Sentuhan Cinta Gendis

Sentuhan Cinta Gendis

Rumah Neraka

Langkah kaki Gendis terlihat berat dan malas, menyusuri gang demi gang sempit menuju sebuah rumah yang sama sekali tidak pantas disebut rumah. Bukan karena bangunannya yang teramat sederhana, tapi lebih karena suasana di dalamnya yang terlalu penuh sesak dengan teriakan kemarahan dan pertengkaran.

Rumah sejatinya adalah tempat ternyaman untuk pulang. Tempat untuk beristirahat dari segala kesibukan dan kepenatan. Tempat terindah berbagi kasih sayang dan kehangatan bersama anggota keluarga. Nyatanya? Rumah bagi Gendis tidak lebih dari neraka dunia.

Cacian dari laki-laki yang dipanggilnya bapak, sudah tidak mampu lagi membuat bulir bening dari matanya terjatuh. Cambukan kemoceng dari ibu tirinya kini hanya terasa bagai belaian. Sakit jiwa dan raga yang diberikan bertubi-tubi membuat Gendis kebal dan mati rasa.

Terlahir menjadi anak pertama, dari pasangan yang seharusnya tidak perlu mempunyai anak dalam pernikahan mereka. Buat apa dan bagaimana bisa mereka menobatkan diri sebagai orangtua, kalau semua tanggung jawab justru dialihkan pada Gendis. Jika tidak ada Damar–adiknya. Dia pasti sudah kabur dari rumahnya sejak dulu-dulu.

Gendis mengurangi kecepatan langkah kakinya begitu jarak rumah neraka itu semakin dekat. Terselip sebuah harapan sederhana, meski dia tahu itu tidak mungkin. Malam ini saja, dia ingin rumahnya tenang. Tidak ada teriakan kemarahan dari bapak yang terus meminta uang untuk modal judi atau omelan ibu tiri yang selalu menuntut uang belanja.

Mereka tidak pernah mau mengerti, tugas kuliah dan kerja paruh waktunya sungguh menguras fisik dan pikiran setiap harinya.

"Pulang selarut ini, bawa uang berapa kamu?" tanya Jubaedah–istri baru dari bapaknya. Padahal, Gendis baru masuk dua langkah dari pintu rumah mereka.

Gendis merogoh kantong celananya, lalu menyodorkan selembar uang lima puluh ribuan pada ibu tirinya itu.

Perempuan yang usianya tidak jauh berbeda dengannya itu seketika tersenyum kecut. "Hanya segini? lagian buat apa kamu kuliah segala. Kerja saja yang benar. Biar bisa membalas budi pada orangtua." Perempuan itu melengos masuk ke dalam kamarnya, setelah mengambil uang tanpa mengucapkan terima kasih.

Gendis sedang tidak ingin berdebat. Saat ini, dia hanya ingin makan, mandi dan tidur. Tubuhnya sudah sangat lengket.

Gadis berusia 21 tahun itu masuk ke dalam kamar yang digunakannya bersama dengan Damar dan langsung mengunci pintunya rapat-rapat.

"Baru pulang, Mbak?" tanya Damar, tanpa menoleh karena sedang serius belajar.

"Iya, Mar. Kamu sudah makan?"

"Belum,Mbak. Tadi siang makan di tempat Mas Bayu." Damar menutup bukunya.

Gendis mengeluarkan dua bungkusan dari dalam tasnya. Hanya penyetan tempe ditambah terong. Sederhana bagi orang lain, tapi bagi Gendis dan Damar itu adalah makanan mewah, sebab di rumah mereka hanya menemui nasi dan ikan asin. Alasan Jubaedah selalu sama, dia tidak memasak karena Darto-ayahnya, tidak pernah memberi uang belanja.

Padahal hampir setiap hari Gendis rutin memberikan belanja pada perempuan pesolek itu. Beginilah jadinya, kalau memiliki orangtua yang hanya menjadi beban keluarga, bukan menanggung biaya anak, ini malah sebaliknya. Bukannya Gendis durhaka, jahat, apalagi tidak tahu diri, tapi ayahnya memang keterlaluan. Tidak bisa terus menerus dibiarkan seenaknya sendiri seperti ini.

