Eps 3

Hari sudah menjelang malam. Make up yang tadi sore melekat dengan sempurna, sebagiannya sudah mulai luntur, Prilly duduk di ujung sofa, di dalam sebuah apartemen mewah tempat tinggal Revan.

Ia menundukkan kepala. Pikirannya melayang jauh dari bayangan kehidupan baru.

Andai aku bisa memilih, aku tak ingin hidup sebagai Prilly yang miskin dan mendapat hinaan seperti ini.

Batin Prilly hanya bisa meringis, jika bisa di dengar, mungkin suara tangis dalam hatinya sudah menggema di dalam ruangan itu.

Ia masih setia menunduk, saat suara langkah pria pemilik apatemen itu semakin mendekat lalu berhenti sejarak dua meter darinya.

Pluk.

Prilly terkejut. Sebuah handuk tiba-tiba menutup wajahnya.

"Bersihkan dirimu!"

Suara tegas dan lantang dari Revan kembali menggetarkan jiwa Prilly. Ia menurunkan handuk yang dilempar ke wajahnya itu.

"Ah, iya, baik, Tuan!" ucapnya yang perlahan bangkit setelah cukup lama duduk di sofa empuk itu.

"Kamarmu di sebelah sana!" Revan menunjuk ke suatu tempat. Pelan Prilly mengangkat kepalanya untuk melihat ke mana arah Revan menunjuk dengan tangannya. "Kamar itu sudah di lengkapi dengan fasilitas kamar mandi, jadi kau tak perlu keluar untuk membersihkan diri di kamar mandi yang terpisah."

"Ah, iya baik, Tuan, terima kasih!"

Selesai bicara, Revan langsung pergi menuju kamarnya. Prilly memperhatikan punggungnya yang masih berjalan menjauh.

Begini saja? Apa tak ada perintah lain lagi? Ah, syukurlah, mungkin malam ini aku bisa tidur dengan nyenyak. Atau jangan-jangan, justru setelah mandi, Tuan Muda ini memintaku ke kamarnya. Aduh harus bagaimana.

"Heh! Apa yang kamu pikirkan? Kenapa masih berdiri di sana?"

"Ah, iya baik, Tuan!" Bergegas Prilly menuju kamar yang di maksud oleh Revan tadi.

"Segera datang ke meja makan setelah kau mandi!" ucapnya lagi, Prilly menoleh sekilas. "Baik, Tuan!"

Meja makan? Tuan Muda ternyata baik juga, apa mungkin dia akan menyediakanku makanan, dan kami akan makan bersama.

Kruuk.

Perutku bahkan sudah mulai berbunyi, aku harus cepat mandi agar bisa menikmati makan malamnya.

Bergegas Prilly menyelesaikan mandinya, mengingat permintaan Revan tadi yang menyuruhnya menuju meja makan setelah mandi.

Baju mandi sudah melekat pun dengan handuk juga sudah melilit di kepala. Prilly sudah menyelesaikan mandinya dan langsung menuju lemari pakaian besar yang berada di tepat di depan matras. Ia membukanya, mencari pakaian ganti.

"Apa? Kenapa isinya pakaian pria semua?" gumam Prilly terkejut.

"Heh, apa yang kamu lakukan dengan lemari pakaianku?"

Deg.

Prilly menoleh, ternyata Revan sudah berdiri di depan pintu, satu tangannya tampak menyanggah ke gawang pintu.

"Aahh!" Prilly terkejut, dan langsung menutupi dadanya yang bahkan jelas-jelas sudah tertutup oleh baju mandi. Membuat Revan mengernyit, lalu berdecih.

"Cih, kau pikir aku tertarik dengan tubuhmu? Cepat ganti baju mandimu dengan pakaian yang ada di dalam koper itu!" Lagi, ia menunjuk dengan tangannya ke arah koper di samping matras. "Dan jangan coba-coba untuk menyentuh barang apapun yang ada di dalam lemari itu." tegasnya.

"Umm." Prilly menunduk, tanda kalau ia paham dan patuh dengan perintah Tuan Muda itu.

Pria itu kembali menurunkan tangannya yang tadi menyanggah, kemudian memindahkannya ke kantung celana piyama, sebelum melenggang pergi.

"Huh, jadi ternyata lemari pakaianku hanyalah sebuah koper!" Prilly bersungut kesal.

Gadis itu sedikit emosi, ia sempat mengira bahwa Revan adalah pria bermurah hati walau terlihat dingin.

