Pria yang ditabrak oleh Gendis itu memutar badan. Seketika Gendis menundukkan wajah, tubuhnya gemetaran dua kali lipat dibanding saat bersama Ozge tadi. Sungguh malam ini adalah malam tersial di hidupnya.
Pria itu adalah Eser Sevket. Orang yang tadi sempat dihindari oleh Gendis. Sekarang malah ada di depan mata dan menatapnya dengan sangat tajam.
Eser tidak akan pernah lupa dengan wajah Gendis. Satu-satunya mahasiswi yang mampu membuatnya bermurah hati memberikan nilai A. Gadis di depannya ini juga tidak pernah berusaha menarik perhatian Eser seperti mahasiswi lain.
Dia menarik tangan Gendis dengan paksa, lalu mengajaknya masuk ke dalam ruangan yang khusus dipakainya untuk merelaksasi semua otot tubuhnya yang tegang.
"Maaf, Pak. Saya tadi terburu-buru. Tolong, maafkan saya." Gendis berusaha menarik tangannya.
Eser mengabaikan usaha Gendis. "Bukankah di kampus kamu terlihat seperti gadis baik-baik? Bagaimana bisa kamu bekerja di tempat ini?" selidinya.
"Memang kenapa kalau saya bekerja di sini?" Gendis memberanikan diri menatap mata Eser.
"Masih banyak pekerjaan di luar sana yang bisa kamu lakukan. Kamu bisa part time di restaurant atau menjadi sales promotion girl di pusat perbelanjaan mungkin," katanya dengan enteng.
"Kerja di sini pun sama saja, pak. Yang penting saya bekerja di atas kaki saya dan menggunakan tangan saya sendiri. Lagi pula saya tidak merugikan apalagi menyakiti orang lain," jawab Gendis.
Pria itu masih penasaran, bagaimana Gendis bisa masuk wilayah pekerjaan yang cukup menggoda iman ini. Memang ada beberapa yang murni menjadi Terapis, tapi tidak sedikit pula yang merambah ke jasa yang lebih jauh lagi. Apa lagi kalau bukan melayani kebutuhan bir4hi laki-laki.
Setelah atau sebelum mereka melakukan refleksi dan pijat yang sebenarnya, beberapa pekerja di tempat ini, sanggup menjadi pemuas nafsoe para lelaki yang ingin meneguk kenikmatan dunia.
"Sudah berapa lama kamu di sini?" tanyanya.
"Masih baru malam ini." Gendis menjawab dengan cepat.
Eser mengernyitkan keningnya, Gendis yang istimewa atau memang gadis itu yang membohonginya. Sejauh yang dia tahu sebagai salah satu pemegang saham tempat ini, pakaian yang dikenakan Gendis adalah pakaian untuk pemijat Shiatsu yang sudah mendekati level profesional.
Eser merogoh ponsel di saku celananya. Sesaat kemudian. "Aku menambah tiga jam lagi. Aku sudah bersama Terapisku."
Pria itu mengakhiri sambungan teleponnya. "Sekarang kamu layani Aku!" Eser memberikan perintah seraya melepaskan kaos polos biru navi yang dipakainya.
"Tapi, Pak--" Gendis berniat membantah tapi tidak jadi.
"Kita sedang tidak ada di kelas. Jadi tidak perlu memanggilku seformal itu." Kini Eser melepas ikat pinggang dan pengait celananya.
Gendis membuang pandangan matanya ke sisi lain. Belum genap sepuluh jam bekerja di tempat ini. Dua suguhan makhluk Tuhan dengan body dan wajah luar biasa sudah dia nikmati dengan gratis, bahkan mereka yang membayar Gendis.
"Full Service kan?" tanya Eser tepat di depan Gendis yang masih memalingkan wajahnya.
"Iya pak, dari atas sampai bawah bisa." Gendis menjawab dengan polos. Sepertinya dia salah menduga apa yang dimaksud Dosennya itu.
Eser tersenyum penuh kemenangan. Gadis yang diincarnya di kampus, ternyata dengan mudah bisa dia nikmati sekarang. Padahal, sudah lama dia mencari celah agar bisa mendekati dan mengajak gadis yang terlihat lugu itu bermain-main.
Tentu saja dia ingin bermain aman. Jangan sampai wibawanya sebagai Dosen yang sangat perfeksionis jatuh. Apalagi kalau sampai reputasinya menjadi jelek karena menggagahi mahasiswinya sendiri. Eser sangat berhati-hati. Karena ini adalah pengalaman pertama kali, dia bermain-main dengan anak didiknya sendiri.
