Menikah Karna Kontrak

Menikah Karna Kontrak

Not impossible ( bagian 1 )

Namaku Ayyara Bayuni, yang berarti puisi yang cantik, itu lah harapan kedua orang tua ku saat memberikan nama pada anak gadis semata wayang nya, mereka berharap aku akan selalu menjadi cerita yang indah bagi siapapun yang bersamaku kelak.

Hari ini aku mendatangi sebuah caffe yang terletak tak jauh dari kantor tempatku bekerja, aku menemui seorang produser film yang cukup hebat, beberapa film nya selalu mendapat reting penonton tertinggi, tapi sayang nya produser muda tersebut sedikit tidak menyenangkan bagiku, dia terlalu dingin untuk di ajak bertukar pikiran, tapi ya ini lah dunia kerja, aku juga sudah berjanji tidak akan membeda bedakan siapapun yang menghubungiku untuk sebuah pekerjaan.

pria berkulit putih dan memiliki mata kecil itu terduduk di sebuah kursi dengan americano dingin di atas meja nya. Aku menghela nafas dan segera berjalan menghampiri pria tersebut.

" selamat siang mas Gian, maaf menunggu lama " aku langsung menyapa dan duduk tepat di hadapan nya.

dengan tatapan dingin dia hanya mengangguk memberi jawaban pada sapaan ku.

Giandra pradipta adalah nama lengkapnya, dia memiliki seorang kaka laki laki yang hanya berjarak 2 tahun dengan nya.

" mau minum apa ???? "

tanya Gian dengan wajah datar nya

" hmmm....aku akan memesan nya "

aku melambaikan tangan ku pada seorang pelayan di caffe, dan memesan sebuah minuman favorit ku, seorang pelayan itu berlalu saat aku selsai memesan minuman milikku.

Gian menyodorkan sebuah tablet ke arahku, tablet itu menunjukan sebuah artikel tentang mitos di suatu daerah. aku mengerutkan keningku berusaha mencerna maksud artikel yang Gian berikan padaku.

" jadi aku harus menulis tentang ini untuk film kali ini ??? "

Gian menatap ku dan mengambil sesuatu dari saku celana nya.

" ambil ini jika kamu menyetujui kontrak ini " ucap nya dengan santai

kali ini mataku beralih pada sebuah kotak merah yang baru saja Gian sodorkan padaku.

" a- apa ini ??? " tanyaku dengan perasaan yang mulai terasa aneh.

" kita harus pergi ke tempat itu untuk menganalisa dan mencari cerita yang sebenar nya, dan syarat untuk pergi ke sana adalah sudah menikah " Gian menjelaskan tanpa beban.

sementara itu aku yang masih merasa terkejut hanya diam menatap kotak merah itu, otak ku tak bisa berpikir dengan baik, dadaku berdegup lebih kencang dari biasa nya, dan kali ini wajahku pun menjadi terasa hangat.

" tapi ini pernikahan pak, sesuatu yang sakral dan ngg bisa main main " aku meyakinkan Gian yang terlihat sngat santai.

" aku tau, dan aku tidak main main " jawab Gian yang masih sangat santai.

dia benar benar menyebalkan pikirku, bagaimana bisa dia memintaku menikah dengan nya hanya karna sebuah pekerjaan.

tiba tiba seorang pelayan menyadarkan ku dan menyodorkan minuman yang tadi ku pesan, aku meraih capuccino pesanan ku dan langsung menyeruput nya sesaat setelah mengucapkan terimakasih.

" jika kamu bersedia kita akan menikah 3 bulan lagi " Gian menambahkan penjelasan nya yang sontak membuatku tersedak.

" ukhu ukhu...... " aku menepuk nepuk dadaku, mataku tak berani menatap mata Gian yang hampir saja menghampiri ku, aku yang langsung mengangkat kan tangan memberi isyarat bahwa aku baik baik saja membuat Gian kembali terduduk.

" apa secepat itu pak ????? " aku berusaha berbicara dengan suara yang tak bergetar karna masih terkejut.

