-ha." Bicaranya membuat Nyonya Harlem sedikit heran. "Hueee, kenapa disaat hidupku kacau begini, malah wajah Nyonya yang muncul?" Ia nyaris muntah, bicara meracau, karena pikiran yang belum sepenuhnya sadar.

"Priska, apa yang terjadi?" Dengan susah payah Nyonya Harlem mencoba menggandeng Priska untuk bangkit. Gadis itu mabuk berat. Tuan Harlem dan Revan bahkan sampai tercengang melihat mereka dari jauh.

"Revaaan! Jangan diam saja, cepat bantu Mamah!"

Sigap, Revan bangkit dan langsung berlari menuju pintu depan. Ia langsung menggandeng tubuh Priska, membawanya masuk ke dalam kamar Prilly.

"Hai, Revan Sayang," ungkap gadis itu dengan tersenyum saat tubuhnya berada dalam dekapan Revan. Tapi Revan tak menggubrisnya.

Ia terus membawanya menuju kamar Prilly didampingi oleh ayah dan ibunya yang segera menyusul.

Revan membaringkannya di sana. Menutup tubuhnya dengan selimut milik Prilly.

Apa yang kamu lakukan, Priska. Kau benar-benar ceroboh. Ia merutuk kesal dalam hati.

"Revan, apa yang terjadi?" Pertanyaan dengan nada tegas langsung menyambar ke ulu hati. "Revan, tolong jelaskan pada Ayah?"

Revan menoleh. Menatap wajah bingung dari kedua orangtuanya. "Apa yang terjadi di antara kalian? Kenapa Priska sampai pulang dalam keadaan mabuk begini?" tanya ibunya.

"Ini pasti karena ulahmu!" imbuh Tuan Harlem.

"Kenapa kalian hanya menyalahkanku? Bukankah kalian yang sudah menjodohkanku dengan gadis tak berbobot ini, harusnya kalian memikirkan hal itu sewaktu mengikat perjanjian dengan keluarga Sharta?"

"Apa? Jaga bicaramu, Revan. Dia anak dari keluarga Sharta Group. Mana mungkin dia bisa berbuat hal bodoh begini kalau bukan karena masalah di antara kalian!"

"Terserah. Aku muak dengan semua ini." Revan bangkit dan langsung berjalan cepat menuju kamarnya. Namun, tiba-tiba saja gadis mabuk itu kembali meracau.

"Joshua, teganya kamu mengkhianatiku, apa kurangnya aku dibandingkan artis sialan itu!"

Semua kini terdiam mendengar penuturan Priska di luar kesadaran itu. Nyonya Harlem bahkan langsung merapatkan tubuhnya ke dekat menantunya. Menyedekap jemarinya di atas jemari Priska dengan erat.

"Priska sayang, apa yang kamu katakan, emm?" Ia membelai lembut rambut gadis yang matanya bahkan tidak terbuka. Masih tak percaya dengan ungkapan gadis mabuk itu.

Tawa berdecih dari Revan terdengar nyaring, sudah seperti menggunakan toak saja. "Rawat saja menantu kesayangan kalian itu. Aku tidak mau lelah karena  mengurus gadis manja itu."

"Revan, sebenarnya apa yang terjadi?" tanya ayahnya yang masih memasang raut bingung, masih tak percaya dengan apa yang ia lihat.

"Ayah bisa lihat sendiri bukan? Hubungan kami tidak seharmoni yang kalian bayangkan. Maaf sudah mengecewakanmu, Ayah. Aku permisi dulu."

"Revan, jawablah dulu."

"Kalian bisa menyanyakannya saat sadar nanti." Ia menundukkan kepala, lalu melenggang pergi tanpa peduli pada ibunya yang kini tak hentinya memanggil.

"Sudah, Mah, sepertinya Revan berkata benar!"

"Apa!" Nyonya Revan terhenyak setelah melihat kenyataan bahwa anaknya tidak menjalin hubungan yang harmoni bersama gadis yang mereka jodohkan.

"Tidak apa, Mah, Ayah akan selidiki tentang Pria bernama Joshua itu."

Ibunya tak langsung menyahut. Ia diam sejenak, sesaat kemudian memutar wajah.

"Ayah, apa kita sudah salah dalam bertindak. Tidak seharusnya kita menjodohkan mereka."

"Itu tidak benar, Bu. Mereka hanya butuh waktu."

