"Tuan Ozge," sapa Gendis terlihat kaget.
Claudia pun memperkenalkan kekasihnya pada Ozge. Sebaliknya kekasih Claudia yang bernama Bayu itu memperkenalkan Gendis.
Bayu adalah sahabat Gendis sejak kecil. Laki-laki itu memiliki tempat bimbingan belajar untuk pelajar sekolah dasar hingga lanjutan atas. Sepulang sekolah, Damar selalu ke sana untuk membantu Bayu.
Mengetahui Ozge dan Gendis saling kenal, membuat Claudia senang. Di tambah lagi melihat Ozge yang seketika ramah, membuatnya yakin Gendis memiliki kedudukan istimewa di hati laki-laki itu pastinya.
"Kita makan, Yuk!" ajak Bayu.
"Yuk! Kebetulan sekali ya ternyata semua saling kenal. Jadi makin seru, tidak pakai acara jaga image." Claudia menyambut dengan semangat.
Keempatnya berjalan beriringan. Seperti layaknya dua pasang kekasih yang sedang melakukan double date.
Ozge dan Gendis saling melempar senyum. Sesekali saling mencuri pandang. Gendis jadi teringat janjinya ketika berada di kantor Eser. Andai Ozge tidak sesempurna ini, dia pasti akan menyampaikan janjinya.
Gendis menggelengkan kepala dan menepuk pipinya sendiri. Menyadarkan mimpinya yang ketinggian. Membayangkan menjadi pendamping Ozge, sungguh angan yang sulit diraih oleh seorang seperti dirinya.
Sesampainya di tempat penjual sate yang rame tadi, mereka berempat memilih tempat di ujung yang baru saja ditinggalkan oleh pembeli lain. Pas untuk mereka berempat.
Ozge sangat canggung, karena ini adalah pengalaman baru untuknya. Seumur hidup, baru pertaman kalinya ini, dia menginjakkan kaki di tempat seperti ini.
"Bay, aku boleh minta tolong tidak? mumpung aku ingat." Gendis dengan hati-hati bertanya pada Bayu.
"Apa?"
"Aku minta tolong kamu mintakan surat pengantar ke pak RT RW, tidak? dompetku hilang. Aku harus mengurus kartu identitasku yang ada di sana. Uangnya jelas tidak seberapa, tapi males ngurus kartunya," keluh Gendis.
Seketika tenggorokan Ozge terasa kering, dia berdehem hingga terbatuk. Baru sadar, kalau dia belum mengembalikan dompet Gendis.
Bayu menyodorkan sebotol air mineral pada Ozge. "Silahkan."
"Terimakasih." Ozge langsung meneguknya hingga kandas.
"Sudah diingat-ingat, Ndis. Jatuh di mana mungkin? atau bisa jadi keselip." Claudia ikut bersuara.
"Sudah beberapa hari yang lalu, Mbak. Rasanya ingin membuat sayembara saja. Saya males ke tempat Pak RW. Rumahnya tidak jauh dari tempat Bapak saya. Berharap ada keajaiban lagi, kalau yang menemukan perempuan mau saya jadikan saudara, kalau laki-laki siapa tahu jodoh saya." Lagi-lagi Gendis membuat janji konyol.
Ozge kembali terbatuk-batuk. Sayang sekali dia tidak membawa dompetnya.
Obrolan mereka terjeda karena pesanan mereka sudah datang. Awalnya, Ozge seperti enggan untuk memakan sate dan lontong yang ada di depannya. Tapi karena melihat Gendis, Claudia dan Bayu begitu lahap. Dia pun akhirnya memakannya juga. 'Not bad,' batinnya.
"Ndis, tahu tidak? kalau kamu sudah membuat janji seperti tadi, harus ditepati lho. Kalau tidak nanti di rumahmu bakalan sering dikunjungi ular." Claudia kembali membuka obrolan.
Gendis langsung menghentikan makannya. "Benarkah?" Dia teringat akan janji sebelumnya. Lalu melirik ke arah Ozge.
'Astaga, bagaimana ini. Ada dua janji. Apa jodohku ada dua?' tanya Gendis dalam hati.
"Becanda, Ndis. Tapi kadang-kadang, bisa bener juga," tambah Claudia.
"Namanya janji, harus dipenuhi. Apapun itu," sahut Ozge, begitu bersemangat.
"Tapi, kalau orangnya yang menolak, berarti janji gugur kan ya?" Gendis serius menanggapi Claudia dan Ozge.
Bayu malah asik menghabiskan satenya. Gendis memang kadang sedikit konyol. Pintar, tegar tapi sesekali bisa juga tidak rasional.
"Mau ke mana lagi kita setelah ini?" tanya Claudia.
"Ke pantai saja, Yuk! cari angin malam." ajak Bayu.
Ozge mengerutkan keningnya, heran kenapa harus ke pantai malam-malam begini. Dia seperti menjadi satu-satunya orang aneh di antara yang lain. Tapi akhirnya dia pun ikut juga.