" kamu hanya tinggal memberi jawaban setuju atau ngg " Gian menegaskan tujuan nya saat ini padaku.

aku hanya terdiam tanpa mengatakan apapun sambil terus menyeruput capuccino di hadapanku.

" apa ini pernikahan kontrak??? yang berakhir jika kontrak kerja juga berakhir ??? " pertanyaanku sedikit konyol tapi itu lah yang aku pikirkan saat ini.

" tidak, tapi jika kamu menginginkan seperti itu ...... "

" tidak tidak pak.......ah maaf.....saya hanya ingin meyakinkan saja maafkan aku pak " aku tertunduk setelah memotong kata kata Gian.

" bagus, kalau begitu aku anggap kamu setuju, jadi berhenti memanggilku pak !!!! "

" hah......Iyah pak....eh mksd ku.... " aku sedikit canggung sekarang, entahlah perasaanku masih sangat campur aduk saat ini.

" panggil saja Gian, atau mas Gian....karna aku 2tahun lebih tua dari mu bukan " Gian benar benar tak merasa terbebani apapun saat membicarakan hal seserius ini.

" i- Iyah mas.... " wajahku kembali terasa hangat dan merasa geli dengan yang baru saja aku ucapkan.

 

ku letakkan kepalaku di atas meja kerjaku yang di penuhi kertas, aku meraih salah satu kertas dan kembali melihat nya, sebuah kontrak kerja sama antara penulis dan produser.

aku menghela nafas panjang dan bergumam.

" huuuuuft.......apa aku benar benar akan menikah dengan cara seperti ini ??? "

aku membolak balik kertas yang ku pegang, dan mengangkat kotak merah berisi cincin yang sejak tadi tak berani ku buka.

Rena yang melihat kotak cincin di tangan ku segera menghampiri ku.

" ooooh......apa ini???? kata nya jomblo tapi ternyata.....waaah "

Rena teman sekantorku yang berprofesi sebagai editor terus menggodaku dengan suara cempreng nya.

" sssssttt......kecilkan suara mu " aku menutup mulut Rena dengan tanganku.

" jadi ini benar???? siapa yang melamarmu Ra ???? " Rena yang selalu antusias dengan hal apapun, menggoyangkan pundakku agar aku menceritakan siapa orang yang baru saja melamarku.

aku melirik jam tangan ku dan segera bangkit dari tempat duduk ku.

" berhentilah bertanya, aku tidak akan memberi tau mu, dah aku pulang duluan ya " aku berlalu meninggalkan Rena yang masih saja merengek memintaku menceritakan tentang yang baru saja terjadi dengan ku.

 

tiga hari berlalu dari pertemuanku bersama Gian tempo hari, pagi ini Gian menghubungiku dan mengajak ku untuk menemui keluarga nya, dengan langkah yang terasa sedikit berat aku keluar dari kamar ku untuk menemui Gian yang menunggu di ruang tamu bersama mama ku.

" mah .... aku pergi dulu ya " aku meraih tangan mama untuk bersalaman.

Gian bangun dari duduk nya dan juga menghampiri mama untuk ikut berpamitan.

" tanteu, aku bawa Yara dulu sebentar "

mama mengangguk memberikan ijin pada Gian.

aku dan Gian saling berdiam selama di perjalanan, semua nya terasa canggung untuk ku.

Gian yang merasakan hal yang sama mencoba membuka percakapan antara aku dan diri nya.

" aku tidak terbiasa berbicara lebih dulu untuk memulai obrolan, jadi kamu bisa bercerita apa saja saat dengan ku "

aku hanya menjawab dengan sebuah anggukan, bagai mana mungkin aku bercerita banyak hal, bahkan untuk sekedar melihat mata nya saja aku tidak sanggup, gumam ku dalam hati.

 

sementara itu di rumah Gian terlihat beberapa orang sibuk di dapur, Geri yang baru saja bangun dan turun dari kamar nya berjalan menghampiri bunda nya yang ikut memasak bersama kedua asisten rumah mereka. Geri adalah Kaka laki laki Gian yang sekarang sudah memiliki beberapa cabang tempat makan dan cafe.

