"Beg?!" Gendis terlihat sangat terkejut melihat keberadaan Ozge.
Ozge menatap Gendis dengan tatapan yang sulit diartikan. Sampai gadis itu merasa sangat terintimidasi.
"Mar, kamu ke kamar dulu," perintah Gendis.
Tanpa membantah, Damar pun langsung masuk ke salah satu kamar yang ada di dalam apartement itu.
"Apa yang terjadi? kenapa kamu bisa di sini? kenapa harus Eser? kenapa kamu tidak menghubungiku?" tanya Ozge begitu dingin.
Gendis pun menceritakan apa yang menimpa dirinya dan Damar karena ulah Darto. Ozge mengepalkan tangannya, hanya soal uang. Dia pun bisa menyelesaikan dengan mudah. Tanpa harus terikat dengan Eser.
"Aku akan memberikanmu uang. Keluar dari sini dan jangan bekerja menjadi sekretaris Eser," ucap Ozge. Seperti tidak ingin dibantah.
Gadis itu menundukkan kepala. Dia tidak sanggup bercerita tentang foto-foto di tangan Eser. Andai Ozge tahu, ini tidak hanya sekedar urusan uang.
"Biarkan seperti ini, Beg. Gendis tidak ingin ada masalah lagi. Lagipula kita sekantor bukan?" tolak Gendis dengan hati-hati.
"Kamu tidak perlu menyerahkan kebebasanmu pada Eser,Ndis. Dia tidak sebaik yang terlihat. Eser bisa melakukan apapun untuk mendapatkan yang dia mau," tukas Ozge.
"Gendis bisa menjaga diri. Percayalah! Gendis mau hubungan kita murni, tidak ada balas budi atau keterikatan karena uang. Biarkan Gendis cukup berhutang uang pada pak Eser. Jika Bebegim memang mencintai Gendis, maka jangan beri uang atau apapun untuk sekarang ini." Gendis mengucapkannya dengan pelan sembari menundukkan kepalanya.
Ozge melangkah maju mendekati Gendis, tatapannya sungguh membuat gadis itu sedikit takut. "Tatap aku, Ndis!" perintahnya.
Gendis pun memberanikan diri mendongakkan kepalanya.
"Kamu adalah milikku, hanya milikku. Jika kamu memilih terlibat dengan Eser, aku akan menjagamu lebih dekat. Lusa, aku akan mengajakmu bertemu dengan orangtuaku. Aku ingin kita menikah. Tidak ada bantahan. Kalau kamu bisa menurut pada Eser. Kamu harus lebih menurut pada ucapanku." Ozge menahan tengkuk leher Gendis.
Pria itu lalu menundukkan kepala dan memiringkannya sedikit. Menempelkan bibirnya yang kemerehan pada bibir Gendis yang ranum. Ozge memagut lembut bibir Gendis yang masih mengatup dengan sempurna.
Entah dari mana dorongan itu berasal. Gendis perlahan membuka bibirnya, memberi celah pada Ozge untuk menjelajah lebih jauh.
Ini adalah ciuman bibir berbalasnya untuk pertama kali, Gendis belum bisa menikmati. Seperti layaknya seseorang yang masih belajar, Gendis masih pasrah dengan apa yang dilakukan Ozge dengan lidahnya.
"Nikmati saja, jangan banyak berpikir. Kamu milikku, hanya milikku. Lakukan apa yang ha5ratmu ingin lakukan. Jangan malu-malu," bisik Ozge, sesaat setelah membebaskan bibir Gendis dari bibirnya.
Gadis itu menelan ludahnya sendiri dengan kasar, memejamkan matanya, sapuan lembut bibir dan lidah Ozge masih terasa melekat.
Kini Gendis menjinjitkan badannya, tangannya dituntun Ozge agar mengalumg di leher pria itu.
"Kamu milikku, selamanya milikku." Ozge kembali menautkan bibirnya pada bibir Gendis.
Perlahan tapi sedikit ada keraguan. Gendis pun membalas pagutan Ozge. Membuat pria itu semakin bersemangat, ciuman yang tadinya lembut pun kini sedikit menuntut.
Tangan Ozge tidak lagi menahan tekuk leher Gendis. Melainkan sudah turun ke bawah, mer3m4s bokong Gendis yang kenyal dan sintal.
Andai bibir keduanya tidak bertautan, pasti suara lenguhan sudah meluncur dari keduanya.
Gendis merasakan bagian tengah tubuh Ozge mengeras saat pria itu menggesek-gesekkannya di tubuhnya.
Ozge melepas pagutan bibirnya. "Aku mencintaimu, Beg." ucapnya, lalu langsung berjalan cepat ke arah toilet.
Gendis berdiri terpaku memegangi bibirnya sembari memejamkan mata.