Claudia bersama Bayu naik motor sport merah, sedangkan Gendis bersama dengan Ozge menaiki mobil BMW E-Class berwarna putih.
Berdua saja di dalam mobil, membuat jantung Gendis berdetak kencang. Entah kenapa akhir-akhir ini dia merasa begitu sering salah tingkah jika bersama dengan Ozge. Padahal sebelumnya biasa saja. Mungkin karena janji sembarangan yang dia ucapkan.
"Ndis, kita berasa jadi nyamuk mereka, ya." suara Ozge membuyarkan lamunan Gendis. Dia menunjuk Claudia yang bergelayut mesra di atas boncengan sepeda di depan mereka.
"Iya, Tuan. Untungnya sih ada, Tuan. Kalau cuma Saya sendiri. Malah lebih ngenes lagi pastinya," jawab Gendis.
"Kenapa ngenes? pengen?" goda Ozge.
"Bohong, kalau saya jawabnya tidak pengen."
Ozge terkekeh. "Bukankah, sekarang kita juga sedang berduaan? anggap saja kita juga sedang pacaran."
"Tidak! Kalau saya punya pacar, lebih seru naik motor seperti itu," ceplos Gendis.
"Dasar, pasti pengennya nempel-nempel. Wah, kamu diam-diam pikirannya mesum juga." Ozge sengaja memlesetkan kata-kata yang seharusnya.
Gendis menimpuk lengan Ozge yang sedang fokus menyetir mobilnya.
Keduanya kembali terdiam. Sibuk dengan pikiran masing-masing. Otak Ozge seketika mencari-cari sepeda sport terbaru yang akan digunakannya bersama Gendis nanti.
Sedangkan Gendis malah memikirkan dompetnya yang hilang. Dia butuh kartu identitasnya segera, karena ingin membuka rekening tabungan. Hampir seminggu dia bekerja, tapi hanya melayani Ozge saja, dia sudah mempunyai uang untuk disisihkan.
Gendis selalu menolak, tapi laki-laki itu selalu memaksanya untuk menerima. Dia merasa tidak enak, karena dari enan jam waktu mereka, lebih banyak untuk ngobrol ketimbang memijatnya.
Ozge, menghentikan kendaraannya tepat di belakang motor bayu yang juga sudah berhenti. Dia dan Gendis pun turun dari mobil.
Ke empat orang itu lalu berjalan mendekati bibir pantai yang temaram. Penerangan yang redup, dan deburan air laut yang lembut, membangun suasana yang romantis.
Pantai yang memang terbuka 24 jam. Penjual di kios-kios pun masih ada beberapa yang buka. Di salah satu kios itu, ada segerombolan pemuda sedang asik bersenandung ria dengan satu orang memetik gitar.
Gendis dan Ozge, berjalan agak pelan dibelakang Bayu dan Claudia yang saling berangkulan. Kadang kedua sejoli itu menautkan bibir mereka meski sekilas. Membuat dua jomblo di belakang mereka, merasa jengah. Terutama Gendis.
"Tuan, sepertinya kita salah ikut mereka kemari," bisik Gendis, tepat di belakang punggung Ozge.
"Kenapa?"
"Apa mereka pasangan beneran? kalau iya, cuma kita berdua orang bodoh di sini. Ini semacam, sudah tau ada genangan air, tetap saja berdiri di sampingnya. Sekali ada motor lewat, nanti ngamuk-ngamuk karena terkena cipratan airnya. Siapa yang salah coba?"
Mereka berempat akhirnya memilih duduk-duduk di atas hamparan pasir. Bulan memantulkan cahaya matahari sangat terang malam ini. Hingga mampu membuat Ozge melihat dengan jelas keindahan rupa yang ada di sampingnya.
"Ndis ...." pangil Ozge. Jakunnya naik turun seiring adanya ludah yang tertelan.
Claudia dan Bayu memang tidak berperasaan. Tidak sadar mereka datang dengan siapa, suara decapan bibir pada akhirnya meruntuhkan kecuekan Ozge. Ditambah lagi suasana yang sangat mendukung untuk khilaf.
"Ndis ...." panggil Ozge, lagi.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 162 Episodes
Comments
???
dobel janji Ndis, untung orang yg sama coba klo yg satu Ozge yg satu Eser pasti nanti diadakan sayembara beneran 🤭
2022-10-20
0
ℤℍ𝔼𝔼💜N⃟ʲᵃᵃ࿐ⁿʲᵘˢ⋆⃝🌈
ndis,, ndis,, ndis,,,
duh bang lama kali,,, coba sat set sat set cup gitu🤣🤣🤣🤣🤣
2022-09-09
1
ℤℍ𝔼𝔼💜N⃟ʲᵃᵃ࿐ⁿʲᵘˢ⋆⃝🌈
dua kali membuat janji dan dua2nya Ozge yg memenangkan janji yg Gendis buat😅😅😅
kira2 sampe halal ga nih berdua...
2022-09-09
1