Geri memasukan sebuah makanan ke dalam mulut nya dan mengecup kening ibu nya yang tampak sedang fokus memasak.

" selamat pagi Bun "

bunda Vera ibu dari Geri dan Gian itu menoleh ke arah anak pertama nya dan tersenyum.

" mandi sana, sebentar lagi adik mu datang "

Geri terus mengunyah dan mengambil beberapa makanan lagi di hadapan nya.

" kenapa aku harus mandi, bukan nya setiap hari jg Gian melihatku seperti ini "

bunda tersenyum pada Geri, kali ini bunda mendekatkan wajah nya pada laki laki tinggi dan sedikit berisi di hadapan nya, mata kecil yang persis seperti mata Gian sedikit terbuka lebar melihat bunda yang mulai mengerutkan dahi nya dan menutup hidung.

" hmmmm .... pantas saja kamu keduluan Gian "

bunda kembali berbalik membelakangi Geri yang masih asyik dengan makanan nya.

" keduluan????? keduluan apa Bun???? "

bunda tersenyum tanpa melihat Geri yang sekarang terduduk di kursi makan.

" Gian sudah melamar seorang gadis, dan gadis itu sekarang sedang menuju ke sini, jadi sebaik nya kamu mandi sekarang!!! ngg mau kan calon adik ipar mu mencium bau acem ketek mu "

Geri meraih segelas air, dia meminum air itu sekaligus dan bergegas menghampiri bunda.

" jadi bunda masak banyak sekarang buat acara Gian ??? "

bunda mengangguk sambil tersenyum, di ikuti senyuman dari kedua asisten rumah mereka.

Gian bergegas meninggalkan bunda yang masih sibuk mengaduk masakan nya.

" aaaisssht......bibi ngg boleh ketawa kaya gitu.....aaaaah "

Geri berlalu setengah berlari kembali menuju kamar nya di lantai atas, Arya ayah dari Gian dan Geri yang melihat sikaf anak pertama nya itu tersenyum sambil menghampiri bunda.

"jadi dia baru tau Bun??????"

ayah Arya duduk di kursi makan sambil terus tersenyum melihat tingkah anak pertama nya.

" hmmmm....." bunda hanya menjawab ayah dengan anggukan, bundapun menghampiri ayah dan menuangkan segelas air putih untuk ayah.

" kapan mereka tiba Bun??? ayah ngg sabar melihat calon mantu ayah "

bunda tersenyum mendengar ucapan ayah.

" tau ngg yah, bunda sampe ngg bisa berhenti senyum semenjak Gian meminta ijin untuk menikah tempo hari, bunda jadi berpikir apa sebenar nya Gian adalah Kaka nya Geri ya "

ayah tertawa mendengar kata kata bunda, sebenar nya bunda juga tidak salah, bahwasan nya Geri dan Gian memang lah berbeda, Gian yang tidak terlalu banyak bicara dan selalu lebih peka terhadap apapun sehingga memberi kesan bahwa Gian lebih dewasa dari pada Geri yang masih sering bertingkah konyol dan iseng pada orang orang rumah termasuk bunda dan Gian.

 

Gian menghentikan mobil nya tepat di depan rumah besar, rumah yang mewah namun terlihat begitu asri dengan taman yang di penuhi tumbuhan hijau.

entah karna gugup atau apa tiba tiba aku kesulitan untuk membuka sabuk pengamanku, Gian yang menyadari itu langsung mendekat dan membuka sabuk pengamanku, ini membuat wajah Gian mendekat pada wajah ku bahkan aku bisa mendengar hembusan nafas Gian dengan jelas.