'Astaga, begini ternyata rasanya. Aku bisa gila setelah ini,' batin Gendis.
*********
Sementara itu di kantor SVK lantai 25. Wajah Eser begitu memerah melihat monitor di atas meja kerjanya.
Dia menyambar ponsel di atas meja, lalu menghubungi seseorang. Setelah berbicara beberapa saat dengan serius, dia pun meletakkan kembali ponselnya dengan kasar.
Di tengah kekacauan pikirannya. Eser todak menyadari kehadiran Sevket yang kini sudah tepat duduk di depan meja kerjanya.
"Semua baik-baik saja?" tanya suara bariton itu berhasil membuyarkan pikiran Eser.
"Ya, semua baik," jawabnya dengan cepat.
Meski tidak menyangka akan kedatangan Sevket yang tiba-tiba, Eser menunjukkan wajah yang dingin dan tanpa ekspresi. Biasanya, pasti ada sesuatu yang sangat penting kalau sampai papinya itu datang ke perusahaan.
"Siapa gadis itu?" tanya Sevket, langsung membuat Eser mengerutkan keningnya.
"Gadis siapa? gadis yang mana? Aku mempunyai banyak gadis," kilah Eser, sukses membuat Sevket berdecih.
"Gadis yang membuat kalian berdua akhirnya mempunyai kesamaan." Sevket berdiri, memutari meja kerja putranya, lalu berhenti saat melihat monitor di meja anaknya itu menunjukkan gambar bergerak putra keduanya itu sedang bersama seorang gadis.
"Bawa gadis itu ke rumah," perintah Sevket dengan santainya.
"Dia bukan siapa-siapa. Dia sama dengan gadis-gadis yang lain," kilah Eser.
Sevket tersenyum sinis. Tidak ingin mendebat putranya sekarang. Dia tidak bodoh. Tentu saja dia sudah menyelidiki apa yang dilakukan anak-anaknya akhir-akhir ini.
"Pastikan dia gadis yang kuat, ada banyak hal yang akan kalian hadapi di depan. Terutama Ozge. Dia harus mempertanggungjawabkan kesalahannya segera atau perang antar keluarga akan terjadi," ucap Sevket, terdengar dan terlihat sangat serius.
"Papi hanya datang untuk mengatakan ini? Kami sudah besar. Kami bisa bertanggungjawab sendiri. Bahkan, seharusnya papi tidak menjodohkan aku dengan siapapun."
"Kamu harus cepat menikah, dengan siapapun. Papi tidak masalah. Jika kamu tidak bisa mencari gadis sendiri, maka jodoh dari papi kemarin adalah pilihan terakhir. Kalian mengira diri kalian sudah dewasa, nyatanya kalian tidak tahu bahaya yang sedang mengancam diri kalian." Sevket melempar bolpoint ke arah Eser.
Dengan sigap, Eser menangkap bolpoin itu. "Maksud Papi?" tanya putra pertamanya itu. Masih jauh dari kata mengerti.
"Apa yang dilakukan Ozge beberapa tahun yang lalu, ternyata berdampak besar pada kehidupan mereka. Mereka kembali, entah akan menuntut kita atau tidak. Satu hal yang pasti, setidaknya kalian harus hati-hati. Jangan libatkan orang lain yang tidak berdosa, Jika gadis itu tidak sekuat batu karang, jangan bawa dia masuk ke dalam keluarga kita," tegas Eser, sembari melirik monitor yang masih menunjukkan kebersamaan Ozge dan Gendis.
"Gadis itu urusan Ozge, bukan urusanku," kilah Eser lagi dan lagi.
"Jika kamu memang tertarik padanya, rebut dia dari Ozge. Urusan Ozge tidak akan pernah selesai sampai dia berani bertanggung jawab. Kita memang punya kuasa, tapi jika kita berada di posisi yang salah. Kita bisa apa?" Sevket berjalan keluar meninggalkan Eser yang masih nampak sedang berpikir keras.
Sevket dibalik sifatnya yang semena-mena terhadap perempuan, tapi sangat peduli pada anak-anaknya. Terutama pada Eser, rasa bersalahnya pada sang istri yang meninggal akibat ulahnya. Menjadikan Sevket, lebih dominan sayangnya pada Eser ketimbang pada Ozge.
"Ini tidak benar. Pasti ada hal yang lebih besar yang Papi sembunyikan dari kami," gumam Eser
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 162 Episodes
Comments
Tua Jemima
aq juga maux gendis sama eser siapa tau gendis bisa metubah eser menjadi baik
2023-02-20
1
???
masalah besar apa y😯🤨
2022-10-20
1
𝒯ℳ
Ketagihan ya ndis ?
2022-09-10
0