Kalau memang tidak mau menghidupi dan merawat anak-anaknya, setidaknya jangan menambah beban anak. Cukup rasanya Gendis berjuang sendiri mencari makan dan biaya sekolah sendiri sejak dia duduk di bangku sekolah dasar. Sementara bapaknya, sibuk menikah lagi lalu cerai, kemudian menikah lagi dan cerai kembali.

Hingga terlahirlah Damar, yang usianya selisih tiga tahun saja dari Gendis. Entah anak dari istri bapaknya yang ke berapa. Ibunya Damar juga meninggalkan rumah saat usia adiknya itu satu tahun. Sama dengan saat Ibu kandung Gendis, meninggalkannya dulu. Perempuan mana yang sanggup hidup dengan laki-laki pemalas, pemarah dan hobi bermain judi pula.

"Makan dulu, Mar. Mbak juga sudah lapar sekali ini." Gendis membukakan bungkusan untuk Damar.

Keduanya makan bersama tanpa suara. Begitulah kurang lebih keseharian Gendis. Untung saja, hari ini ada pelanggannya yang berbaik hati memberi tips yang lumayan. Kalau tidak cambukan kemoceng akan melayang.

"Bapak keluar ya, Mar? tumben tidak ada. Damai rasanya. Semoga bapak dapat hidayah, siapa tahu besok-besok mau jadi TKI ke Dubai atau Korea. Mbak nggak minta dikirimin uangnya. Cuma pengen tenang."

Damar seketika tersedak. Ingin tertawa, tapi harapan kakak perempuan satu-satunya ini memang patut untuk di aamiin-kan.

"Sekalian ke Palestina atau Israel saja, Mbak. Biar sekalian Jihad."

Damar mengakhiri makannya, tidak ada sebulir nasi pun tersisa di sana, begitu juga dengan Gendis. Keduanya kompak meremas dan bersamaan meletakkan kertas bungkus bekas makanan itu di kantong plastik, lalu menaruhnya di bawah kolong tempat tidur. Cara aman agar, bapak dan ibu tiri mereka tidak mengetahui mereka membeli makanan sendiri.

Baru saja meletakkan handuk di pundaknya, teriakan yang tidak dirindukan terdengar menggelegar memanggil namanya.

"Gendissss! Keluar kamu!" Darto langsung mengetuk pintu kamar dengan tidak sabar.

Dengan santai Gendis membuka pintu kamarnya.

"Sini, kamu ikut Bapak!" Darto menarik tangan Gendis dengan paksa.

"Bapak mau kenalin kamu sama penyalur tenaga pijat di klub ternama di Jakarta. Kalau kamu kerja di sana, uangnya lebih jelas." Lagi-lagi Darto memaksakan kehendaknya pada Gendis.

"Apa maksud, Bapak? Kalau, Bapak mau uang yang jelas. Bapak sendiri yang kerja. Gendis saat ini belum ada kewajiban untuk menghidupi, Bapak." Gadis itu mulai berani bersuara, sepertinya sekarang memang waktu yang tepat untuk membuka mata dan pikiran Darto, bahwa Gendis bukan anak kecil lagi.

"Jangan jadi anak durhaka kamu! Kamu pikir bisa seperti sekarang itu karena siapa?" Darto menghempaskan Gendis di sofa ruang tamunya yang sudah berlobang di mana-mana.

"Karena Gendis sendiri, Pak! Gendis bisa seperti sekarang karena Gendis, bukan karena, Bapak! Apa pernah? Bapak membayar uang sekolah Gendis. Apa pernah? Bapak bertanya, Gendis sudah makan apa belum? Tidak pernah!" Gendis hendak beranjak, tapi tangan Darto kembali menahan tangannya. Lalu, kembali menghempaskan tubuh Gendis ke sofa lebih kasar lagi.

"Mau, Bapak apa sebenarnya? Kurang apa selama ini Gendis jadi anak? Tidak dikasih makan Gendis dan Damar tetap bisa besar. Tidak di sekolahkan, Gendis dan Damar pun bisa tetap sekolah. Apa bapak tidak malu sama kami?!" Kesabaran Gendis rasanya sudah habis. Amarah yang selama ini dia pendam diluapkan begitu saja.