" sudah terbuka "

Gian membuat aku tersadar dan segera memalingkan mataku yang tadi memandangi wajah tampan Gian.

apa yang aku pikirkan sekarang, gumamku sambil berusaha merapihkan rambuku yang sebenar nya tidak berantakan.

aku berjalan tepat di belakang Gian, baru saja aku melangkahkan satu kaki ku ke dalam rumah Gian, bunda dan ayah Gian sudah berhambur menyambutku dengan hangat.

" hallo sayang ..... wah ternyata Gian pinter cari cewe yah "

bunda memeluk ku dengan pelukan yang jujur sedikit menenangkan ku, semua pikiran ku tentang bagaimana dingin nya keluarga Gian hilang sudah setelah melihat senyuman bunda dan ayah Gian.

ayah Gian jg menghampiriku, dia menepuk lembut pundak ku.

" benar Bun, cantik nya calon mantu kita, ayo masuk kita ngobrol di dalam saja "

aku mengangguk lalu berjalan mengikuti ayah, sementara itu bunda terus menatapku sambil menggandengku. tiba tiba Geri turun dari lantai atas bergegas menghampiriku yang berjalan menuju taman belakang.

" wo wo wo....apa bunda tidak akan mengenalkan calon mantu bunda pada Kaka ipar nya hah "

mata ku langsung mencari sumber suara yang datang, ku liat seorang laki laki yang lebih tinggi dari Gian namun memiliki mata yang sama dengan Gian. Geri yang hanya memakai kaos pendek dan celana pendek itu sekarang berdiri tepat di hadapanku, dia langsung menyodorkan tangan nya pada ku.

" aku Geri, calon Kaka ipar mu "

aku tersenyum pada nya dan meraih tangan nya untuk berjabatan tangan.

" aku Yara, senang bertemu dengan mu ka "

Geri mengangguk sambil tersenyum, dia berlalu meninggalkan aku dan bunda setelah selsai menyapaku.

aku dan Bunda tiba di taman belakang, terlihat sebuah gajebo yang lumayan besar di sebrang kolam renang, dan terlihat juga Gian yang duduk santai dengan sebuah laptop di atas kaki nya yang menyilang.

" iiiisht bisa bisa nya dia duduk santai seperti itu dan meninggalkan ku bersama orang tuanya " gumam ku yang sedikit kesal karna Gian yang bersikap tak peduli padaku.

" baik lah kamu bisa duduk di sana juga bersama mereka, bunda akan menyiapkan daging untuk d bakar " bunda menunjuk ke arah gajebo tempat Gian, Geri dan ayah bersntai.

" ah, sebaik nya aku membantu bunda saja "

lagi lagi bunda tersenyum pada ku, jujur senyuman bunda terlihat sangat manis dan menenangkan bagiku.

bunda pun akhir nya mengajakku mendekati sebuah pemanggang yang terletak di pinggir kolam.

" kalau begitu kamu tunggu di sini saja, bunda mau mengambil sesuatu di dalam "

aku hanya mengangguk, aku menghampiri pemanggang itu untuk mencoba menyalakan nya, tapi ini tampk berbeda dengan milikku jadi aku sedikit kebingungan, tiba tiba seorang wanita separuh baya menghampiriku dan bertanya dengan ramah.

" maaf non, biar bibi saja yang nyalain "

aku sedikit terkejut dan segera mundur menjauh sedikit dari alat itu.

" maafkan aku, ini berbeda dengan milik ku jadi aku tidak tau bagaimana menyalakan nya "

wanita paruh baya itu tersenyum padaku.

" non duduk saja di sana biar bibi yang menyiapkan semua nya "

" ah tidak Bu saya di sini saja membantu "

wanita paruh baya itu menepuk tangan ku pelan lalu menatapku.

" panggil saja saya bibi non, saya art di sini " wanita paruh baya itu kembali menyalakan pemanggang dan menyiapkan semua yang di butuhkan.

" oooh begitu ya....." aku menggaruk kepala ku yang sebenar nya tak terasa gatal sama sekali, aku menundukan kepalaku dan mulai memperhatikan bi Inah.