Prilly akhirnya membuka koper, karena hanya itu satu-satunya barang yang diberikan untuknya. Namun, betapa terkejutnya lagi Prilly saat melihat isi kopernya.

"Apa? Kenapa isinya pakaian sexy semua?" Ia mengeluarkan satu-persatu pakaian itu dari dalam koper. "Agghhh, sombong sekali dia, katanya tidak suka dengan tubuhku, tapi menyuruhku memakai pakaian terbuka begini!"

Prilly mencoba mengacaknya hingga tak tersisa satu pun pakaian di koper itu.

"Sial! Semua isinya benar-benar pakaian kekurangan kain!"

Gadis itu terduduk lemas. "Aku harus pakai yang mana?" sungutnya lesu.

Merah, biru, merah jambu, peach, ia mengangkat satu-persatu pakaian itu. "Huh, apa ini semua pakaian sisa yang belum selesai dijahit dari pabrik baju?" Pasrah, Prilly mengambil satu yang berwarna peach. Tak ingin Tuan Muda menunggunya lebih lama, takut akan kembali kena semprot jika kelamaan. Segera Prilly mengenakan satu pakaian seksi itu lalu keluar menuju meja dapur.

Belum sampai ia di ruang dapur, Prilly sudah bisa melihat Tuan Revan dari balik celah lemari pajangan, terlihat jelas Tuan Muda yang lebih dulu duduk itu tengah menunggunya.

"Aduh, malu sekali rasanya aku menggunakan pakaian begini, dan sekarang malah harus menggunakannya di depan pria asing itu."

Pelan ia melangkah menuju ruang dapur yang luas itu, tapi anehnya, meski luas ruang itu hanya diisi oleh mereka berdua.

Prilly sudah semakin dekat, begitu tiba ia langsung menarik satu bangku yang sebelumnya merapat dengan meja, dan duduk berhadapan dengan Revan. Sepanjang kedatangannya, sorot mata Revan tak hentinya menatap ke arah gadis itu.

Duh, kenapa dia menatapku begitu? Apa dia terpesona dengan kecantikanku?

Cukup lama keheningan berlangsung di ruang dapur itu. Dengan sorot mata Revan sebagai pengganti obrolan mereka.

"Apa yang kau gunakan itu?"

"Eh?!" Prilly terkejut. Pertanyaan itu mengawali obrolan mereka.

Apa maksudnya bertanya begitu?

"Maksud, Tuan?"

"Kenapa kamu berpakaian begitu? Apa kamu ingin mencoba menggodaku?"

"Ti-tidak, Tuan! Bukan begitu!"

"Lalu kenapa?"

'Sial, dia yang memberiku pakaian ini, dia juga yang bertanya mengapa aku memakainya. Agghh! Ingin sekali aku tabok wajahnya,' gumam Prilly dalam hati, lalu melirik Revan sekilas.

Tabok kubilang? Bagaimana aku mungkin bisa melakukan itu? Melihat wajahnya saja, rasanya aku hampir menggigil.'

"Heh, kenapa malah melirik-lirikku begitu? Kamu belum menjawab, fiuh." Revan tampak menghembus napas kasar. "Mau menggodaku tapi tidak mau mengaku!" gumamnya.

Apa? ....

"Itu tidak benar, Tuan! Aku tidak sedang menggodamu! Bukankah Tuan sendiri yang memberiku pakaian kekurangan kain ini?" Kesal. Prilly sampai terlepas kendali.

Revan sampai terkejut mendengar nada bicara Prilly yang sedikit meninggi. "Hei, pelankan bicaramu, apa kamu sedang ingin melawanku?"

"Ah, tidak, Tuan!" Kembali Prilly menunduk.

"Apa maksudmu mengatakan aku yang memberimu pakaian itu?"

"Itu karena .. semua isi koper itu adalah pakaian seksi. Lalu saya harus pakai yang mana lagi?"

"Apa? Semua pakaian yang di koper itu baju seksi?"

"Ya, Tuan!"

"Ck, Priska keterlaluan!" Revan tampak membuang pandangannya, kesal karena di permainkan oleh seorang wanita.

Prilly hanya bisa meliriknya, gadis itu tak berani bicara bahkan untuk sekadar mengangkat kepala.

Seketika Revan bangkit menuju kamarnya, dalam hitungan detik ia kembali ke dapur, melempar sebuah piyama pria ke pangkuan Prilly. "Ganti bajumu dengan yang itu, dan jangan lama!"

