Bukan Sekedar Ibu Susu
Seorang gadis tengah duduk di taman sendirian, ia sedang berusaha untuk meredam kesedihan yang tengah dirasakannya. Beberapa saat yang lalu, dirinya mendapat kabar jika sang mama masuk rumah sakit karena di temukan pingsan oleh tetangganya.
Gadis itu bernama Allura Saputri, dia tinggal berdua dengan mamanya yang bernama Ibu Ani. Ibu Ani mengidap penyakit jantung. Semenjak sang ayah meninggal, dialah yang bekerja keras banting tulang punggung keluarga.
Allura memang sudah terbiasa hidup susah, tapi kali ini ia merasa seakan dunianya bertambah hancur tak kala melihat mamanya terbaring lemah tak sadarkan diri.
Dokter menyarankannya untuk segera melakukan operasi terhadap Ibu Ani. Jika tidak, kemungkinan nyawanya akan semakin terancam, sedangkan saat ini Allura tidak mempunyai uang banyak. Jangankan untuk biaya operasi, untuk bayar kontrakan bulan ini pun dia tidak ada.
Selama ini dirinya hanya bekerja sebagai kasir di sebuah toko baju yang jaraknya tak jauh dari rumah kontrakan. Allura tidak mempunyai ijazah tinggi, hingga dia cukup kesulitan dalam mencari pekerjaan.
Ya Tuhan, aku harus kemana mencari biaya untuk operasi Mama? Biayanya juga sangat besar pula, gumam Allura seraya menenggelamkan wajahnya di kedua telapak tangan.
Allura merupakan anak tunggal, ia tak mempunyai keluarga dekat di kota itu. Keluarga ibunya pun sama susahnya seperti dia, sedangkan ia sendiri tak mengetahui tentang keluarga sang ayah. Sejak kecil Allura hanya hidup bertiga dengan ayah dan ibunya di kota itu.
Setelah kepergian sang ayah akibat kecelakaan beberapa bulan lalu, kehidupan ia dan Ibu Ani semakin terasa sulit, di tambah kondisi mamanya yang kini semakin memburuk.
Saat Allura masih terdiam, tiba-tiba Viana datang menghampirinya. Viana merupakan teman paling dekat Allura, gadis itu tak pandai bergaul, jadi dia hanya memiliki satu teman saja.
"Ra, bagaimana keadaan Ibu Ani saat ini?" tanya Viana yang berhasil membuat Allura terkejut lantaran kedatangan gadis secara tiba-tiba.
"Ya Tuhan, Na. Bisa tidak jangan mengejutkanku seperti itu?" Allura sampai memegangi dadanya yang berdegup kencang.
"Ck, ya maaf, Ra. Lagi pula kenapa kamu melamun kaya gitu? Sampai-sampai aku datang dan duduk pun kamu tidak menyadarinya." Viana menunjukkan raut wajahnya yang tengah merajuk. Sebenarnya ia tidak benar-benar merajuk, hanya saja ia ingin sedikit menghibur sahabatnya yang tengah bersedih dengan raut wajah lucunya.
"Ya maaf, Na. Aku tidak bermaksud untuk mendiamkanmu. Tapi sat ini aku sedang sangat-sangat bingung," jawab Allura dengan kepala yang menunduk dalam.
Viana menatap iba sahabatnya. Andai dia orang kaya, pasti akan segera membantunya.
"Ra, maaf. Lagi-lagi aku tidak bisa membantumu di saat susah seperti ini." Viana mengusap bahu Allura pelan, ia sangat faham dengan kesusahan yang tengah di rasakan oleh kawannya itu.
"Tidak apa-apa, Na. Justru aku berterima kasih karena kamu tidak meninggalkanku di saat aku kesusahan seperti ini," jawab Allura seraya menampakkan senyum terbaiknya, meskipun matanya sudah bengkak akibat terlalu lama menangis dan jejak air mata yang mengering, ia tidak ingin semakin terlihat menyedihkan di mata sahabatnya.
"Kemari, biarkan aku memelukmu. Meskipun aku tidak bisa membantumu membiayai pengobatan Ibu Ani, tapi aku tidak keberatan untuk mendengarkan ceritamu. Aku juga akan berusaha untuk mencarikanmu pekerjaan tambahan," ucap Viana yang kini tengah memeluk sahabatnya, Allura.
Allura kembali meneteskan air matanya saat ia mendengar ucapan Viana.