 

sementara di gondola ketiga laki laki yang duduk bersamaan tampak sibuk dengan kegiatan nya masing masing, ayah yang sedang menerima telpon dari teman nya berdiri meninggalkan kedua anak laki laki nya yang masih saling berdiam.

Geri meletak kan ponsel yang sejak tadi dia mainkan dan menggeser tempat duduk nya hingga menjadi lebih dekat dengan Gian.

" heh., lu bawa cewe ke rumah tapi lu masih sibuk dengan kerjaan lu, cowo macem apa lu " Geri menggoda Gian dengan suara yang berbisik.

" kalau lu mau ngajak dia ngobrol panggil ajah " jawab Gian dengan wajah cuek nya.

" alah ngg asyik lu, kasian cewe lu tau, dia kan baru di sini, walaupun orang orang rumah welcome sama ce lu, tetep ajah kalau lu cuekin cewe lu dia akan ngerasa ngg enak "

kali ini Gian berhenti menatap layar laptop nya dan melirik ku yang mulai sibuk membantu bunda dan bi Inah.

" dia baik baik saja " jawab Gian dengan santai, kali ini Gian meletak kan laptop nya yang sudah ia matikan, lalu di merebahkan tubuh nya dan menendang Geri yang menghalangi kaki milik nya.

" gue curiga lu di jidohin sama bunda jadi nya " Geri masih berusaha menggoda Gian yang tak terpancing sama sekali.

" berisik gue mau tidur " Gian memejamkan kedua mata nya, dan tertidur begitu saja.

semua orang sibuk dengan tugas nya masing masing, termasuk aku yang masih sibuk membolak balik kan beberapa potong daging di atas panggangan. Geri yang di tinggal tidur oleh adik nya beranjak dari gondola dan menghampiriku yang memang sendirian.

" mau aku bantu ???? "

aku menoleh ke arah nya sebentar dan kembali fokus pada panggangan di depan ku.

" tidak perlu ka, aku bisa ko...."

Geri tersenyum dan meraih penjepit daging di tangan ku.

" kamu ngg bisa masak kan ??? " sepertinya aku memang tidak bisa berpura pura bisa memasak di depan orang yang memang bekerja di bidang kuliner.

aku hanya bisa pasrah, tampak nya rasa malu ku juga ngg bisa menyelamatkan aku saat ini.

Geri melirik ku yang memperhatikan cara dia memasak.

" sana temenin Gian, nanti dia di gigit nyamuk loh " Geri terkekeh setelah menggoda ku

pandanganku kini berpindah pada Gian yang masih terbaring dengan posisi meringkuk.

" Gian benar benar tidur ka???? "

" hmmm.....dia tuh tukang molor, di mana pun bisa tidur kaya gitu tuh, udah sana temenin dia " Geri mendorongku perlahan memaksaku untuk meninggalkan nya dan segera menghampiri Gian.

aku yang tak punya pilihan lain, berjalan perlahan menuju gondola, aku duduk perlahan di samping Gian yang masih tertidur, aku perhatikan wajah nya yang memang tampan itu, ada sedikit rasa yang tak biasa saat aku menatap nya. dulu aku tak ingin berlama lama bertatapan dengan nya hanya karna sikaf dingin nya yang tak pernah berubah, tapi kali ini aku merasa ingin terus memandangi wajah nya sedekat ini.

" orang aneh, kenapa kamu memintaku menikah??aaah aku juga sama aneh nya, kenapa juga aku setuju!!! " aku bergumam dengan suara pelan.

" tapi usia ku hampir 24 tahun, jadi wajar jika aku menerima laki laki yang melamarku, tapi..... memang nya dia benar benar melamarku ya?? bahkan cincin nya saja belum dia pakein ke aku kaya di film film romantis gtu " kali ini aku memalingkan wajahku dari wajah Gian, tiba tiba Gian terbangun dan bergeser untuk duduk tepat di sebelahku.

Gian menyodorkan tangan nya meminta cincin yang tempo hari dia berikan padaku.

