Laki-laki yang berada di dalam mobil itu, tidak lagi sabar menunggu, dia pun segera turun dari sana. Tanpa banyak bicara, dia menarik tangan Gendis dengan paksa. Mengajak gadis itu berjalan menuju mobilnya.
"Lepaskan, pak!" Gendis berusaha menarik tangannya dengan sekuat tenaga, tapi cengkraman tangan Eser lebih kuat.
Gendis menoleh ke kanan dan ke kiri. Tampak lengang sekali, rasanya percuma saja berteriak. Hanya ada mobil yang berlalu lalang di jalanan, tapi mana mereka peduli.
Laki-laki di depannya, bahkan tidak nampak seperti penjahat, apalagi penculik. Mana ada penampilan penculik lebih perlente daripada yang diculik.
"Lepaskan tangan saya, Pak. Saya bisa berjalan sendiri."
Eser menghempaskan tangan Gendis, lalu menyuruh gadis itu segera masuk ke dalam mobilnya.
Mobil mewah yang bisa menggunakan mode autopilot itu pun kembali melaju. Membelah lalu lintas yang tidak terlalu lenggang.
Esar membawa Gendis ke sebuah gedung perkantoran megah bertuliskan SVK di puncak gedung. Ya, gedung itu adalah milik keluarga Sevket. Di sanalah Esar dan Ozge menjalankan beberapa perusahaan.
Mereka berada di lantai yang berbeda. Esar di lantai 25 sedangkan Ozge berada di lantai 24. Keduanya sama-sama tidak banyak bicara, perfectionis dan tidak segan untuk bersaing.
"Duduk!" perintah Esar begitu mereka sampai di dalam ruangannya yang megah.
Gendis tidak mampu menyembunyikan kekaguman di wajahnya. Apa yang dilihatnya saat ini, adalah bukti bahwa uang sanggup membeli karya seni yang langka sekalipun.
Semua yang ada diruangan Esar, bukanlah barang yang mudah ditemui dan dibeli di pasaran.
"Berhenti bekerja di sana dan jadilah sekretarisku," ucap Esar dengan entengnya.
Seketika, Gendis menoleh dan menatap Esar. "Tidak akan!" tolaknya.
"Sebegitu malasnya kah otakmu? hingga kamu lebih senang menggunakan fisikmu saat bekerja. Ah, Aku lupa. Tentu kamu lebih menikmati sebagai pemijat. Karena kamu bisa menggoda dan memuaskan pelanggan lalu dibayar dengan mahal. Tidak perlu menggunakan pikiran," Eser menatap Gendis sedikit merendahkan.
"Terserah apa kata, Bapak. Serendah apapun pekerjaan saya saat ini, nyatanya ada bapak dan orang-orang lain yang membutuhkan kami," tukas Gendis.
"Aku sedang tidak memberimu pilihan, Ndis. Ingat! aku mempunyai foto kita berdua. Jika kamu menolak, aku bisa menyebarkan satu saja di sosial media," ancam Esar sembari memutari Gendis yang enggan untuk duduk.
Gadis itu menatap tajam pada Esar, untuk menghadapi orang licik, dia pun harus licik.
"Silahkan! saya tidak takut sama sekali," tantang Gendis.
Esar merasa semakin tertantang, baru kali ini ada perempuan yang berani menentangnya.
"Kamu tahu, di meja personalia, menumpuk surat lamaran pekerjaan dari beberapa lulusan terbaik di negeri ini, dengan nilai dan kualifikasi yang tentu luar biasa. Sudah bagus aku memberikanmu penawaran, kamu malah menyia-nyiakan begitu saja." Esar terlihat sangat tersingung.
"Saya bukan mereka, dan saya tidak pernah meminta apalagi berharap Anda memberikan penawaran pada saya." Gendis tetap bersikukuh mempertahankan prinsipnya.
"Aku beri waktu kamu berpikir, satu minggu dari sekarang. Jangan pikir aku hanya akan menyebarkan foto kita. Aku juga akan pastikan kamu tidak akan bekerja lagi di Tikea Shiatsu." Lagi-lagi Esar memberikan ancaman.
Meski takut, Gendis lebih memilih untuk tidak pasrah dan kalah secepat ini. Dia merogoh tasnya, mengeluarkan satu amplop. Lalu dengan sedikit keberanian. Meletakkan amplop itu di meja Esar.
"Maaf, Pak. Ini terlalu banyak. Saya sudah mengambil secukupnya. Jumlah yang pantas, tapi masih di bawah tip yang bapak berikan pada orang lain," ucapnya.
"Cukup kamu menolakku, Ndis! apa yang sudah aku berikan, pantang aku terima lagi. Persiapkan fisik dan mentalmu, jika kamu ingin bermain-main denganku." Esar menatap Gendis dengan tatapan yang sulit diartikan.