Sebuah tamparan keras tangan Darto tepat mengenai pipi kanan Gendis, meninggalkan jejak jari kemerahan di pipi mulus gadis yang sangat tegar itu. Meski matanya berkaca-kaca menahan sakit dan nyeri, tapi dia masih mampu menatap bapaknya dengan penuh kebencian.

Damar yang dari tadi hanya mengintip, akhirnya keluar untuk melindungi kakaknya. Padahal selama ini, Gendis selalu melarangnya agar tidak keluar kamar saat ada Darto di rumah.

"Masuk ke kamar, Mar! Masuk!" teriak Gendis.

Jubaedah datang bersama perempuan berpenampilan menor. Perempuan itu langsung menelisik pandang ke arah Gendis.

"Berapa?" tanya Jubaedah seraya melirik Gendis yang sedang menatapnya tajam.

"Barang bagus ini. Lakunya mahal. Kalian minta berapa?" perempuan menor itu mencoba mendekati Gendis.

Darto dan Jubaedah, tampak senyum-senyum bahagia melihat perempuan itu sangat menyukai anak gadisnya. Di otak mereka sekarang, sedang membayangkan tumpukan rupiah memenuhi lemari pakaian milik keduanya.

"Jangan sentuh saya!" Teriak Gendis, menolak keras begitu perempuan itu hendak menyentuh paras ayunya.

Terpopuler

Comments

Nur Hidayah

Nur Hidayah

Aku mampir baca cerita kak Author yg Gendis ini, Kasian banget nasib Gendis dan Adiknya😢

2022-12-25

0

ainatul hasanah

ainatul hasanah

mampir kesini Thor.... sambil nunggu up-nya Seruni dan BSM.