" mana cincin nya??? "

nafasku berhenti untuk beberapa detik karna terkejut, aku merogok tas yang ku selempang kan sejak tadi dan mengeluarkan kotak merah yang berisi cincin pemberian Gian.

perlahan Gian memakaikan nya tepat di jari manis sebelah kiri, cincin itu benar benar pas di jariku, entah bagaimana Gian bisa membeli sesuatu yang memang pas denganku.

Gian memandangi jari manisku yang sudah ia pasangkan cincin, dia menghela nafas lalu bersandar pada tiang gondola di sampingku, lengan nya bersentuhan dengan lengan kecil ku karna memang kita duduk berdampingan.

" ada yang ingin kamu tanyakan padaku ??? " Gian bertanya tanpa menolehku.

" hah???? tidak, " aku benar benar merasa gugup sekarang, telapak tangan dan kaki ku sudah mulai terasa berkeringat. aku menoleh ke arah Gian yang memandang lurus ke depan, aku berusaha memulai obrolan dengan Gian agar suasana nya tak terasa canggung.

" hmmmm......mas Gian, apa tadi mas Gian mendengar ucapan ku ??? "

dengan perasaan cemas aku menoleh lagi ke arah Gian.

" kamu pikir aku benar benar tidur??? "

sial, kenapa dia bertanya seperti itu, pikirku. aku hanya mengangguk perlahan, dan kecanggungan itu pun masih terasa untuk ku.

--------

45 menit berlalu, bunda memanggilku untuk membantunya menyiapkan makanan di meja makan, aku bergegas menghampiri bunda dan meletakkan tas ku di gondola sebelah Gian terduduk. semua makanan sudah siap kami pun makan bersama dengan suasana yang terasa sangat hangat berkat Geri yang tak henti nya bercerita tentang cerita cerita lucu yang dia alami, di balas dengan cerita ayah yang begitu antusias menceritakan pengalaman pertama nya saat menjadi ayah. mataku sesekali mencuri pandang pada Gian yang hanya fokus menyantap makanan yang ada di meja, dia sesekali terlihat sedikit tersenyum lalu kembali fokus pada makanan nya.

setelah makan bersama selsai dan aku juga selsai membereskan semua piring kotor, aku menghampiri Gian yang duduk di depan tv menonton acara olah raga basket.

" aku di suruh bunda duduk di sini " dengan canggung aku mulai duduk di salah satu sofa setengah lingkaran itu, jarak aku dan Gian memang agak jauh.

" apa bunda menyuruhmu untuk menjaga jarak dengan ku juga???? "

dengan pandangan yang masih fokus pada tv Gian memberi pertanyaan yang sudah jelas dia juga tau jawaban nya.

" aku hanya merasa kurang nyaman kalau harus mendekat lebih dulu " seperti nya wajahku memerah lagi sekarang.

Gian bergeser dan mendekat, hingga bahu kita kembali saling bersentuhan.

" kamu suka acara ini ??? " tanya Gian padaku

" aku jarang menonton tv, aku lebih senang berada di kamarku dengan laptop atau kanvas "

" oooh, berarti kamu bisa melukis ??? " Gian menoleh ke arah ku sebelum kembali menatap layar tv.

" ya lumayan lah....."

aku dan Gian pun tanpa sadar mengobrol cukup lama, itu membuatku sedikit lega karna tampak nya kecanggungan antara aku dan Gian sedikit demi sedikit sudah hilang.

tepat pukul 19.30 aku berpamitan untuk pulang pada bunda dan ayah, saat ini Geri sudah tak ada di rumah karna harus mengurus salah satu cafe milik nya.

Gian mulai menjalan kan mobil nya meninggalkan rumah tempat kedua orang tua nya tinggal.

----------

Terpopuler

Comments

Oh Dewi

Oh Dewi

Mampir ah...
Sekalian rekomen buat yang kesusahan nyari novel yang seru dan bagus, mending coba baca yang judulnya (Siapa) Aku Tanpamu, searchnya pakek tanda kurung biar gak melenceng yaa

2022-10-23

1

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!