"Tapi mau sampai kapan? Mereka sudah sebulan menikah, dan sampai sekarang belum ada perkembangan. Bagaimana kalau kita biarkan saja mereka bercerai. Aku takut Revan akhirnya membenci kita karena perjodohan ini."

"Tidak, Mah. Ayah tidak mau!"

"Apa? Bagaimana bisa Ayah berkata begitu? Apa Ayah tidak memikirkan perasaan Revan."

"Perceraian tidak semudah itu, Mah. Aku telah menjalin kerjasama dengan Pihak Sharta Group. Aku tak ingin kerjasama ini berujung sia-sia hanya karena masalah pernikahan anak kita. Biarkan saja kita berkorban sedikit. Pernikahan mereka hanya masalah waktu, aku yakin suatu saat mereka akan menyadari bahwa kita sudah memberi yang terbaik untuk mereka."

"Yang terbaik untuk mereka, atau untuk dirimu!" Nyonya Harlem langsung pergi menuju ruang tengah.

Huh, wanita memang selalu merasa paling benar. Rutuknya kesal.

Tuan Harlem kemudian mulai menulis pesan dalam ponselnya. Pesan singkat yang akan ia kirim pada seorang kepala pengurus rumah di kediamannya.

Kirimkan dua pelayan terbaik ke kediaman Revan. Katakan pada mereka untuk mengurus nona muda hingga sehat.

Pesan itu terkirim, lalu dalam waktu singkat sebuah notif langsung menge-bib pada ponselnya.

Baik, segera akan saya kirimkan, Tuan.

Selesai mengirim pesan, segera Harlem menemui istrinya yang masih setia menyedekap kedua lengan di dada. Wanita tua itu sampai memalingkan wajah saat suaminya kembali.

"Ayo, kita kembali sekarang."

"Bagaimana dengan Priska?"

"Aku sudah mengirim dua pelayan untuk mengurusnya."

kesal. Tapi Nyonya Harlem tak punya pilihan selain bangkit dan ikut pulang bersama Tuan Harlem. Selama berada di lift menuju lantai dasar mereka hening, begitupun saat menuju area parkir yang cukup luas.

"Mah, sudahlah marahnya, Ayah hanya berusaha memberikan yang terbaik untuk anak kita!" Nyonya Harlem masih setia membungkam, hingga keduanya merapat di kursi mobil bagian depan.

Revan berdiri menautkan lengannya di dada, memandangi kepergian orangtuannya di balik dinding dengan design kaca transparan dari gedung bertingkat sepuluh itu.

Mobil itu bergerak lamban, sempat terhenti sebentar di depan sebuah mini market, lalu kembali melaju hingga benar-benar lenyap dari pandangan Revan.

Bip.

Kau di mana?

Sebuah pesan dari Revan langsung dibaca oleh gadis itu.

Si tuan sombong ini, apa sekarang tamunya sudah pulang?

Ia menyesap minuman dingin yang dikemas khusus untuk diminum dengan cara disesap. Sambil membalas pesan pada Tuan Revan.

Aku di bawah, di depan minimarket.

Balasnya singkat. Namun, hanya dalam hitungan detik, tiga titik pada nama kontak itu nampak bergoyang. Sepertinya sang pria diseberang sana tengah mengetik pesan balasan untuknya.

"Cepat juga dia membalasnya," gumamnya .

Tunggu aku di sana. Pesan itu sampai dan langsung di baca.

"Apa?" Bola mata Prilly langsung terbelalak. "Apa aku tidak salah baca, dia mau menjemputku, di sini?"

Ah, tidak perlu, Tuan. Katakan saja jika tamunya sudah pergi, aku akan segera naik.

Terkirim.

Bip.

Tidak, tunggu aku di sana.

"Ahh, ngeyel sekali dia. Baiklah kalau begitu.

Baiklah, Tuan. Aku akan menunggumu.

Bersambung ....

Terpopuler

Comments

Kamila

Kamila

sudah ketau tuh priska selingkuh tapi aku benci banget tuh sama ayahnya revan

2020-11-29

4

trisya

trisya

manggilnya ibu atau mamah???? karna buat priska yg mempermainkan revan

2020-11-21

1

Melia Suatan

Melia Suatan

katanya tadi baterai hpnya low bat, kok jadi bisa bales chat sih,

2020-10-02

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!