2022-11-16

0

Me ☺

Me ☺

stay disini dulu sambil nungguin dobel K 😁

2022-10-20

0

lihat semua
Episodes
1 Rumah Neraka
2 Pergi dari rumah
3 Mulai bekerja
4 Eser Sevket & Ozge Sevket
5 Kesialan Gendis
6 Akal licil Eser
7 Dijemput Tesla
8 Kantor Eser
9 Ozge
10 Bullying di tempat kerja
11 Bersama Ozge
12 perjodohan di keluarga Sevket
13 Nyamuk
14 Bebeg
15 Janji harus ditunaikan
16 Ke mana Damar?
17 Rumah Tua
18 Apartemen Eser
19 Tentang Ozge 1
20 Tentang Ozge 2
21 Kediaman Sevket 1
22 Kediaman Sevket 2
23 Hantu Ozge
24 Ponsel baru
25 Siapa
26 kopinya pas
27 semakin dekat
28 Jia
29 Rencana Ozge
30 Pernikahan dibatalkan
31 Akal-akalan Eser
32 Pernikahan sederhana
33 Tidak seperti pengantin
34 Phiu Mhiu
35 Bingung
36 Gia
37 Sop dan Tempe
38 Eser mulai ser-ser
39 Nonton bioskop
40 Hari yang agak manis
41 Membantu Ozge
42 Melihat Jia atau Gia
43 Sevket teki
44 Ketahuan
45 Tiga kekasih
46 Kunjungan Ozge
47 Ke tempat Alex
48 Ulah Gendis
49 Satu lagi Ancaman untuk Eser
50 Amarah Eser
51 Ingin mengulang hukuman
52 Kerjasama dengan Ozge
53 Licik vs Licik
54 Accident
55 Paraplegia
56 Bisa sembuh
57 Rencana Gendis dan Ozge
58 Emosi yang mulai tidak stabil
59 Bertemu anak Ozge
60 Berbicara dengan Sevket
61 Kekhawatiran untuk Gendis
62 Ada yang menyerah
63 Firasat Phiu
64 Pergi dengan ikhlas
65 kesepakatan apa?
66 Syarat
67 Menikahi Jia?
68 Percaya akan kekuatan doa
69 Kangen tapi gengsi
70 Ada yang bergerak tapi belum tegak
71 Masih mode berusaha
72 Tidak tahu dirinya Ozge
73 Ricuh
74 Ozge masih berharap
75 Sudah bisa kah?
76 Ke rumah sakit
77 Ke gereja
78 Salah menyuarakan isi hati
79 Kembalinya si Teser
80 Masih ingat punya suami, Mhi?
81 Masih saja jahat
82 Membuntuti Jia
83 Tidak paham kode
84 Mendekati Erick
85 Negosiasi dengan Erick
86 Video sudah di tangan
87 Pembuktian Teser
88 Dahlia
89 Penangkapan Gia dan Baron
90 Neraka Ozge
91 Eser anak siapa?
92 Melihat rumah baru
93 Dahlia dan Gendis
94 Tes DNA
95 Siksaan untuk Jia
96 Siapa Lagi?
97 Reuni
98 sapa
99 Bertemu idola
100 Gengsi gede-gedean
101 Ingin lepas dari bayang-bayang Eser
102 Awal pertengkaran
103 Keras Kepala
104 Hasil tes DNA?
105 Kenapa harus begini?
106 Memutuskan pergi sebentar
107 Berita duka
108 Kepergian Darto
109 Perasaan Gendis tidak enak
110 Masih menunggu kabar Gendis
111 Gendis bertemu Damar
112 Teringat Gendis dan Esju
113 Salah sangka
114 Curiga
115 Rencana Eser untuk Gendis
116 Menjalankan rencana
117 Rencana masih berjalan
118 Pulang, Mhi
119 Tersiksanya Eser dan Teser
120 Rumit
121 Rencana Sevket
122 Mengetahui rencana
123 Acara Sevket 1
124 Acara Sevket 2
125 Masih tanda tanya
126 Penolakan Gendis
127 Tidak nyaman
128 Hasil tes DNA Ozge dan Eser
129 Tidak sedarah.
130 Berbicara dengan Sevket
131 Kekesalan Eser
132 Cemburu selalu meresahkan
133 Kecewa pada Eser
134 Accident Sevket
135 Rahasia yang belum terkuak
136 Rahasia Eser
137 Kepergian Eser
138 Kematian Sevket
139 Siapakah Rose dan Julles?
140 Bersama Julles dan Rose
141 Julles yang culas
142 Ingin menghubungi Gendis
143 Menjalankan rencana
144 Rencana belum selesai
145 Bertemu dengan Eser
146 Terapi
147 Siapa dan mengapa?
148 Demi Gendis dan Esju
149 Usaha Eser
150 Masih rencana Eser
151 Usaha menumbangkan Julles dahulu
152 Selangkah menuju tumbangnya Julles
153 Mulai Eksekusi
154 Eksekusi awal
155 Bukti dari Sevket
156 Berakhirnya nyawa seseorang
157 Tumbangnya Julles
158 Terungkap
159 Awal pertemuan yang tak biasa
160 Kedatangan Giano dan Salsa
161 Menyerah
162 Berakhir indah
Episodes

