Kau Yang Memintaku Pergi
Malam itu, Mansion Rahadi dipenuhi suasana hangat namun tegang. Keluarga Maheswara berkunjung, dan udara dipenuhi bisikan tak kasat mata tentang masa depan.
Setelah makan malam usai, mereka kembali berkumpul di ruang keluarga, dan Tuan Rahadi membuka topik yang menjadi inti pertemuan.
"Bagaimana, apa kita akan mempercepat pertunangan mereka?" tanya Tuan Rahadi, pandangan matanya tertuju pada Tuan dan Nyonya Maheswara.
"Iya, aku rasa lebih cepat lebih baik karena usia Nona Alindi dan Rangga sudah cukup matang untuk berumah tangga," jawab Tuan Maheswara, nada suaranya mantap.
Deg.
Sebuah suara terkesiap terdengar dari sudut ruangan. Cristin, yang baru saja bergabung, merasakan jantungnya berdebar kencang. Pertunangan? Kak Alindi dan Kak Rangga? pikirnya, kebingungan.
"Maksudnya apa ya?" tanya Cristin, suaranya terdengar bodoh di telinganya sendiri.
"Oh iya, ini putri bungsu kami. Dia baru kembali dari Jerman dua hari lalu karena baru menyelesaikan studinya di sana," jelas Tuan Rahadi saat melihat putri bungsunya yang baru datang untuk bergabung.
Deg.
Kini giliran Rangga yang syok. Cristin belum memberitahu soal kepulangannya. Cristin berniat menyelesaikan semua urusannya beberapa hari ini, baru akan memberi kejutan kepada sang kekasih, namun nyatanya dia yang terkejut sekarang.
"Papa, maksudnya Kak Alindi mau bertunangan sama siapa?" tanya Cristin penuh selidik, tatapannya beralih dari Papa ke Alindi, lalu ke Rangga. Alindi yang tahu jika Rangga dan adiknya punya hubungan khusus hanya tertawa sinis, seolah mengejek adiknya sendiri.
"Rangga akan menikahi Alindi secepatnya," ucap Papa santai, seolah mengumumkan hal paling biasa di dunia.
Deg.
Untuk kedua kalinya, Cristin sulit bernapas. Tenggorokannya tercekat.
"Papa! Rangga itu pacarnya Cristin!" ucap gadis itu, matanya sudah mulai mengembun.
Rangga menatap Cristin, ada keraguan sejenak di matanya sebelum ia mengeras.
"Maaf Cristin, sejak kamu pergi ke Jerman, aku sudah nyaman dengan Alindi dan aku rasa itu hanya cinta sesaat kita. Jadi aku lebih memilih untuk menikahi Alindi. Anggap saja kita tidak pernah punya hubungan apa-apa." Suara Rangga tegas, menusuk relung hati Cristin.
Gadis itu mundur beberapa langkah ke belakang, tak percaya dengan apa yang ia dengar. Baru semalam mereka masih saling bertukar kabar melalui chatting WA. Rasanya tidak percaya kalau Rangga begitu cepat mengambil keputusan.
"Tapi Ka...." suara Cristin terputus karena Rangga langsung menyela.
"Maaf Cristin, aku sangat mencintai Alindi," putus Rangga, suaranya kini terdengar datar.
"Kak Alindi, bukannya kamu tahu kalau aku dan Kak Rangga berpacaran sejak aku SMA kelas 1, tapi kenapa kamu merebutnya dariku?" ucap Cristin yang sudah menangis sesenggukan, air matanya membanjiri pipi.
Tuan Maheswara, ayah Rangga, merasa bersalah. Ia memaksa putranya untuk menikahi putri sulung keluarga Rahadi, sementara putranya menjalin hubungan dengan putri bungsunya. Lalu apa tadi? Rangga bilang sangat mencintai Alindi? Padahal kemarin ia baru bertengkar hebat dengan putranya yang kekeh mempertahankan kekasihnya. Lalu sekarang? Ada apa sebenarnya dengan putranya itu?
"Cristin!!! Apa kamu tidak dengar apa yang barusan Rangga bicara? Dia tidak mencintai kamu, apa kamu tuli?" ucap Tuan Rahadi dengan nada sedikit berteriak, membuat semua orang kaget, termasuk Cristin.
"Pah, apa Cristin salah mempertahankan apa yang Cristin miliki? Papa terlalu egois. Memangnya aku anak siapa? Sehingga selama ini Papa lebih sayang sama Kakak dari pada Cristin? Jawab Pah, anak siapa aku sebenarnya!" ucap Cristin dengan suara tinggi, menyamai kemarahan Papanya.
Sejak dulu, Cristin memang sudah diabaikan oleh orang tuanya. Ia tumbuh menjadi anak yang keras kepala, nakal, dan susah diatur. Itu semua ia lakukan untuk menarik perhatian orang tuanya, tapi malah ia semakin terlihat buruk di mata orang tuanya.
Di balik kekacauannya, ia anak yang pintar, sehingga ia bisa menjadi mahasiswa lulusan terbaik di salah satu universitas terpengaruh di Jerman.
"Sikap kamu ini yang membuat Rangga muak dengan kamu. Kakak kamu lebih penurut, lebih baik, sedangkan kamu?" ucap Papa mengejek putrinya sendiri.
Alindi puas dengan pertunjukan ini. Dalam hati ia bersorak kegirangan karena terlalu mudah merebut pria yang ia idamkan dari tangan adiknya.