"Terima kasih, Na. Kamu memang sahabat terbaikku."
Allura dan Viana sudah cukup lama berteman, Allura juga sangat kenal dengan keluarga Viana. Keluarga gadis itu selalu bersikap baik dan ramah padanya, bahkan kakak laki-laki Viana ada yang memendam rasa padanya.
Setelah perasaan Allura lebih baik, ia pun melepaskan pelukan Viana sembari mengusap matanya yang kembali berair.
"Na, tolong kamu bantu aku untuk mencarikan pekerjaan lain, ya! Aku tidak apa-apa jadi pembantu juga, yang penting halal," pinta Allura, dia tahu jika ada salah satu kerabat Viana yang bekerja di sebuah rumah mewah, ia berharap bisa bekerja di sana karena konon katanya gajinya sangat besar.
Viana menimang permintaan Allura, saat terakhir kali ia bertemu dengan kerabatnya, memang ia mendengar selewat jika di rumah itu sedang membutuhkan pekerja tambahan. Namun bukan layaknya pembantu biasa, melainkan baby sitter yang merangkap sebagai 'Ibu Susu'.
"Iya, nanti akan kucoba tanyakan pada sepupuku yang bekerja di sana, semoga saja masih membutuhkan tenaga pekerja," jawab Viana sembari tersenyum tipis.
Sepertinya aku tidak mungkin memberitahukan Allura tentang pekerjaan itu. Aku merasa sayang, dia 'kan masih gadis, meskipun masih bisa menyusui tanpa harus hamil terlebih dulu, batin Viana.
"Terima kasih, Na."
Allura terlihat mendesah kasar saat mendengar jawaban Viana, tak mudah baginya mendapatkan pekerjaan dengan gaji besar. Latar pendidikan memang tidak menjamin sebuah kesuksesan, tapi tidak adanya latar pendidikan yang memadai juga membuat sebagian orang sulit mendapatkan pekerjaan yang layak.
Keduanya sama-sama terdiam, mereka sibuk dengan pikirannya masing-masing. Setelah beberapa saat dalam keheningan, Allura pun mengajak Viana untuk menemui mamanya yang sedang di rawat di ruang perawatan bersama tujuh pasien lainnya.
Ibu Ani di tempatkan di ruang umum, sehingga terkadang membuat Allura harus bersabar jika ada pihak pasien lain yang berbincang dengar suara keras. Bukan ia tak mau menempatkan mamanya di ruangan yang bagus, tapi ia tak mempunyai biaya lebih untuk membayarnya.
Saat Allura dan Viana memasuki ruangan, ada beberapa kerabat pasien lain yang tengah berbincang dengan nada tinggi dan tertawa terbahak-bahak tanpa memedulikan kenyamanan pasien lain. Terkadang Allura heran dengan sikap mereka, meskipun di sana ada tanda yang berupa stiker dilarang berisik, tapi tidak dihiraukannya.
Allura sedikit beruntung karena Ibu Ani kali ini di tempatkan di sisi paling ujung ruangan itu, sehingga tidak terlalu membuatnya terusik dengan kebisingan yang dibuat oleh keluarga pasien lain.
Allura dan Viana menatap monitor yang terus memantau detak jantung Ibu Ani. Setiap kali matanya tertuju ke sana, sewaktu itu pula hatinya berdebar khawatir jika tanda itu tiba-tiba menjadi garis lurus.
Viana menatap Ibu Ani dengan sedih, ia sudah menganggap Ibu Ani layaknya ibu sendiri. Wanita paruh baya itu selalu ramah padanya, bahkan saat dirinya tengah memiliki masalah, sebelum ia berbicara pada keluarganya, pasti Ibu Ani—lah tempat pertama kali ia mengadu.
"Ra, kamu yang sabar, ya ... semoga Ibu cepat sembuh dan bisa kembali lagi berkumpul," ucap Viana seraya menyentuh bahu Allura yang tengah duduk di kursi samping ranjang Ibu Ani.
"Aku juga berharap seperti itu, Na. Aku benar-benar tidak tega melihat Mama terbaring seperti ini," jawab Allura.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 134 Episodes
Comments
🩸Annya
aku mampir
2023-01-30
0
Luthfi Natasa
nyimak dulu Thor
2022-06-26
1
Agunh Tuti Sugesti
sepertinya bagus novel ini
2022-03-11
1