Sebelumnya, Eser mengira kalau Gendis pastilah masih p3rawan. Tapi setelah menemui mahasiswinya itu bekerja di tempat ini, dia pun meyakini kalau Gendis pasti sudah tidak p3rawan lagi.
"Silahkan, Pak!" Gendis meminta Eser merebahkan badan di atas papan pijat.
Baru sekarang Gendis memperhatikan ruangan, entah ruangan yang sebelumnya ada atau tidak. Selain tempat untuk pijat, Room di mana dia berada sekarang ada satu ranjang berukuran king size. Padahal untuk memijat Shiatsu, sangat tidak mungkin di atas kasur seempuk itu.
Melihat Eser sudah merebahkan badan dalam posisi tengkurap, Gendis pun memulai pijatannya. Tiga puluh menit pertama, dia masih kuat dan segar bugar. Tapi tiga puluh menit kemudian rasa kantuk begitu luar biasa melanda.
Eser pun merasakan hal yang sama, hingga dia tidak sempat untuk protes dengan tekanan dan gerakan jemari Gendis yang semakin pelan. Di awal pijatannya, Eser merasakan sentuhan yang sangat menenangkan.
Hal itu tentu membuat, Eser kembali beropini kalau mahasiswinya itu sedang berbohong. Melihat cara memijatnya, bisa dipastikan Gendis sudah menekuni dunia pijat memijat ini setidaknya satu tahunan.
Gendis melirik jam di dinding room, waktu sudah menunjukkan pukul dua belas malam lewat lima menit. Pantas saja matanya seperti terkena lem. Alunan lembut musik khusus pijat relaksasi yang diputar, benar-benar mengantar mata gadis itu terpejam lebih dalam.
Gerakan jemarinya pun berhenti total, tubuhnya ambruk tepat di atas punggung Eser yang sudah terlelap lebih dulu.
Sementara itu, Surti sudah harap-harap cemas dengan keadaan Gendis. Biasanya pemula akan mengalami kesulitan di hari pertamanya mulai masuk kerja.
Perempuan menor itu sedang dilanda gelisah dan serba salah sekarang. Menurut informasi yang diterimanya dari miss Alika, Gendis sekarang sedang bersama Eser. Pria itu akan memakai jasa Gendis selama tiga jam. Itu artinya masih kurang sembilan puluh menit lagi dari sekarang.
"Mbak Ti, dari tadi mondar-mandir terus kayak setrikaan. Apa gaya maju mundur, naik turun, dan liukan pinggul Mbak Titi sudah kurang laku? " canda resepsionis yang sedari tadi ditemani Surti.
"Ngawur saja kalau ngomong. Masih laku keras aku tuh, tapi memang pasaranku kalau di tempat ini tidak seramai di tempat lain. Coba bosmu, suruh ganti lampunya, agak remang-remang. Biar mereka fokus di dada saja, jangan di wajah," sungut Surti.
Padahal hari ini bukan jadwalnya mangkal di tempat ini, harusnya Surti tidur cantik di kamarnya malam ini. Tapi karena dia merasa mempunyai tanggung jawab akan keselamatan Gendis, Surti tetap menunggu.
"Kalau Gendis selesai, kasih tau kalau aku." Surti akhirnya memilih tidur dulu di kamar ganti salah seorang teman akrabnya.
Menit demi menit berlalu, hingga jarum jam semakin bergeser menunjukkan waktu dini hari. Eser merasakan punggungnya kebas dan berat.
Matanya belum terbuka sempurna, masih mengeriyip karena kantuk belum sepenuhnya hilang. Eser memutar leher hingga indra penglihatannya bisa melihat apa yang membuat punggungnya berat.
"Astaga, dia ketiduran juga ternyata." Eser memutar pelan-pelan badannya. Hingga bibir gadis itu kini tepat menempel di dada bidangnya.
Senyum licik tersungging di bibirnya. Dia beringsut turun dari tempatnya. Pelan-pelan dia menggendong tubuh Gendis dan menidurkannya di atas ranjang.
'Saatnya menjalankan rencana selanjutnya,' batin Eser, lagi-lagi dengan senyuman licik.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 162 Episodes
Comments
???
woii.. anak orang itu jgn diapa2in kasian🥺
2022-10-20
0
ℤℍ𝔼𝔼💜N⃟ʲᵃᵃ࿐ⁿʲᵘˢ⋆⃝🌈
mau ngapain Es,,, ya ampun bangun Dis 🤣🤣🤣🤣🤣
2022-09-09
2
ᴴᶥᵅᵀ
eeeeee....
kepo boleh ga, bunda..?
mau lanjut baca tapi..
2022-09-08
1