"Oke? Aku memang anak yang tidak baik karena aku memang bukan keturunan keluarga Rahadi. Setidaknya sekarang aku tahu dan sadar diri, aku bukan siapa-siapa di rumah ini, karena itu aku pamit. Terima kasih sudah membesarkan aku," ucap Cristin menahan sesak di dadanya, suaranya bergetar menahan tangis.
Cristin melangkah hendak pergi, namun langkahnya kembali terhenti saat mendengar suara Papanya.
"Jangan coba-coba kamu membawa apapun keluar dari rumah ini," ucap sang Papa, nada suaranya mengancam.
"Baik, Tuan Rahadi, aku akan keluar dari rumah ini dengan tangan hampa," ucap Cristin sambil meletakkan handphone yang dia pegang sejak tadi di atas meja di depan semua orang.
Cristin melangkah mundur beberapa langkah dan sebelum keluar dari rumah itu, dia membanting sebuah vas bunga yang terletak di dekat sana. Suara pecahan kaca memecah keheningan malam. Kemudian, ia mengambil serpihan beling itu dan menggoreskannya di pergelangan tangannya sampai darahnya menetes.
"Darah ini sebagai ganti darah kalian yang mengalir di tubuhku, jadi anggap tidak ada hutang darah di antara kita. Aku akan pergi dengan menanggalkan nama keluarga Rahadi yang melekat di namaku. Anggaplah aku tidak pernah ada. Selamat tinggal." ucap Cristin melemah, suaranya hampir tak terdengar. Ia melangkah pergi meninggalkan rumah itu, dengan darahnya yang terus menetes sepanjang jalan.
Deg.
Tuan Rahadi terpaku, wajahnya memucat mendengar ucapan putri bungsunya yang menyayat hati. Ia berpikir hanya sekadar memberi pelajaran kepada putrinya yang keras kepala itu, tapi ternyata kejutan besar yang putrinya lakukan.
Mama Debora berlari keluar, hendak mengejar putrinya, tapi saat tiba di luar rumah, sudah tidak ada siapa-siapa lagi. Tubuh Mama Debora luruh ke tanah dan menangis sejadi-jadinya. Keluarga Maheswara yang sejak tadi diam menyaksikan pertunjukan itu tidak mampu berkata apa-apa.
Tubuh Rangga kaku, semua yang baru saja terjadi kembali berputar di kepalanya. Ia menyesal mengambil keputusan ini. Dia berpikir untuk mempertahankan warisan almarhum ibunya agar kelak hidup Cristin tidak susah, tapi ternyata gadis itu pergi meninggalkan semua kemewahan dan memilih hidup sederhana asal ia terlepas dari semua tekanan keluarganya.
Seharusnya aku membicarakan ini semua dengan Cristin sebelum aku mengambil keputusan, batin Rangga menyesal.
Baguslah dia pergi, biar semuanya jatuh ke tanganku, batin Alindi sambil tersenyum jahat, puas.
"Tuan Rahadi, kalau begitu kami pamit dulu. Nanti kita bicarakan lagi soal pertunangan," ucap Tuan Maheswara bergegas pergi meninggalkan mansion itu bersama istri dan kedua putranya.
Rangga langsung melajukan mobilnya dengan kecepatan tinggi menuju ke rumah sahabat kekasihnya. Di sana ia tidak mendapat apa-apa karena sahabat kekasihnya pun tidak tahu kalau Cristin telah kembali dari Jerman.
Rangga kembali melajukan mobilnya tanpa arah. Malam sudah semakin larut, dia takut terjadi hal buruk dengan Cristin, apalagi tadi ia pergi dalam keadaan terluka.
Sayang, kamu di mana? Ayo pulang sayang, semoga tidak terjadi apa-apa sama kamu, jika tidak aku tidak bisa memaafkan diriku sendiri, batin Rangga berkecamuk, dihantui rasa bersalah.
Di tempat lain, ada seorang gadis yang berusaha untuk tetap kuat dan terus berjalan di atas trotoar, hanya ditemani lampu jalan yang sesekali berkedip. Angin malam mulai menusuk sampai ke tulang-tulangnya, apalagi tadi dia pergi tanpa membawa jaket dan ujung bajunya sudah disobek untuk membalut lukanya.
"Cristin, kamu harus kuat, kamu bukan gadis lemah," bisiknya pada diri sendiri, mencoba menguatkan hati.
Sampailah dia di sebuah taman yang sangat indah. Tempat ini mulai sepi karena semakin larut, semua pengunjung sudah pulang, tinggal beberapa orang. Di sana ada sebuah bangku panjang. Cristin yang merasa sudah sangat lelah pun berjalan ke arah sana. Ia perlahan membaringkan tubuhnya untuk beristirahat sejenak, dan akhirnya terlelap. Gadis ini memilih tidur di bangku taman karena memang ia tidak punya sepeser uang pun untuk menyewa tempat penginapan atau hotel meski cuma semalam.
Cristin yang meringkuk di bangku taman itu pun terkejut karena merasa ada yang mengguncang tubuhnya. Dalam keadaan setengah sadar, Cristin langsung bangkit dan berteriak minta tolong tanpa peduli orang yang sedang panik di depannya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 65 Episodes
Comments
Salma Suku
Mampir thor...cerita yg bagus...
2024-10-15
0
Biim Al Imani
awal cerita udah nyesek 😭, semangat critin💪
2023-04-17
0
🟢⏤͟͟͞R🔰π¹¹™𝕮𝖎ҋ𝖙𝖆❤💋👻ᴸᴷ
baru jg baca part 1, udah nangis kejer aja aku😭😭😭😭
2023-03-08
0