Gendis mendengus kesal dan menghentakkan kakinya keluar dari ruangan Esar tanpa permisi. Laki-laki itu, sungguh sudah membuang waktunya. Padahal, dia juga ingin tidur dulu, sebelum nanti malam kembali bekerja.
Esar hanya tersenyum melihat kelakuan Gendis. 'Sebentar lagi, pasti juga akan kembali ke sini. Merengeklah! sampai kamu tidak sadar akan membuka kancing bajumu untukku,' batin Esar begitu licik.
Semenjak semalam, Esar semakin tidak waras. Fantasinya selalu dipenuhi oleh Gendis. Dia yang memang sediki Hyp3r, terpaksa harus menuntaskan sendiri hasratnya di kamar mandi beberapa kali tiap mengingat wajah Gendis.
Rasa penasarannya pada sosok Gendis kini pun semain meluap. Dan Eser bukanlah orang yang mudah menyerah, menghalalkan segala cara pun dia sanggup agar memperoleh apapun yang dia inginkan. Dia harus menyudahi siksaan yang dibuatnya sendiri. Biasanya sekali dua kali, dia pasti akan bosan.
Sementara itu, Gendis terus mematung di depan lift. Sudah beberapa kali dia menekan tombol ke bawah, tapi pintu tak kunjung terbuka.
Tentu saja tidak akan bisa, karena untuk memasuki Lift, di lantai 25 ke atas, memang harus menggunakan kartu akses khusus, atau sidik jari yang sudah tersetting di sana.
Kini, Gendis hanya berharap ada staf yang datang sekedar meminta tanda tangan, OB yang mengantar kopi atau siapapun yang bisa membuat pintu lift terbuka.
Gadis itu mengedarkan pandang, mencari pintu ruangan yang menyembunyikan tangga darurat. Dia tidak boleh menyerah, apalagi kalau sampai harus memohon pada Esar. Jelas hal itu tidak akan dia lakukan.
Sampai 30 menit berlalu, Gendis belum juga mendapatkan jalan keluar. Esar tersenyum puas saat mengetahui, Gendis masih mondar mandir di depan lift melalui layar monitor yang terhubung dengan kamera CCTV.
Gendis berjinjit, mengintip setiap ruangan yang terbuat dari separuh kaca di lantai itu. Berharap ada orang lain selain Esar. Tapi nihil, sepi tidak ada tanda kehidupan lain.
Semua memang sudah di atur oleh Esar. Seharusnya ada asisten dan juga dua staf khususnya di lantai itu. Tapi dia sengaja menyuruh mereka untuk bekerja di lantai lain. Hari ini tidak ada yang boleh datang menemuinya hingga waktu yang tidak ditentukan.
Gendis rasanya sudah ingin menangis, rasanya ingin mengucapkan sebuah sayembara layaknya di negeri dongeng.
'Jika ada yang menolongku keluar dari sini, jika perempuan akan aku jadikan saudara, jika laki-laki, aku akan bersedia menjadi istrinya. Semua laki-laki aku tidak peduli. Asal tidak beristri dan bukan pak Esar,' batinnya.
Gendis sudah di titik menyerah. Tenggorokannya juga sudah mengering karena sedari di kampus tadi, dia tidak minum sama sekali.
Sementara Esar malah asik dengan pekerjaannya, dia memang sedang menunggu sampai Gendis yang menghampirinya. Akan sangat berbeda cerita, kalau sampai Esar yang mrnawarkan diri untuk membantu Gendis.
Tubuh Gendis mulai berkeringat, pikirannya mulai tegang. Beberapa bagian ruangan yang terlihat seperti pintu sudah dia buka, tapi semuanya terkunci rapat.
Suara pintu lift terbuka, seketika membuat Gendis lega dan menengadahkan kepalanya. Seperti di guyur hujan ketika kemarau panjang.
Namun, kesejukan itu seketika hilang, mana kala dia melihat siapa yang keluar dari pintu lift. Air hujan yang tadinya menyejukkan, berubah menjadi banjir bandang.
'Bangun, Ndis ... bangun, ini hanya mimpi kan?' Gendis menepuk-nepuk pipinya sendiri.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 162 Episodes
Comments
???
mungki Gendis jelmaan Dayang Sumbi yg harus menikahi Sangkuriang, apakah legenda itu terjadi lagi? akankah Sangkuriang yg ini jg bakalan dinikahi Gendis?? 😅
lanjut kuy🏃♀️🏃♀️
2022-10-20
0
???
banjir bandang kali ini berupa sosok yg menawan mungkin siapa pun rela hanyut 😝😅
2022-10-20
0
ℤℍ𝔼𝔼💜N⃟ʲᵃᵃ࿐ⁿʲᵘˢ⋆⃝🌈
ketemu Ozge??
lengkap lah susah penderitaan mu ndis😂😂
2022-09-09
1