Updated 162 Episodes

1
Rumah Neraka
2
Pergi dari rumah
3
Mulai bekerja
4
Eser Sevket & Ozge Sevket
5
Kesialan Gendis
6
Akal licil Eser
7
Dijemput Tesla
8
Kantor Eser
9
Ozge
10
Bullying di tempat kerja
11
Bersama Ozge
12
perjodohan di keluarga Sevket
13
Nyamuk
14
Bebeg
15
Janji harus ditunaikan
16
Ke mana Damar?
17
Rumah Tua
18
Apartemen Eser
19
Tentang Ozge 1
20
Tentang Ozge 2
21
Kediaman Sevket 1
22
Kediaman Sevket 2
23
Hantu Ozge
24
Ponsel baru
25
Siapa
26
kopinya pas
27
semakin dekat
28
Jia
29
Rencana Ozge
30
Pernikahan dibatalkan
31
Akal-akalan Eser
32
Pernikahan sederhana
33
Tidak seperti pengantin
34
Phiu Mhiu
35
Bingung
36
Gia
37
Sop dan Tempe
38
Eser mulai ser-ser
39
Nonton bioskop
40
Hari yang agak manis
41
Membantu Ozge
42
Melihat Jia atau Gia
43
Sevket teki
44
Ketahuan
45
Tiga kekasih
46
Kunjungan Ozge
47
Ke tempat Alex
48
Ulah Gendis
49
Satu lagi Ancaman untuk Eser
50
Amarah Eser
51
Ingin mengulang hukuman
52
Kerjasama dengan Ozge
53
Licik vs Licik
54
Accident
55
Paraplegia
56
Bisa sembuh
57
Rencana Gendis dan Ozge
58
Emosi yang mulai tidak stabil
59
Bertemu anak Ozge
60
Berbicara dengan Sevket
61
Kekhawatiran untuk Gendis
62
Ada yang menyerah
63
Firasat Phiu
64
Pergi dengan ikhlas
65
kesepakatan apa?
66
Syarat
67
Menikahi Jia?
68
Percaya akan kekuatan doa
69
Kangen tapi gengsi
70
Ada yang bergerak tapi belum tegak
71
Masih mode berusaha
72
Tidak tahu dirinya Ozge
73
Ricuh
74
Ozge masih berharap
75
Sudah bisa kah?
76
Ke rumah sakit
77
Ke gereja
78
Salah menyuarakan isi hati
79
Kembalinya si Teser
80
Masih ingat punya suami, Mhi?
81
Masih saja jahat
82
Membuntuti Jia
83
Tidak paham kode
84
Mendekati Erick
85
Negosiasi dengan Erick
86
Video sudah di tangan
87
Pembuktian Teser
88
Dahlia
89
Penangkapan Gia dan Baron
90
Neraka Ozge
91
Eser anak siapa?
92
Melihat rumah baru
93
Dahlia dan Gendis
94
Tes DNA
95
Siksaan untuk Jia
96
Siapa Lagi?
97
Reuni
98
sapa
99
Bertemu idola
100
Gengsi gede-gedean
101
Ingin lepas dari bayang-bayang Eser
102
Awal pertengkaran
103
Keras Kepala
104
Hasil tes DNA?
105
Kenapa harus begini?
106
Memutuskan pergi sebentar
107
Berita duka
108
Kepergian Darto
109
Perasaan Gendis tidak enak
110
Masih menunggu kabar Gendis
111
Gendis bertemu Damar
112
Teringat Gendis dan Esju
113
Salah sangka
114
Curiga
115
Rencana Eser untuk Gendis
116
Menjalankan rencana
117
Rencana masih berjalan
118
Pulang, Mhi
119
Tersiksanya Eser dan Teser
120
Rumit
121
Rencana Sevket
122
Mengetahui rencana
123
Acara Sevket 1
124
Acara Sevket 2
125
Masih tanda tanya
126
Penolakan Gendis
127
Tidak nyaman
128
Hasil tes DNA Ozge dan Eser
129
Tidak sedarah.
130
Berbicara dengan Sevket
131
Kekesalan Eser
132
Cemburu selalu meresahkan
133
Kecewa pada Eser
134
Accident Sevket
135
Rahasia yang belum terkuak
136
Rahasia Eser
137
Kepergian Eser
138
Kematian Sevket
139
Siapakah Rose dan Julles?
140
Bersama Julles dan Rose
141
Julles yang culas
142
Ingin menghubungi Gendis
143
Menjalankan rencana
144
Rencana belum selesai
145
Bertemu dengan Eser
146
Terapi
147
Siapa dan mengapa?
148
Demi Gendis dan Esju
149
Usaha Eser
150
Masih rencana Eser
151
Usaha menumbangkan Julles dahulu
152
Selangkah menuju tumbangnya Julles
153
Mulai Eksekusi
154
Eksekusi awal
155
Bukti dari Sevket
156
Berakhirnya nyawa seseorang
157
Tumbangnya Julles
158
Terungkap
159
Awal pertemuan yang tak biasa
160
Kedatangan Giano dan Salsa
161
Menyerah
162
Berakhir indah

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!