"Ah, iya baik, Tuan!" Prilly menggenggam erat pakaian itu. Ia meremasnya sepanjang menuju kamar. Sebenarnya ingin sekali ia berlari pergi dari cengkraman orang-orang kaya yang mengikatnya itu. Tapi sekali lagi, semua harus ia relakan demi masa depan yang lebih baik.

Sabar, Prilly sabar! Kau hanya perlu menunggu satu tahun sampai berhasil melahirkan anak untuknya! gumam Prilly dalam hati.

Tak butuh waktu lama, Prilly sudah kembali dengan pakaian piyama pria yang tampak longgar di tubuhnya. Ia kemudian duduk lagi di kursi yang sama.

Kali ini, Revan terlihat melahap hidangan di hadapannya.

Apa semua makanan itu hanya untuknya? Sial, dia menyuruhku ke sini hanya untuk menontonnya makan? Dasar pria sombong.

Sesekali Prilly meneggak saliva-nya melihat Revan yang makan dengan lahapnya. Hingga beberapa menit, pria itu selesai dengan acara makannya. Ia menyeka mulut dengan tisu.

"Aku sudah pesankan makanan untukmu, kau bisa memakannya nanti saat pesanan itu datang."

"Terima kasih atas kemurahan hati Tuan!"

"Apa kau akan terus berterima kasih padaku!" ucapnya tanpa menatap, sambil menuang minum untuknya.

Apa? Berterima kasih saja masih salah di matanya? Keterlaluan! Prilly tampak kesal. Meremas ujung piyama yang ia kenakan.

"Mengapa kamu mau melakuan hal sebesar ini dalam hidupmu? Apa kau tidak memikirkan dirimu? Apa yang mendorongmu untuk melakukan semua ini?"

Apa? Aku harus jawab apa? Ahh, kurasa Tuan Muda tak perlu tau mengenai kehidupanku, terutama ayahku yang kini terbaring lemah karena stroke.

"Kenapa kamu diam? Apa yang sudah Priska janjikan untukmu?"

"Ah, itu .. Nona Priska menjanjikan akan memberiku sebuah rumah kontrakan!"

Seketika Revan terdiam, menatapnya nanar lalu tiba-tiba tertawa. "Jadi, harga dirimu hanya sebuah rumah kontrakan kecil? Murah sekali harga dirimu!"

Dia bilang apa? Harga diriku murah sekali. Aggghhh! Ingin sekali aku mencekiknya.

"Terserah Tuan mau menganggap saya wanita dengan harga diri yang murah. Tapi perlu Tuan tahu, saat ini saya benar-benar tak memiliki harta, bahkan untuk sebuah rumah kontrakan kecil pun jika saya bisa memilikinya, maka saya pasti akan sangat bersyukur!"

"Hmm, orang miskin memang hanya memandang harta!"

Apa? Dia semakin menghinaku saja.' geram. Prilly benar-benar ingin menghujamkan pukulan ke wajah Revan andai ia bisa.

Namun, tiba-tiba wajah Revan seperti bersungut lesu. "Apa semua wanita ini mata duitan? Apa tidak ada wanita yang tidak memandang harta di dunia ini?" sungutnya, hampir saja Prilly menyahutnya, tapi belum sempat bicara kembali Revan berkata. "Aku tidak sedang bertanya denganmu, aku tahu kau tipe wanita mata duitan seperti mereka!"

Apa? Sembarangan sekali dia menilaiku.

"Ini!" Revan kemudian melempar selembar kertas ke atas meja. Prilly meraihnya pelan.

"Apa ini?"

"Itu adalah surat perjanjian yang akan kamu tandatangani selama tinggal bersamaku, di sana tertulis peraturan yang boleh dan tidak boleh kau lakukan!" tuturnya.

"Silahkan kamu membacanya, jika selesai kau bisa tanda tangan di bawahnya, dan bawakan saja ke kamarku!" ucapnya yang kemudian melenggang pergi tanpa memberi kesempatan pada Prilly untuk bicara atau bahkan sekadar bertanya.

"Dasar, sombong!" gumam Prilly saat telah memastikan Revan benar-benar pergi dan tak mungkin mendengar ucapannya.

Terpopuler

Comments

Grareta

Grareta

luv

2021-08-17

0

Heksa Suhartini

Heksa Suhartini

sabar Prilly....ntar juga dia nangis Bombay kalau kamu tinggal kan

2021-07-30

0

Santy Mustaki

Santy Mustaki

Sombong banget revan thor

2021-06-04

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!